Chapter 13

25 14 39
                                    

Setelah kejadian yang membuat Senja sebagai pusat perhatian warga sekolah. Galaksi tak lagi melihat Senja di sekolah. Gadis itu bahkan absen tanpa keterangan yang jelas. Membuat Galaksi bertanya-tanya di mana keberadaan gadis itu. Ada kekhawatiran yang dirasakan Galaksi, takut-takut gadis itu jatuh sakit atau hal buruk lainnya terjadi.

Sedari tadi Galaksi bahkan tidak fokus dengan pelajaran yang dijelaskan oleh Bu Saski—guru matematika. Hingga berakhir Galaksi harus dihukum berdiri di depan bendera. Karena ketahuan tidak memperhatikan di jam pelajaran. Yang membuat Awan dan teman-temannya keheranan. Karena Galaksi termasuk siswa yang sangat menghargai guru dan tidak pernah menyia-nyiakan penjelasan guru begitu saja.

“Lo lagi kenapa sih, Gal? Udah kayak cewek aja, uring-uringan nggak jelas,” celetuk Awan sembari memakan gorengannya.

Galaksi tidak membalas apapun. Malah fokus dengan ponselnya. Seolah Awan dan temannya yang lain tidak ada di dekatnya..

Awan yang sudah kesal dengan tingkah Galaksi yang menurutnya aneh dan sedikit kekanakan pun memilih merebut ponsel Galaksi. Membuat Galaksi menatap tajam Awan. Namun bukan Awan, jika akan takut hanya dengan itu saja. Laki-laki itu malah dengan entengnya memasukkan ponsel Galaksi di saku celananya.

“Balikin.”

Awan menggeleng. “Gue sita.”

“Jangan becanda, balikin hp gue.”

“Nggak usah lebay, Gal. Lo nggak pakai hp sehari juga nggak bakal mati,” sahut Awan enteng.

Galaksi menghela napas panjang. Berhadapan dengan Awan, memang membutuhkan ekstra sabar. Sebab selalu ada tingkahnya yang tidak terduga.

“Cerita aja, lo kenapa?” sambung Awan setelah itu.

Galaksi menggeleng. “Nggak perlu ada yang gue ceritain.”

Awan berdecak. Ia lupa, menghadapi Galaksi yang keras kepala. Yang selalu mau menyelesaikan semuanya sendiri tanpa melibatkan orang lain. Membuat Awan harus sedikit lembut untuk bisa membuat Galaksi membuka suara. Ia tidak ingin memaksa sebenarnya, karena ia yakin Galaksi pasti juga bisa menyelesaikan semuanya dengan baik. Cuma, tidak bisa dibohongi. Ia lebih senang ketika Galaksi mau berbagi dengannya atau temannya yang lain daripada uring-uringan tidak jelas.

“Gal!”

“Lo ada lihat Senja?”

Empat kata yang keluar dari mulut Galaksi sontak membuat Awan meledakkan tawanya. Sungguh, ia tidak sampai kepikiran kalau Galaksi yang uring-uringan itu hanya karena makhluk Tuhan yang bernama perempuan. Entah ke mana hilangnya Galaksi yang dulu, yang enggan berdekatan dengan perempuan karena takut ribet dengan segala tetek bengeknya.

“Gue nggak tau kalo Senja bakal buat lo kayak gini  Gal. Sumpah, ini nggak lo banget,” ucap Awan yang dibalas anggukan oleh Farel.

Galaksi terdiam. Mencerna kalimat Awan dengan baik. Jujur, ia sendiri juga bingung. Kenapa ia merasa bertanggung jawab akan gadis itu? Padahal ia juga tidak tahu pasti latar belakangnya. Dan biasanya ia mudah sekali untuk tidak peduli dengan orang lain, tapi kenapa itu tidak berlaku jika dengan Senja? Sungguh, Galaksi bingung. Ini hanya karena rasa kemanusiaan, kasihan atau apa?

“Malah bengong. Sadar, Gal!” ucap Awan sembari menepuk bahu Galaksi dengan keras. Membuat Galaksi menatap tajam Awan. Sementara Farel hanya menggelengkan kepalanya melihat kedua temannya yang selalu saja seperti itu jika disatukan.

“Serius, lo lihat Senja nggak?” tanya Galaksi sekali lagi. Ia berharap untuk kali ini, Awan bisa diajak untuk bekerja sama. Tidak lagi becanda.

“Nggak. Gue nggak lihat, sih. Kenapa nggak lo tanya sama Ola?”

“Males.”

Awan berdecak. “Ya udah, berarti nggak usah pengen tau. Lagian ada urusan apa lo sama Senja?”

Bukannya menjawab, Galaksi malah bangkit dari duduknya. Meninggalkan Awan dan Farel tanpa pamit. Hanya meninggalkan uang selembar warna hijau di meja.

****

Dengan langkah lesu, Senja memasuki pelataran SMA Merah Putih. Setelah tiga hari absen, ia akhirnya memberanikan diri untuk sekolah. Jujur, ada rasa takut tersendiri yang dirasakan oleh Senja. Terlebih perlakuan kasar teman-temannya masih terekam jelas di benaknya. Ia takut disakiti lagi. Ia takut untuk menatap teman-temannya. Dan ia takut jika pada akhirnya satu persatu orang yang dipercaya akan meninggalkannya.

Menatap sekali lagi, gedung yang menjulang tinggi berwarna putih dan abu-abu itu. Sebelum Senja kembali melanjutkan langkahnya dan berjalan menuju kelasnya. Tapi belum sampai lima langkah, pergelangan tangannya sudah dicekal. Membuat Senja meringis dan menghentikan langkahnya untuk melihat siapa pelakunya.

Senja mulai melihat sepatunya terlebih dahulu. Ia mencoba mengingat siapa pemiliknya, sebab sepatu putih dengan corak hitam di bagian samping itu cukup familiar bagi Senja. Perlahan namun pasti, Senja mendongak. Dan—Senja dibuat terdiam. Saat ia mendapati tatapan teduh dari laki-laki yang selama tiga hari ini juga tidak ia lihat karena absen sekolah.

“Lo ke mana aja?”

Bukannya menjawab, Senja berusaha melepaskan cekatan tangan milik Galaksi. Sungguh, Senja tidak mau membuat dirinya dicap yang tidak-tidak lagi hanya karena berinteraksi dengan laki-laki di depannya. Meski tidak bisa dipungkiri Senja mulai menerima keberadaan Galaksi. Ia nyaman dengan laki-laki itu.

“Lepasin. Tangan gue sakit,” rintih Senja.

Sontak Galaksi melihat pergelangan tangan Senja. Ia melotot, saat melihat ada beberapa goresan di tangan Senja.

“Jangan bilang lo ngelukain diri lo sendiri?”

Ucapan Galaksi membuat Senja dengan cepat menyembunyikan tangannya di belakang punggungnya.

“Oh... jadi lo nggak masuk sekolah. Cuma karena lo pengen nyakitin diri lo sendiri? Sini biar gue bantu. Lo mau tangan lo putus atau patah nih?” ucap Galaksi dengan nada datar. Membuat Senja meremang di tempatnya. Galaksi tampak begitu menakutkan sekarang. Tatapan tajam dan kata-kata pedasnya berhasil mematikan nyali seorang Senja.

“Kok diam? Gimana? Pilih yang mana?”

Senja menggeleng.

“Lo—aneh! Di saat ada orang lain yang berusaha ngejaga lo biar nggak terluka. Tapi lo malah lukain diri lo sendiri. Lo hebat banget, Senja! Beneran, lukain aja diri lo sendiri sampai lo tinggal nama.”

Senja menunduk, menangkap kemarahan Galaksi yang ditunjukkan padanya. Ia tidak menduga, jika akan ada orang lain memperhatikan tangannya. Sebab lukanya pun sudah sedikit mengering. Ah, Senja rasanya tidak punya untuk bertemu dengan Galaksi.

____
Tulungagung, 2 Maret 2022

SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang