2| an overlooked case

1.3K 430 153
                                    

🔉Now PlayingTreasure — it's okay

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🔉Now Playing
Treasure — it's okay
.

.

.

Apa yang paling mungkin dari sebuah ketidakmungkinan?

[.]

Yunara mungkin tidak terlalu suka memperhitungkan sebuah kemungkinan dalam hidup. Baginya, kemungkinan hanyalah seonggok keraguan yang belum pasti atau mungkin tidak akan pernah terjadi. Karena tanpa adanya kemungkinan pun, dunia pasti akan tetap terus berjalan. Lalu, mengapa kita selalu saja menduga-duga akan sebuah kemungkinan?

Yunara ingat saat ia masih kecil. Kembarannya selalu saja menghayalkan beribu kemungkinan yang mungkin terjadi ketika mereka dewasa. Seperti, kemungkinan mereka akan hidup lebih lama bersama dengan orang tua mereka. Atau, kemungkinan mereka akan menjadi seorang yang berhasil dalam mimpi dan selalu berbahagia. Atau mungkin lagi, kemungkinan Arjuna akan menjadi bintang paling terang di antara seribu bintang di langit seperti yang ia dambakan sejak lama.

Mungkin, itu hanyalah sebuah pemikiran naif dari seorang anak kecil yang tidak begitu paham dengan cara kerja dunia. Karena nyatanya, cara semesta berkerja tidak sebaik hati itu. Semua kemungkinan-kemungkinan yang mereka bayangkan di masa kecil, hanyalah sebuah ketidakmungkinan yang terjadi di masa dewasa. Lantas, kemungkinan apa lagi yang paling mungkin terjadi dari sebuah ketidakmungkinan yang ada?

"Kak, tiap kali gue merasa sakit, apa kemungkinan lo juga bakalan merasa sakit? Kalau iya, udah berapa banyak rasa sakit yang gue bagi ke lo tanpa kira-kira?"

Yunara tercenung. Tidak tau lagi harus berapa banyak air mata yang membendung agar kembaran lelakinya ini terbangun. Tidak henti-hentinya ia menggenggam lembut tangan pucat yang kini tak bergerak di atas ranjang. Memandangi pilu bagian tubuh saudaranya yang penuh balutan perban. Merasa ngilu membayangkan betapa sakit retakan-retakan itu. Namun tidak peduli mau seberapa banyak rasa sakit yang ia rasakan juga karena Arjuna, ia tetap terus memohon agar sang empunya tubuh segera membuka kedua kelopak matanya. Lalu berkata padanya,

"Gue di sini kok, kak. Ayo makan ayam bareng! Gue yang traktir. Lo mau kan?"

Atau setidaknya, kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa Yuna semogakan untuk mendengar tawa renyah kembarannya lagi. Ia hanyalah seorang yatim piatu yang bahkan tidak punya siapa-siapa lagi selain kembarannya sendiri. Mungkinkah semesta ingin merenggut separuh jiwanya lagi dan lagi?

"Mau sampai kapan lo tidur, Jun? Gue tau lo suka bangun kesiangan. Tapi bukan berarti lo nggak bangun-bangun kayak gini..." Yunara mengendus hidungnya yang berair, merasakan bibirnya yang bergetar sembari mengangkat tangan pucat itu ke pipinya. "Setega itu lo biarin gue sengsara seorang diri di sini, Jun?"

"Bangun... bangun, Juna, bangun..."

Yuna mengepalkan tangannya, memejamkan mata hingga air matanya mengalir membasahi pipi. Yuna ingat apa yang dikatakan polisi kepadanya tempo hari.

Enervate ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang