7 - Nestapa

6 1 0
                                    

Siang ini Thea tak melihat ada tanda-tanda Ata datang mengunjunginya, bahkan hingga pukul 3 sore tak nampak sama sekali perawakan lelaki itu. Thea bergegas menghabiskan korannya sebelum pukul 4 karena masih ada tanggungan kudapan yang perlu ia ambil. Setelah selesai membereskan koran-korannya, tiba-tiba si pedagang menghampiri Thea dengan membawa sobekan kertas berwarna cokelat. "katanya aku perlu memberikan ini padamu saat kau selesai dengan setumpuk koran itu, pastinya kau tau bila kertas ini dari lelaki yang biasa bersamamu," ucap si pedagang sambil mengulurkan kertas. Tentunya, sobekan itu dari Ata, siapa lagi lelaki yang beberapa pekan ini sering menemuiku selain dia. Isinya tak terlalu panjang, hanya 2 kalimat, "Sore ini pergilah ke pohon dekat danau tempat kau biasa ambil keranjang bundamu, kau akan menjumpaiku disana, jangan terburu-buru, aku akan menunggu hingga dirimu tiba. Ingat, bila hujan dan payung tak kau bawa, berteduhlah sebentar, aku tetap menunggumu walau sampai larut," – Altair Pandria Dewanata.

Untungnya sore itu cukup cerah, Thea bergegas meyebrang dan menuju beberapa warung tempat menitipkan kudapan. Sepertinya semesta cukup baik hari ini, kudapan bunda pun tak tersisa, Thea tak perlu mampir untuk memberikan sisa kudapan pada orang sekitar. Sesampainya di pohon dekat danau, Thea menghampiri Ata yang tengah duduk diatas batang pohon di pinggir danau. "Untuk apa kau menyuruhku kemari," tanya Thea. "Sepertinya kau cukup antusias, usap dulu peluhmu itu, bukannya diriku telah sampaikan bila jangan terburu-buru? Kau tetap ku tunggu walau sampai larut Althea," ucap Ata sambil mengulurkan sapu tangan pada Thea. Saat Thea sedang sibuk mengusap peluh di pelipisnya, Ata pun sibuk mengorek sesuatu dari dalam tasnya. Tak lama kemudian Ata mengeluarkan lolipop warna warni yang ukurannya cukup besar dengan diameter 20cm dan berisikan lebih dari 5 macam warna. "Ha? Tumben sekali membawakan lolipop, mana lilymu, biasanya kau selalu membawa lily," ucap Thea.

"Hari ini aku ingin kau mendapatkan banyak macam warna dan bukan hanya warna putih milik lily yang selalu kubawa. Lolipop ini salah satu contoh benda yang memiliki beragam warna dengan beragam rasa, bukan hanya manis tapi ada pula masam. Aku ingin kau merasakan keduanya," jawab Ata. "Hei sang pujangga, kenapa hari ini kau nampak puitis sekali, tentu ada maksud lain dibalik lolipop ini," Thea menunjuk Ata dengan ujung lolipop yang tepat menghadap Ata. "Tak ada maksud aneh-aneh, aku hanya ingin kau rasakan pula rasa manis lolipop itu, kau kan seringkali rasakan pahit dan masam, kini kukenalkan rasa manis yang jarang kau jumpa." Thea masih tak terlalu paham dengan perumpamaan Ata, memang terkadang otak Thea tak dapat memproses dengan cepat.

Tanpa pikir panjang, Ata menarik Thea lebih dekat ke pinggir danau, "teriaklah sepuasmu, disini cukup sepi, aku pun akan menutup telinga bahkan bersedia jika kau menyuruhku enyah dari sini. Thea, apapun yang sedang menumpuk di benakmu, luapkan saja agar rasa lega sedikit menyertaimu. Mungkin hal yang menumpuk itu takkan berkurang dari benakmu, namun setidaknya kau memiliki wadah untuk sedikit meluapkan rasa sesakmu," ucap Ata sambil menepuk pundak Thea. Tak ada salahnya Thea mencoba anjuran Ata, Thea bersiap untuk teriak dan Ata menyiapkan kedua tangannya untuk menutup telinga dengan rapat. Namun, Thea memilih untuk membiarkan Ata mendengarnya, "pinjam tanganmu, kau tak apa bukan? Bila aku meminta dirimu menemaniku, kau pun bisa meneriakkan apapun hal yang sedang kau pendam saat ini," Thea menggandeng tangan kiri Ata dan mereka pun teriak sekencang mungkin sampai kerongkongan kering dan terbatuklah keduanya.

Thea baru paham bila Ata ingin dirinya melihat dunia bukan hanya hitam-putih, ada banyak warna lain yang mungkin dapat membuat Thea lebih tenang. Thea hanya perlu sedikit membuka dan memberikan kesempatan warna lain itu masuk dalam kehiupannya, bisa saja Thea akan menemui rasa manis, bukan hanya rasa pahit dan masam. Ata termasuk warna baru dalam hidup Thea, dan sepertinya rasa manis itu juga dimiliki Ata. Setelah puas meneriakkan segala macam umpatan dan sumpah serapah, Thea merasa sedikit lega dapat meluapkan emosi yang tekah bertahun tahun terpendam karena tak pernah temukan wadah untuk meluapkan. "bagaimana rasanya sekarang? Apakah dirimu merasakan hal yang berbeda? Althea, rangkaian perjalanan hidup pasti memiliki ketidakadilan di dalamnya, pasti ada barangkali secuil memori kelam yang cukup menorehkan lara. Tak ada satupun yang dapat disalahkan, tak ada gunanya pula menyalahkan keadaan. Toh keadaan tak mungkin kacau bila manusianya tak mengacau. Bagian terpentingnya, kau sudah hebat sampai pada titik ini, masih bisa membantu mencukupi, bahkan tetap tangguh walaupun hati dan pikiran kesana kemari."

"Althea, kau salah satu perempuan tangguh yang pernah kutemui, bahkan tak ada perempuan sepertimu di dalam buku yang kubaca selama ini. Tuhan sangat baik memberikanku kesempatan untuk bertemu dan mengenal dirimu, kau hebat Althea, kau kuat," ucap Ata tanpa memandang Thea. Baru kali ini Thea menemukan orang asing yang entah dari bahan apa hatinya terbuat, Ata selalu memberikan rasa aman pada Thea, ketulusannya membuat Thea yakin bila Ata tak pernah sekalipun ada niatan buruk padanya. Mungkin Tuhan ingin memberikan rasa manis lewat Ata, dengan bumbu-bumbu romansa, Ata menjadi sosok yang benar-benar menginspirasi Thea. "I think we should have one person at least that makes us feel like we're never alone, and that's Altair pandria dewanata, lelaki yang saat ini tepat berada disampingku," ucap Thea dalam hati.

Dua pekan berlalu, Thea seperti mendapatkan penawar raut murung di wajahnya selama ini, seakan ada hal yang selalu membuat Thea tersenyum walau hanya sesekali diperlihatkannya pada Tessa dan Carlos. Melihat tingkah Thea yang kian tak wajar, kedua sahabat Thea itu tiada henti menjadi conan dan mengawasi setiap tingkah laku Thea, bahkan Thea sempat memergoki mereka mengintai Thea dari seberang jalan saat menjual koran di hari minggu. Tentu saja mereka berdua tak mungkin sepintar conan, gerak gerik mereka, apalagi suara cempreng Tessa dengan mudahnya dikenali oleh Thea. "Seru juga ya, bermain petak umpet di sebelah sini, sayangnya tingkah bodoh kalian ini membuatku yang sedang berjaga dapat dengan mudah menangkap kalian berdua," ucap Thea sembari menepuk punggung Carlos dan Tessa. Kedua sahabat Thea hanya membalas dengan senyum lebar dan mengangkat 2 jari mereka. "Pasti kau tahu maksud kita disini, kita hanya ingin melihat kiranya siapa manusia yang dapat membuatmu termenung sambil mengeluarkan senyum lebih dari sekali dalam satu hari," ucap Tessa.

"Namanya Altair, pulanglah kalian, udara di siang bolong tak cocok untuk kalian yang biasa menarik selimut di siang hari," Thea menyarankan kedua sahabatnya pergi dan menjanjikan mereka untuk bertemu dengan Ata secepatnya. Tessa dan Carlos pun gagal bertemu manusia yang membuat Thea tersipu dan salah tingkah beberapa hari ini. kedua sahabat Thea ini memang tak cukup pintar perihal mengorek-ngorek informasi, apalagi bersembunyi. 2 tahun lalu, saat Thea absen beberapa hari dari sekolah, mereka pun gagal mengendap untuk melihat kondisi rumah Thea, justru Nara memergoki mereka jongkok di semak-semak dekat pagar dan Thea bergegas memukul mereka berdua karena terlalu bodoh dalam bersembunyi.

Namun, kali ini mereka sepertinya tak gagal sepenuhnya, saat Tessa dan Carlos menghadang angkot untuk pulang, dari seberang jalan terlihat seorang lelaki membawa seikat lily dan buku menghampiri Thea. Mereka juga melihat Thea begitu sumringah karena datangnya lelaki itu. "Heh, itu rupanya si Ata, yang membuat Thea sedikit tidak waras beberapa hari ini, hebat juga lelaki itu, dia mampu meluluhkan srigala," ucap Carlos sambil terkekeh. "sekarang aku cukup lega, sepertinya Thea mendapat sandaran yang membuatnya lebih dihargai, semoga tak ada lagi niat-niat untuk bunuh diri dalam benak Thea karena kini ada orang lain yang menganggapnya istimewa dan berharga," ucap Tessa. Melihat Thea yang cukup gembira, Tessa dan Carlos pun bergegas pulang dan tak ingin lagi mengganggu sahabatnya itu.

RUANG LIMINALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang