Kematian yang menyakitkan

34.7K 2.5K 15
                                    

Suara hujan serta angin yang menderu terasa perih di telinga, apalagi jika ditambah dengan rasa sakit yang ada di dada. Ayudisha terus memegang dadanya dengan susah payah sambil bernafas dengan suara yang terputus-putus. Mungkin inilah yang dinamakan sakaratul maut. Dimana saat-saat menjelang kematian yang begitu menyakitkan dan tak tertahankan.

'apakah aku akan mati hari ini?'

Saat rasa sakit telah menguasai pikirannya, Ayudisha perlahan menatap keatas dengan putus asa. Bahkan saat sakit seperti ini, tak ada satupun manusia yang datang untuk menemaninya. Itu membuat Ayudisha menangis dan tersenyum miris. Ia kasihan pada dirinya sendiri.

'mungkin ini akhir yang pantas untukku'

Setelah lelah dengan rasa sakit perlahan Ayudisha pun mulai pasrah dan enggan melawan. Ia ikhlas jika harus mati saat ini juga. Lagipula kematiannya tak akan berpengaruh pada hidup orang lain. Bisa dikatakan, mungkin tak akan ada yang menangis untuk kematiannya nanti.

Ayudisha telah hidup sebagai seorang janda tanpa suami dan anak selama berpuluh-puluh tahun. Ia sakit-sakitan dan tak memiliki keterampilan dalam bertahan hidup dengan pekerjaan yang kasar. Ayudisha sangat ingat ketika ia muda dulu, betapa ia dimanjakan oleh kedua orang tuanya. Hanya saja masa itu telah berlalu dan ia tak bisa mengulang itu kembali. Jadi Ayudisha hanya mampu pasrah dengan semua yang ada.

Saat rasa sakit di tubuhnya perlahan menghilang, matanya pun ikut tertutup. Itu adalah nafas terakhir yang Ayudisha hembuskan pada masa itu. Atap daun kelapa serta dinding bambu sebagai saksi bisu meninggalnya seorang wanita yang kesepian. Tanpa sanak saudara disampingnya dan hidup berdasarkan belas kasihan orang lain.

'aku sangat menyedihkan'

Jauh dalam lubuk hati Ayudisha yang paling dalam, ia berharap akan ada orang yang datang ke gubuknya dan menguburkannya dengan layak. Ayudisha tak meminta sesuatu yang lebih, ia selalu percaya pada hukum karma dan menganggap semua yang ia alami saat ini adalah karma dari semua perbuatannya di masa lalu.

Tak ada gunanya menyesali dan berharap akan adanya sebuah perubahan. Ayudisha hanya perlu berjalan dan maju ke depan dengan percaya diri sambil berharap bahwa hukuman dari Tuhan tak akan terlalu berat.

Saat Ayudisha tenggelam dalam kegelapan dan kesepian, suara benturan terdengar di telinganya. Suara itu begitu mengganggu hingga membuat Ayudisha terpaksa membuka mata. Kepalanya yang masih terasa pusing segera Ayudisha abaikan, ia hanya tertarik pada suara benturan itu. Saat Ayudisha menoleh, hal yang pertama ia lihat adalah seorang laki-laki tinggi besar yang sedang memukul seseorang.

"...siapa kam..."

Sebelum pertanyaan Ayudisha berakhir, laki-laki itu maju dan memukul laki-laki lainnya. Hal itu membuatnya kaget dan Ayudisha terdiam untuk sesaat.

Laki-laki itu terlihat begitu bengis dan tak akan segan membunuh orang yang sekarang berada di bawahnya. Itu membuat Ayudisha melotot kaget, ia tak pernah melihat pembunuhan dalam hidupnya.

Bukkk bukkk!

Suara pikulan itu begitu keras hingga membuat Ayudisha merasa ngilu dan prihatin. Ia pun memberanikan diri untuk merelai dua laki-laki itu.

"Hentikan!"

Dengan kekuatan seadanya, Ayudisha meraih ujung celana laki-laki bengis itu sebagai isyarat untuk menghentikan kegiatannya.

Benar saja, laki-laki itu segera menoleh dan menatap Ayudisha dengan tatapan marah. Saat wajah laki-laki itu terlihat, Ayudisha langsung menyadari banyak hal.

'kenapa wajah laki-laki ini terlihat begitu familiar?'

Wajah itu adalah milik panglima perang paling kuat dalam sejarah Kerajaan Malaka. Seorang panglima yang gagah dan terkenal kejam di medan perang. Pamor kepahlawanannya bahkan mengalahkan keagungan sang Raja yang berkuasa saat ini. Dia adalah Panglima Agung Bayan Malaka.

"Kenapa? Tidak tahan melihatku memukul kekasih mu?!"

Pertanyaan itu begitu tajam dan dingin, hingga membuat Ayudisha mundur dengan cepat.

Panglima Bayan sebenarnya hanya memiliki satu kata dalam penamaannya. Akan tetapi karena jasanya yang besar terhadap kerajaan, namanya telah ditambah dengan sebutan Malaka. Malaka sendiri adalah nama kerajaan besar tempat Ayudisha hidup saat ini.

Ia ingat sekarang, laki-laki gagah itu adalah orang yang akan dijodohkan dengannya. Orang yang harusnya menjadi suaminya saat itu. Hanya saja Ayudisha memiliki pergi dan meninggalkannya demi laki-laki lain.

Dahulu saat orang-orang mendengar nama Bayan, mereka akan bergetar ketakutan dan hal itulah yang Ayudisha rasakan saat ini. Ia langsung menunduk dan menjawab pertanyaan Bayan dengan terbata-bata.

"Bu-bukan itu. Ak- aku hanya tidak ingin kamu menyakiti orang lain."

Ia ingat saat ia masih muda, orang tuanya memberitahukan bahwa ia akan menikah dengan laki-laki bernama Bayan di masa depan. Hal itu membuat Ayudisha takut dan ingin segera lari. Lagipula ia telah lama menjatuhkan pilihan pada seorang sastrawan hebat bernama Tanjung.

Ayudisha yang takut sekaligus putus asa saat itu memberitahu kekasihnya bahwa ia telah dijodohkan dengan Panglima Bayan. Itu membuat Tanjung marah dan menyarankan untuk mereka melakukan kawin lari. Dalam adat kerajaan Malaka, kawin lari bukanlah sesuatu yang dilarang. Selama pengantin perempuan dan laki-laki setuju, maka tak akan ada yang bisa menghalanginya.

Bayan langsung mencibir saat mendengar jawaban Ayudisha. Laki-laki itu terlihat tak percaya dengan semua kalimat yang ia ucapkan. Hal itu membuat Ayudisha menjadi semakin takut, tapi sebelum Ayudisha mengucapkan kalimat yang meyakinkan. Suara Bayan yang berat kembali terdengar.

"Cih, anggap saja aku percaya."

(END) Istri Manis Jenderal PerangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang