one

2 0 0
                                    



"URUS SAJA ANAK MEREPOTKAN ITU!"

Semua orang yang mendengar ucapan itu sudah jelas merasakan sakit. Tak dapat dijelaskan lagi dengan kata-kata, hanya air mata yang bisa dikeluarkan sebagai balasan atas ucapan itu.

Rumah ini sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Suami yang berteriak pada istri, istri dan anak menangis. Namun terdapat satu anak lagi yang hanya dapat melihat pertengkaran itu. 

Lahir sebagai anak pertama tidak sebahagia yang orang lain lihat, harus banyak mengalah pada adik juga menjadi sandaran dan contoh yang baik untuk adik.

Semua anak pertama pasti merasakannya. Ingin teriak pada dunia bahwa ini tak adil pun rasanya sudah tidak kuat lagi. Terlebih jika lahir dalam keluarga menengah, anak pertama harus bisa mencari uang untuk membiayai keperluan adik.

Tak sampai disitu saja, bahkan harus memendam mimpi berkuliah di universitas impian. Harus melindungi adik dari pertengkaran hebat orang tua yang tiada habisnya setiap hari.

Bohong kalau tidak lelah, namun rasa lelah teratasi jika melihat raut wajah sang adik ketika kembali dari sekolah tempatnya menimba ilmu. Rasa ingin mengatakan pada hati untuk terus bertahan demi cerahnya masa depan adik.

"Buk, Aya pamit pergi kerja dulu ya" pamitnya pada sang ibu yang sedang mengeluarkan air mata atas perlakuan kasar dari suami ibunya.

"Hati-hati nak, jangan diambil hati perkataan ayahmu ya" diusapnya kepala anak perempuan itu dengan lembut dan penuh kasih sayang.

"Iya buk, ibuk jangan terus menerus sedih ya. Ada kakak yang bisa biayain ibuk sama adek." Hanya sebagai kata penenang saja, nyatanya dalam hatinya ia tak sanggup harus kemana lagi untuk mencari uang.

Pekerjaan yang digelutinya saat ini hanya menghasilkan pemasukan yang sedikit, tak cukup sebenarnya untuk membiayai keperluannya dan adik, namun cukup tak cukup harus cukup.

Belum lagi jika ayahnya pulang dalam keadaan mabuk, sangat menguras tenaga dan emosi. Hutang ayahnya ada dimana-mana, hasil dari pekerjaannya tidak cukup untuk membiayai keluarga.

Sudah tau keadaan ekonomi tidak memadai, kenapa harus membuat anak melebihi dari kesanggupan? Kata-kata itu selalu keluar dihatinya ketika sedang dalam titik lemah seperti ini. 

Anak perempuan pertama yang teramat kuat itu bernama Freya Angelta, nama indah yang diberikan langsung oleh sang nenek dari ibunya. Namun karena sulit untuk diucapkan, muncullah panggilan 'Aya' dari sang nenek.

Aya memiliki dua orang adik laki-laki. Pertama Kenzo Daviandra, nama pemberian dari sang ayah dan panggilan sayangnya adalah 'Enzo', ya dirinya selalu memanggil dirinya seperti itu.

Dan sang bungsu Theo Ravindra, nama pemberian dari kakek dari ibunya. Kenzo dan Theo hanya berjarak satu tahun, namun dalam sekolah mereka satu kelas. Seperti kembar namun tidak juga.

Kenzo dan Theo sekarang berada di kelas sembilan atau kelas tiga SMP. Dimana masa-masa sulit ujian untuk kelulusan, dan tentunya semua butuh biaya, terlebih mereka satu angkatan. Tamatlah riwayat isi dompet Aya.

Aya sendiri bisa dibilang sudah cukup umur untuk menikah, namun kembali lagi pada kondisi ekonomi keluarganya yang membuatnya takut untuk menikah. Sebenarnya Aya juga memiliki rasa 'ketidak percayaan' pada lelaki asing, mengingat kelakuan ayahnya maka tak heran iya menjadi penakut terhadap laki-laki. 

Keluarganya tidak tinggal di perumahan elit, melainkan di pinggiran jalan kota. Harto Sucipto, nama lelaki yang dipanggil 'ayah' oleh ketiga anaknya. Oktaviana, istri dari Harto Sucipto sekaligus ibu dari tiga anak.

Sepertinya kisah keluarga mereka memang ditakdirkan untuk menjadi kacau balau. Karena sejak awal terjalinnya hubungan Harto dan Oktaviana, dunia seperti tidak merestui.

Akankah kisah cinta Aya mengikuti kisah orang tuanya? Berharap tidak. Kisah hidupnya sudah menyedihkan, jangan sampai kisah cintanya sama menyedihkan. Untuk saat ini yang menjadi penyemangat hidupnya adalah kedua adiknya. 




Candala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang