Hari ini, SMA Merah Putih dihebohkan dengan pengumuman yang mana pendataan untuk anak-anak yang akan melanjutkan pendidikan di sebuah universitas. Tapi semua itu tidak berlaku bagi Senja. Gadis itu bahkan hanya diam sembari mengamati wajah antusias dari teman-temannya yang sudah membawa brosur universitas impian mereka. Termasuk Ola, yang sudah mengambil brosur universitas ternama yang berada di Jakarta. Gadis itu tidak hentinya berceloteh menceritakan bagaimana bayangannya saat sudah menjadi mahasiswa kedokteran. Senja juga ingin kuliah, tapi ia ragu sekarang. Terlebih banyak sekali yang menentangnya kuliah. Katanya, lebih baik dia kerja dan menghasilkan uang untuk membantu perekonomian keluarga. Padahal Senja bercita-cita menjadi psikolog. Mungkin, jika ia membicarakan pada ibu dan ayahnya pun pasti Senja akan diminta untuk kuliah saja seperti pembicaraan beberapa bulan yang lalu.
Ola menatap Senja sendu, ia merutuki dirinya yang tidak memahami keadaan sahabatnya. “Maaf, ya. Gue nggak maksud apa-apa,” ucap Ola tak enak hati.
Senja menatap Ola sembari tersenyum. “Gue nggak apa-apa, santai aja. Lo harus semangat buat belajar, biar lo ke terima di sana seperti impian lo.”
Ola mengangguk mengiyakan. “Ja, lo beneran nggak mau lihat-lihat brosur kampus? Siapa tau juga kan ada beasiswa?”
Senja menggeleng. “Gue ragu—“
Belum sampai Senja menyelesaikan ucapannya, di depannya ada beberapa brosur dari universitas berbeda. Membuat Senja sontak mendongak. Galaksi—laki-laki itu dengan wajah datarnya itu kini menatapnya. Melihat tidak adanya respon dari Senja, Galaksi langsung menarik tangan kanan Senja dan memberikan brosurnya.
Hati Senja berdesir, ada perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Di mana ini untuk pertama kalinya ia merasakan hal itu terhadap laki-laki. Galaksi, membuatnya benar-benar merasa dihargai.
Senja berdeham. “Lo harusnya nggak perlu repot-repot buat lakuin ini, Gal. Gue juga belum tentu kuliah.”
Galaksi membenarkan tudung hoodie-nya dan setelahnya memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. “Gue nggak repot.”
“Tapi... Gal!”
“Kuliah nggak kuliah itu pilihan lo,” sahut Galaksi tenang.
Senja mengangguk membenarkan. Ia juga tahu akan hal itu. Hanya saja ia benar-benar bingung sekarang. Ketika ia bersiap untuk mengambil langkah besar dan mewujudkan impiannya untuk kuliah, ia harus menghadapi bibinya yang keras kepala itu.
“Pikirin baik-baik, gue pergi.”
Baru saja Galaksi akan melangkahkan kakinya, Senja sudah lebih dulu menarik hoodie Galaksi, hingga membuat laki-laki itu menghentikan langkahnya dan menatapnya dengan pandangan seolah bertanya ‘ada apa?’
“Terima kasih, Galaksi!”
Galaksi mengangguk singkat, setelahnya ia berlalu meninggalkan Senja dan Ola.
Ola yang melihat Senja masih terdiam sembari melihat Galaksi yang kini sudah bergabung bersama dengan Awan dan Farel, dengan jahil Ola berteriak memanggil Galaksi. Yang membuat Galaksi menoleh ke arah Ola dan Senja. Membuat Senja yang kepergok memandangi Galaksi itu dengan cepat mengalihkan pandangannya. Galaksi hanya menggelengkan kepalanya, saat ia mendapati Ola hanya bermain-main dengannya.
“Lo ngapain panggil dia Ola?”
“Kenapa? Lo keberatan?” goda Ola yang membuat Senja seketika salah tingkah.
“Ng-gak,” jawab Senja dengan terbata-bata membuat Ola terkekeh geli. Menyadari perubahan wajah Senja ketika ia membahas Galaksi. Terlebih lagi saat tadi ia memanggil Galaksi, raut wajah Senja bersemu kemerahan.
“Cie... cie... dibawain brosur sama doi. Peka banget si Galaksi. Pengen punya satu yang kayak Galaksi rasanya,” ucap Ola sengaja.
“Ya udah... sama Galaksi aja. Nggak perlu cari yang kayak Galaksi.”
“Yakin? Nanti gue gebet, lo nyesel?”
Senja menarik napasnya dalam-dalam setelahnya menbuangnya pelan. “Kalo dia mau ya nggak masalah,” jawab Senja santai.
Ola seketika meledakkan tawanya. “Gue nggak mungkin sama dia kali, Ja. Orang gue ngomong sama dia nggak pernah.”
Senja mengendikan bahunya acuh. Ia benar-benar tidak mau tahu, sungguh. Sebab baginya semua akan jauh lebih mudah saat ia tidak melibatkan perasaan apapun untuk siapa pun. Sebab ia tidak ingin terluka dan melukai. Meski tidak menutup kemungkinan, mau tidak mau, cepat atau lambat, ia pasti akan merasakan yang namanya jatuh cinta saat sudah menemukan seseorang yang membuatnya menjatuhkan hatinya. Tapi untuk sekarang, Senja belum ingin memikirkan itu.
“Eh.. eh... Galaksi liatin lo!” ucap Ola sembari menepuk bahu Senja berkali-kali. Membuat Senja menoleh untuk memastikan ucapan Ola. Dan benar—laki-laki itu menatapnya sembari mengangkat ponselnya dan menunjukkan ke arah Senja.
Senja mengernyit bingung, ia tidak mengerti apa maksud Galaksi. Hingga akhirnya ponselnya berdering menandakan ada pesan masuk. Ia mengambilnya dari saku seragamnya, ia tersenyum saat melihat dari layar ponselnya terdapat pesan dari Galaksi.
Galaksi
Semangat, Senja! Lo bisa!
Pesan sederhana yang berhasil membuat hati Senja menghangat. Ia merasa beruntung bisa mendapatkan perhatian dari Galaksi. Sebab ia tahu, di luar sana tentu banyak yang menginginkan itu. Galaksi memang idaman. Meski ada sisi-sisi yang menyebalkan yang akan muncul di waktu tertentu. Tapi ia selalu ada.
Senja
Makasih orang baik
Tidak berapa dari waktu Senja mengirimkan pesan untuk Galaksi. Laki-laki itu terlibat membuka ponselnya. Dan setelahnya Senja menerima balasan.
Galaksi
Gue yakin lo tau yang terbaik buat diri lo sendiri.
Senja lagi dan lagi tersenyum membaca pesan Galaksi. Kali ini, ia membiarkan pesan utk terbaca tanpa sebuah balasan. Karena sungguh, Senja bingung harus menjawab apa. Ia senang, diyakinkan di saat dirinya meragukan dirinya sendiri.
_____
Tulungagung, 9 Maret 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA
General FictionBagi Senja, dunia itu terlalu kejam untuknya. Atau mungkin ia berada di lingkungan yang salah? Entahlah. Senja tidak pernah tau apa salahnya selama ini, hingga ia harus dikucilkan di tengah keluarganya sendiri hanya karena ia memiliki mimpi yang bes...