Sudah waktunya pulang. Jeno keluar dari area sekolah dengan wajah yang bisa dibilang cukup baik. Maksudnya tidak seperti hari-hari sebelumnya yang pulang dengan wajah cukup menyeramkan. Biasanya itu karena Renjun yang selalu membuat ulah dan Jeno harus bertanggung jawab atas perbuatan manusia pendek itu.
Untuk hari ini, Jeno tidak melihat Renjun melakukan hal-hal yang membuat mood nya buruk. Hanya saja saat mata pelajaran Kimia, Renjun tertidur dan mendapatkan amukan dari guru yang mengajar. Tapi Jeno tidak memperdulikan itu, karena dia juga pernah tertidur saat guru sedang menjelaskan.
"Jen!" Jeno menoleh saat ada suara yang tak asing memanggil namanya.
Ternyata itu Mark. "Kenapa?"
Mark melemparkan jam tangan milik Jeno yang tadi pagi sempat ia rampas. "Gak butuh" Katanya yang langsung meninggalkan Jeno begitu saja.
"Aneh" Gumam Jeno.
Saat Jeno sedang memasang jam pada lengannya, Mark kembali menghampirinya. "Apa lagi?" Tanya Jeno.
"Seperti biasa, cek tempat"
Jeno rolling eyes. "Males. Kenapa nggak guru-guru sendiri aja yang ngecek"
Mark mengedikkan bahunya, tak tahu. "Mungkin biar lo ada kerjaan"
"Anjing"
"your lambe dude. Udah sih, biasanya juga nggak banyak protes. Gue duluan, biar cepet balik, nanti laporannya share di grup"
Jeno hanya diam melihat tubuh Mark yang kian menjauh.
Dengan berat hati, Jeno menaiki motornya dan mengecek tempat sepi yang biasanya di pakai untuk tawuran atau tempat persembunyian para murid-murid nakal. Memang sih, jalannya searah dengan arah pulang ke rumahnya, tapi jika lewat jalan utama lebih cepat 10 menit.
Jika bukan karena sertifikat osis yang bisa membuatnya masuk ke universitas negeri, mana mungkin Jeno mau melakukan hal-hal seperti sekarang dan dijadikan babu oleh guru.
Jeno sengaja mematikan mesin motornya saat hampir tiba di lokasi pengecekan hari ini. Dia berjalan melewati ruko ruko terbengkalai, dan ketika Jeno ingin memeriksa gang ketiga, samar-samar dia mendengar suara pukulan dan ringisan seseorang.
Tanpa pikir panjang dirinya menyalakan sirine polisi pada ponselnya dan tidak lama kemudian sekumpulan orang-orang tadi berhamburan pergi meninggalkan korban di tempat.
Sebenarnya Jeno ingin melihat orang-orang perundung itu, tapi jika dia menampakkan diri bisa-bisa dirinya juga habis di pukuli karena jumlah mereka yang di bilang sangat banyak.
Setelah tidak ada tanda-tanda jika para perundung itu kembali, Jeno langsung menghampiri seorang pria yang menjadi korban kali ini. Dari jauh dia bisa melihat jika pria tersebut memakai seragam yang sama dengannya.
Tepat setelah Jeno melihat wajahnya, betapa terkejutnya dia karena orang itu adalah, "Huang Renjun?"
Yang di panggil namanya seolah tuli. Renjun tidak menyahut ataupun melirik Jeno karena dirinya fokus merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
Jeno segera mendekat dan memeriksa keadaan Renjun yang terlihat sangat kacau; wajah lebam disertai darah yang keluar dari sudut bibir dan hidungnya, jari jemarinya yang memerah akibat memukul sesuatu, juga seragamnya sudah kotor dan lusuh.
Ada rasa khawatir saat melihat kondisi Renjun yang sekarang, tapi rasa kesalnya lebih mendominasi.
"Jadi ini alasan muka lo bonyok pagi-pagi? dan sekarang lo malah ribut lagi?!" Kesal Jeno.
Niat Renjun yang awalnya ingin berterima kasih kepada penolongnya seketika ia urungkan saat mendengar ocehannya.
Renjun menatap Jeno dengan malas. "Lo jadi orang nggak usah so tau deh. Gue juga nggak mau di pukulin orang sampai luka gini, mending langsung mati aja sekalian."
"HUANG RENJUN!" Teriak Jeno kesal. Bagaimana tidak kesal, seharusnya Renjun bersyukur karena ada yang menyelamatkannya tapi anak itu malah bilang jika dia lebih baik mati saja.
Renjun tidak lagi memperdulikan kehadiran Jeno. Dia mengusap kasar darah yang keluar dari hidungnya lalu bangkit walaupun usahanya sia-sia, dan kembali terjatuh.
Dan yang Jeno lakukan sekarang adalah hanyalah mengamatinya, percuma jika dia membantu, yang didapatkan hanya penolakan dari si Batu, Huang Renjun.
Renjun diam selama beberapa menit, merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya, dan mencoba menghilangkan rasa pusing di kepalanya.
satu menit, dua menit, hingga hampir 10 menit Jeno masih setia menunggu Renjun. Pada akhirnya kesabaran Jeno habis.
"Jangan protes" Tekannya.
Jeno langsung menggendong tubuh mungil Renjun. Dan Renjun tidak bisa berontak karena semakin dia banyak gerak, rasa sakit pada lukanya akan semakin terasa.
"Sakit Jen" Satu kata yang keluar dari mulut Renjun membuat Jeno merasa bersalah.
"Sorry, mau turun?"
Renjun hanya mengangguk pelan untuk menjawab pertanyaan dari Jeno.
Jeno menuruti keinginan Renjun. Dia menurunkan tubuh penuh luka itu dengan perlahan, memastikan Renjun tidak tumbang lagi saat berdiri.
"Mau gue—" Belum sempat Jeno menyelesaikan ucapannya, Renjun sudah lebih dulu berjalan ke arah motornya dan tidak lama kemudian suara mesin motor milik Renjun berbunyi dan anak itu meninggalkan Jeno tanpa sepatah kata apapun.
"DASAR NGGA TAU DIRI!"
-tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketos | Noren
Fanfiction[On Going] Ini hanya tentang Lee Jeno, si ketua osis yang selalu berurusan dengan Huang Renjun, si Berandalan sekolah. Dominant: Lee Jeno Submissive: Huang Renjun Warning! • Boy x Boy • Harsh Words • Noren Area ©PeachLiiv, 2021