"Wuih, gila! Sampaikan terima kasih gue untuk Bang Gio."
Nanta mengangguk saja, tanpa menoleh ke arah samping yang mengusap perut, kekenyangan. Tidak cukup nasi goreng yang dibeli sebagai menu makan siang hari ini, tetapi juga bisa cemilan maupun soft drink.
Bagi Nanta, Gio satu-satunya abang terdekat dan memperhatikannya. Meskipun tidak semua hal dapat diceritakan, karena yang Nanta tau bagaimana juga ketiga abangnya itu laki-laki dan cenderung menggunakan logika. Selalu ingin segera menemukan solusi ketika masalah terjadi.
Jarang yang hanya mendengarkan segala gerutuannya hingga akhir. Terkadang, jika saja boleh, Nanta tidak butuh nasehat. Ya, cukup mendengarkan, memeluknya, dan membiarkannya bersedih sebentar saja.
"Nan!"
Pundak Nanta ditepuk dengan kuat, kontan Nanta kembali terlonjak, matanya mengerjap, memperhatikan lapangan indoor yang terdapat berapa orang memperebutkan bola oranye antar satu regu dengan regu lain.
Bukan Yesa yang menepuk, cewek itu memperhatikan pertandingan dengan sebungkus kerupuk di tangan. Meskipun Yesa sempat menoleh sejenak, tapi ....
"Kael?"
"Gue cariin di kelas tadi, taunya di sini," ucap cowok bergigi gingsul itu, kacamata yang turun dari batang hidungnya kini dinaikkan sembari duduk di samping Nanta, mengabaikan Yesa yang menatapnya dengan tajam. "Nonton basket?"
"Voli," jawab Nanta seadanya, lalu tertawa pelan. "Kelas C tadi jadi ulangan?"
Kael mengangguk, mengeluarkan gulungan buku yang berada di saku celana, lalu memberikannya kepada Nanta. "Thanks udah pinjamin gue catatan. Kebetulan, soal ekonomi di kelas A sama dengan anak C. Ah, sosiologi minggu depan juga ulangan, kelas lo udah?"
"Belum, dua hari lagi," jawab Nanta, menyipitkan mata dengan senang, sembari memegang gulungan buku dengan kedua tangan. Kael, tidak disangka bahwa anak kelas C yang menjadi perhatiannya ketika masa orientasi siswa dapat menjadi miliknya.
Meskipun ia juga tau beberapa gosip miring dari cowok ini. Mulai dari kurangnya kooperatif dalam pertandingan sehingga dikeluarkan, lalu memiliki banyak pasangan di sekolah lain?
Dahi Nanta mengernyit, tetapi secepat mungkin pikiran terakhir itu ia tepis. Meskipun Kael merupakan jajaran anak-anak terkenal hingga ke wilayah sekolah lain, tapi dengan pandangan hangat dan senyuman manis itu mana mungkin? Ah, penampilannya yang positive vibes meyakinkan Nanta dengan pendapatnya sendiri.
Paling cewek-cewek di sekolah maupun di luar sekolah yang menjadi pasangan Kael hanya rumor. Bukankah remaja sepertinya seringkali mengaku-ngaku orang lain sebagai pacar dengan mudah?
"Lo mikirin apa, hm?" tanya Kael, lembut. "Ada masalah? Masih mikirin camping itu?"
"Nggak." Nanta tersenyum tipis. "Cuma masih ada yang buat bingung, ragu juga."
"Pelajaran? Mau gue ajarin?" tawa cowok itu cepat.
"Bisa sendiri, kok, kalau masalah itu." Nanta menoleh ke arah Yesa sejenak, seperti biasa, ketika Kael muncul di sampingnya, sahabatnya itu langsung saja membuang wajah, menyembunyikan ekspresi wajah yang senantiasa mendengkus kesal.
Kedua alis tebal Kael terangkat, sedikit mencondongkan tubuh. "Jadi?"
"Anak kelas sepuluh, di sekolah belakang, aku dengar dia sering ngejar-ngejar kamu."
Bibir bawah Kael terangkat, berpikir, lalu mengangkat kedua bahu. "Terus?"
Nanta yang tadinya melihat lapangan dengan lurus, kini perlahan mengerling. "Kamu ... pacaran sama dia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Notes [OPEN PRE-ORDER]
Teen FictionDi dunia yang menyebalkan ini, ada sebuah rahasia yang paling ingin Rean sembunyikan hingga mati. Tidak peduli orang-orang menganggapnya seperti apa, yang pasti biarkanlah rahasia penuh kelam itu menjadi tanggungannya. Namun di sisi lain, semenjak k...