4| a one who hate him

837 357 146
                                    

🔉Now playing
Jessie Murph - Pray

.
.
.

Nyatanya, lebih baik tidak perlu tahu apa-apa, agar tidak perlu juga merasakan apa-apa.

[.]

Dulu mungkin Arjuna pernah bercerita bahwa ada seseorang yang mereka kenali, ternyata satu sekolah lagi dengannya.

"Kak, lo ingat teman kecil kita dulu? Lo naksir banget sama dia! Gue satu sekolah lagi tahu sama dia!"

Yunara menyesal hari itu ia tidak begitu mendengarkan Arjuna. Banyaknya tugas, pekerjaan rumah, dan pekerjaan paruh waktu yang harus ia lakukan menjadikannya cukup sibuk. Sehingga ketika Arjuna bercerita, Yunara sudah sangat lelah sekali dan tidak mendengarkannya.

Seandainya ia mendengarkan, maka Yunara pasti tidak akan seterkejut ini. Menyadari bahwa orang yang Arjuna maksud ialah Mahaka-nya dulu. Orang yang ia sukai.

"Seharusnya gue habisin lo lebih parah dari yang lalu-lalu supaya lo nggak pernah muncul lagi di hadapan gue, Arjuna."

Namun, Yunara tidak yakin lagi apakah ia masih ingin bertemu kembali dengan manusia di hadapannya ini sekarang.

Brak!

Haidar tiba-tiba menggebrak meja tidak santai setelah Mahaka mencipta kebisingan di tengah aktifitas makan siangnya. Didongakkannya dagu dengan pongah tatkala Mahaka menatapnya tajam, merasa tidak terima dengan yang dilakukannya barusan.

"Bisa nggak? Nggak perlu buat ribut? Lo pikir sekolah ini punya lo? Lo doang yang sekolah di sini?" Haidar menyeru mengitari meja, mendekari Yunara yang lantas memalingkan wajahnya dari Mahaka.

Mahaka melihat Haidar dengan sebelah alis naik. Lalu terkekeh sinis.

"Jadi, setelah dibuang, lo bergaulnya sama penjahat kayak dia?" Mahaka berbicara pada Yunara dengan nada sarkastik.

Chandra-teman Mahaka menggaruk alis sebelum balas menyerbu Haidar. "Eh, lo. Sopanan dikit sama senior. Lagian jangan ikut campur, yang punya masalah Mahaka sama Arjuna. Lo nggak usah sok jadi pahlawan."

Haidar terkekeh sinis. "Siapa yang bilang gue ngebela Arjuna di sini? Gue cuma mewakili isi hati anak-anak kantin yang ngerasa nggak nyaman sama eksistensi lo-lo semua."

"Penghuni kantin ngerasa nggak nyaman sama gue?" Mahaka membalas remeh, mengedarkan pandangan pada seisi kantin. "Ada yang nggak nyaman sama eksistensi gue di sini? Ada? Jawab kalo ada!"

Mahaka kembali memandang Haidar angkuh. "See? Nggak ada. Cuma lo." Tuding Mahaka tajam.

Yunara masih bergeming di posisinya sendiri. Mengepalkan tangan di bawah sana. Agaknya masih tidak percaya bahwa orang yang ia kagumi dulu menjadi orang yang tidak lagi ia kenali. Mahaka benar-benar berubah.

"Persetanlah. Gue nggak ada masalah sama lo. Jadi, jangan ikut campur." Mahaka kembali memandang Yunara yang masih membeku. Ia bergerak mendekat, mencekal lengan Yunara tiba-tiba. Ingin menarik paksa dirinya kalau saja Haidar lagi-lagi tidak menghalang.

"Lo mau apain dia? Lo ngerasa keren udah ngerundung orang yang lemah?"

Mahaka spontan menatap tajam Haidar. "Lemah? Dia nggak lemah, dia rendahan. Orang kayak dia nggak layak diperlakukan dengan baik."

Yunara menaikkan tatapannya, matanya yang memerah kembali berkaca-kaca. Tangannya semakin mengepal di bawah sana. Sebisa mungkin mengendalikan amarahnya.

"Dan lagi- perlu berapa kali gue bilang, SIAPA PUN YANG BERANI BERHUBUNGAN SAMA BAJINGAN INI," Mahaka menuding Yunara dengan nada tinggi. "AKAN BERURUSAN SAMA GUE!"

Enervate ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang