"Selamat datang Bamasya-dan lihatlah Akasa, bukankah dia terlihat lebih tampan dari terakhir kali berkunjung kemari. Oh, apakah itu si setengah malaikat murni? Dia sangatlah cantik." Seorang laki-laki tua dengan perawakan kurus itu merangkul bahu Bamasya. Keduanya terlihat seumuran, bedanya Bamasya masih kekar dan tegap sedangkan sosok dengan rambut hitam yang nampak memutih di beberapa bagian itu sudah renta.
"Darka, saudaraku. Aku merindukan Layang, dan kebetulan aku membawa tamu kemari." Bamasya dan sosok yang disebut namanya sebagai Darka itu berpelukan. Setelah melepaskan diri, Bamasya mengerling ke arah Sakha dan membalikkan tubuhnya menjadi menghadap Sakha dan Hanung sepenuhnya.
"Wah, wah, aku melihat wajah baru disini. Senang bertemu denganmu nona canti-" Vanesh yang turut melirik ke arah Sakha dan Hanung pun berlari kecil dengan membawa sekuntum bunga yang ia sembunyikan di balik mantel yang ia kenakan. Ia lekas berlutut dan menyodorkan bunganya kepada Hanung yang memasang ekspresi jijik.
"Vanesh, kau sudah gila." Pritha langsung menarik tangan Hanung hingga gadis bertubuh kurus itu terhuyung dan berada di belakang gadis yang juga mengambil mawar milik Vanesh dan melemparkannya ke sembarang arah.
"Oh, Pretty Pritha, aku tahu kamu cemburu tapi tidak usah begini di depan umum wahai istri pertamaku. Akukan jadi malu ketahuan ingin bermadu." Vanesh kemudian mendirikan tubuhnya lalu membersihkan celananya di bagian lutut yang terbalur pasir.
"Vanesh Diaphano, tolong jangan membuat keributan dan urus bisnismu. Banyak warga yang sudah menunggu daritadi dan kau hanya asik bermain-main dengan perempuan. Menyingkirlah, mereka tamuku." Kemudian beberapa warga menyeret Vanesh hingga kembali ke posisinya di tengah balai kota dengan sebuah kereta kuda yang membawa banyak barang.
"Kau sangat kejam paman!" Pemuda itu berseru dari kejauhan, sedangkan Darka hanya tertawa sambil mengelus kumis tipisnya.
"Baiklah, dimana tadi kita?" Darka bertanya pada Bamasya yang kemudian berjalan mendekati Hanung dan Sakha lalu merangkul keduanya dengan tangan kanan dan kirinya.
"Ini Hanung, dia memiliki tanda lahir penduduk Layang di bahunya." Kemudian Bamasya melirik ke arah Sakha. "Dan ini, Sakha Rindualam, apa kau mengingat surat-suratnya yang selalu membuat sahabat kita tersenyum sendiri?"
"Jadi kau sudah sebesar ini-perkenalkan, aku Darka Dimapa dan aku pemimpin sementara disini." Darka kemudian menghela napas pelan, "atau hingga akhir hayat."
"Apa kau tahu dimana ayahku?" Darka langsung mengerjapkan matanya mendengar ucapan pertama Sakha padanya. Laki-laki tua dengan sepasang iris abu-abu itu menatapnya dengan tatapan sendu.
"Jujur saja, tidak ada yang mengetahui pasti dimana ayahmu berada. Bahkan kami juga tidak bisa mengucapkan namanya, ada sebuah sihir penghalang. Seperti ada yang menyembunyikan insiden menghilangnya ayahmu-atau memang ia sendiri yang melakukannya." Kemudian Darka melangkah maju dan meraih pipi Sakha, lalu ia meneliti wajah pemuda itu.
"Kau sangatlah mirip dengannya, seharusnya kau bisa membukanya."
"Membuka apa?" Hanung bertanya, namun Darka tak menjawab.
Pria tua itu kemudian membalikkan tubuhnya dan berjalan lebih dulu ke arah Vanesh. Setelah berbicara beberapa waktu, meninggalkan kelima pendatang itu membeku, pembicaraan keduanya terhenti dan orang-orang Vanesh langsung membereskan barang bawaan mereka. Kereta kudanya dipinggirkan ke tepi, sehingga sebuah kolam air mancur pun terpampang nyata di hadapan. Sakha dan Akasa menganga melihat pemandangan di balik air mancur yang lebih menakjubkan. Sebuah mansion besar yang nampak mewah, berbeda seratus delapan puluh derajat dengan rumah-rumah warga yang kelihatan kuno.
"Bangunan apa itu? Terakhir kali aku kesini, sepertinya tidak ada yang semewah ini?" Akasa bertanya dengan wajah yang cerah dan berseri-seri. Nada bicaranya sedikit berteriak. Setelah melihat berbagai bangunan rumah membosankan, Akasa jadi bersemangat melihat rumah mewah di hadapannya.
YOU ARE READING
Sakha dan Batu Angkasa
خيال (فانتازيا)Sakha tumbuh dan besar bersama ayahnya di sebuah desa kecil bernama Desa Layang. Ia terpaksa meninggalkan kampung halamannya tersebut untuk melanjutkan pendidikan di ibu kota. Setelah beberapa tahun berlalu, Sakha tiba-tiba hilang kontak dengan ayah...