Masih terngiang dengan sangat jelas di pikirku betapa kau bersikukuh untuk menjadi pasangan sejatiku. Berkali-kali dunia mencerca pilihan kita namun berkali-kali pula kau berhasil meyakinkanku bahwasanya cinta dapat mengalahkan segalanya.
Hingga pada akhirnya, kita berdua dihadapkan pada satu kata yang mendatangkan luka.
Ialah takdir; sesuatu yang lebih hebat dan memiliki pengaruh
yang maha dahsyat pada penguraian kita.Sayangnya, kau lebih dulu mengalah dan bukan malah memikirkan kembali bahwasanya pada setiap takdir yang kita jalani kita pun memiliki kunci tersendiri untuk menghadapi.
Kita memiliki pilihan. Namun kau lebih memilih untuk merelakan ketimbang mempertahankan.
Meski yang patah belumlah tumbuh apalagi terganti, aku berusaha sekuat tenaga untuk berdiri dan kembali merangkai mimpi terhebat di jantung hari.
Sebab aku yakin, suatu saat nanti kau akan kembali.
Dan bila masanya tiba, duduklah di sampingku dan katakan padaku mengapa dulu kau lebih memilih pergi dan berlalu, ketimbang memperjuangkan jutaan mimpi lama yang telah bertransformasi menjadi lara.
Ceritakan padaku dengan sangat terbuka karena sesungguhnya hatiku telah kebal. Tersebab pilu yang kau hadirkan telah benar-benar mengekal.
Dan aku takkan mengapa. Karena sungguh, aku baik-baik saja.
Lalu setelahnya, mari bermimpi lagi. Bersama-sama. Berdua.
Peluklah erat janji yang sekarat menunggu kau kembali. Kuberi kau wewenang sekali lagi, -untuk selamanya.Mari menjadi kita yang abadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laung Jiwa (Dalam Satu Semesta)
PoesíaAku, Kamu, Dia, Mereka, Kita. Kompilasi dari entah apa dalam satu semesta. titikduatutupkurung --------- Copyright 2018 - uptouwaelah