Minta Maaf

7 7 2
                                    

Ting Tong Ting Tong (bel istirahat berbunyi)

“Oh iya Feronicha, kenapa Dhian tidak hadir hari ini?” tanya Ibu Mar pada Fey, dia kana ketua kelas.

“Dia sakit, bu!” yang jawab malah si Ryan, pacar si Dhian. Dhian penyelamat harga diriku, entah kenapa aku anggap dia menjadi temanku karena membantuku agar aku tidak selalu diejek-ejekin berpasangan dengan Ryan atau hanya sekedar menikmati suasana.

“Cieeee... suit suit! Jangan sedih broh”

“Tenang. Dhian gak ke mana-mana, haha”

Ibu Mar hanya tertawa kecil mendengarnya. Sudah terbiasa dengan kelas yang sok dewasa.

Aku hanya senyum karena tidak ada lagi yang memanggilku dengan nama orang lain. Lain kisahnya, itu berawal dari Orientasi Murid Baru saat kelas 1 SMP. Sampai datang Dhian sebulan kemudian.

“Baiklah. Kalau begitu, Vhina perkenalkan sekolah ini pada Ian ya. Itu saja” ini nih yang paling kuhindari.

“Berdiri. Beri hormat” arahan ketua kelas, Fey.

“Terima kasih, Ibu Guru” kami memberi hormat.

“Duduklah. Iya, sama-sama. Kalian bersemangat. Ibu permisi” Ibu Mar melangkah keluar, lalu

“Wiiiih, sekretaris kita akan PDKT pada akhirnya” si Kelly nih.

“Waaaah, apakah ada yang berhasil meluluhkan hati si Baja? Haha” si Jack, pendek imut dan Jail (pokoknya berat mengakuinya, dia memang imut)

“Aaargh, diam gak nih!?” aku teriak, tapi melirik ke Rei (?) Maksudku apa OMG!

“Vhin, kamu bisa kan?” tanya si Fey memastikan kalau aku tidak keberatan. Aku benar-benar keberatan woy (T_T)

“Ahaha, iyakan. Gue kan Sekretaris lu, Fey. Santai ajah” senyum terpaksa.

“ke kantin yuk!” ajak si Kenny.

“Aku lagi badmood nih, kalian duluan ajah” aku malas ke mana-mana.

“Yeee, dia pasti mau dibeliin hotdog.” Si Lydia
“Pasti ke kantor pak Harry lagi, andalan” goda Jeanny.

“udah yuk buruan” si kacamata Dwy
Pergilah mereka para cewek ke kantin. Aku masih melamun ke arah jendela sambil mengeluh.

‘Mami kelamaan datangnya. Mana Paman masih di kampung lagi. Kasihan Alex bolak balik buat antar jemput para bocah rumahan. Huuft’

“ah iya!” aku menampar kedua pipiku, teringat kebiasaanku. Tapi, aku ditatap heran oleh dua pasang mata yang masih duduk berdampingan.

OMG!

“Lu gak apa-apa, Vhin?” ini Rei yang nanya woy.

“Ahaha, aku sehat wal afiyat kok. Hehe” aku langsung berdiri dan berjalan ke arah pintu keluar. Sebelum itu, aku berhenti tepat di depan meja nya.

“eh murid baru, jangan pulang abis pelajaran. Ingat!” aku melihat matanya kaget, tanpa melirik ke Rei aku langsung pergi.

“Tunggu, nama gua Ian bukan Murid Baru” si Ian membuat langkahku terjeda 3detik lalu melangkah laju.

Kantor guru khusus laki-laki_

Tok tok (suara ketukanku)

Pintunya terbuka.

“pak Harry, ada anak asuh lu datang haha” goda pak Andrea.

“Vhina, masuk lah” pak Harry memang Pak Guru favoritku. Walau mata pelajaran yang dia ajar kubenci. Fisika dan Kimia. “Ada apa, hm?” tanyanya.

“Itu, aku ada keperluan sama Pak Andrea” aku berbalik, menyampinginya.

“Waah, pak Harry dicampakkan. Haha”

“tumben, kalem. Biasanya langsung teriak jujur-jujuran. Kok?”

“pak Harry, saya kan sudah sedikit dewasa”

“Bhaha, sorry. Iya iya, Vhina kita sudah sedikit dewasa, ada apa?” pak Andrea penasaran.

“begini, selama ini saya selalu blak-blakan ngeluh ini itu. Mulai dari minjam motornya kalian atau ngumpat pilkas (pilih kasih) atau apalah. Maafkan Vhina!” aku nunduk pada mereka berdua, spontan mereka berdua berdiri dan mendekat.

“wah wah, duduk dulu Vhin. Tenanglah. Mau teh? Atau kopi?” Sepertinya mereka tukar kode.

“kamu kenapa? Ada masalah di kelas? Kalau saya, tidak masalah karena sudah terbiasa berkat Vhina” senyum pak Harry.

Aku mencicipi teh yang di sediain. Ini bukan ruang konsultasi untuk murid bermasalah. Kenapa aku minta maaf, kenapa bisa aku terlihat akrab dengan mereka, kenapa juga aku ngeluh.

Mereka berdua duduk di sofa, tepat di depanku. Mereka bergantian saling tatap khawatir. Aku malah ingin tertawa.
Pelan-pelan aku meletakkan gelas di meja, lalu memasukkan kedua tanganku di saku hoodieku, berdiri dan berkata.

“pak Harry, kemarin aku teriakin dari kelas dengan kata-kata yang tidak sopan. Maaf!” aku nunduk, lalu “pak Andrea, kemarin aku ke tempat fotocopy bersama Fey pake motornya bapak. Tapi saat ingin belok ke kanan, saya menjatuhkannya tanpa mengakuinya. Maaf!” aku nunduk lagi (kemarinnya orang Jawa)

“Mengagetkan saya saja, itu tidak apa-apa Vhin” kata pak Andrea.

“Terima kasih pak, hehe” aku duduk kembali, bagaimana dengan pak Harry (?)

“kenapa Vhina membenci pelajaran yang saya bawakan” ternyata inilah yang membuatnya berfikir keras.

“tapi, saya tidak membenci bapak kok hehe” aku tersenyum dan akhirnya kami tertawa . Tiba-tiba

Kryuuuk (suara perutku)

“Vhina, ambillah potongan pizza di meja sebelum pergi” tawar pak Harry.

“hehe, siap pak!” aku pun pergi meninggalkan kejadian aneh.

Alasan kenapa aku begitu akrab dengan kedua guru tersebut. Pertama, mereka tampan. Kedua, mereka hanya beda 10th dariku. Ketiga, mereka humoris suka bercanda dengan murid-muridnya. Intinya, mereka itu alumni kampus yang disuruh ngabdi di suatu sekolah seperti KKN.

Aku dan Si PlayboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang