16

35.6K 2.8K 34
                                    

"kok tutup ya gus?" Tanya Salwa setelah mendapati tempat catering itu tutup.

"Ya mana saya tahu, bukan saya yang punya tempat cateringnya" jawab Raka datar.
Memang benar sih , tapi bukan itu jawaban yang di inginkan Salwa.

Salwa melangkahkan kakinya mengitari bangunan itu, bangunan yang tak terlalu besar.
"Assalamualaikum Permisi" panggil Salwa berharap ada orang yang keluar.

"Assalamualaikum" tambahnya sembari mengetuk pintu rumah pemilik catering.

Salwa menghela nafasnya, dan berjalan kembali mendekati Raka yang masih setia duduk di atas motornya.

"Waalaikumussalam umi" ucap Raka pada Fatimah yang berada di sebrang telpon.

"......."

" Oh , iya umi" jawab Raka yang justru membuat Salwa semakin penasaran dengan apa yang mereka bicarakan.

"........."

"Iya umi , waalaikumussalam" ucap Raka sembari menutup telponnya dan memasukkannya kembali ke dalam saku jaketnya.

"Yuk" ajak Raka sembari bersiap memutar motor yang sudah ia tumpangi.

"Kemana gus?"

"Pulang" jawab Raka singkat padat dan jelas.

"Loh? nggak jadi ngambil catering?"

Raka menggelengkan kepalanya. " kata umi tadi udah di bawa ning Ita sekalian." jelasnya singkat sembari menyalakan motornya.

Salwa menganggukkan kepalanya paham dan segera naik ke atas motor matic putih itu.

*****

"Ustadz" panggil Novi pada Ilham yang masih sibuk menyambut tamu undangan.

Ilham memalingkan wajahnya seolah tak melihat Novi yang benar-benar berada tak jauh darinya.

"Ustadz" panggilnya sekali lagi

Lagi-lagi Ilham hanya mengabaikan Novi, namun tidak dengan Zidan yang berada tepat di samping kiri Ilham.

"Eh terong goreng, lo budek ya?" Cletuk Zidan yang sudah merasa muak melihat tingkah Ilham dan Novi.

"Dasar dua manusia biadab." gumam Ilham yang masih bisa di dengar Zidan

"Kurang ajar lo ngatain gue, sini duel kita!" pekik Zidan sembari menyingsing lengan baju kokonya, Zidan segera memasang kuda-kuda untuk menyerang Ilham yang masih tak mempedulikannya.

Zidan menghela nafasnya, merasa aneh karena Ilham tak bereaksi apapun dengan apa yang ia lakukan.
"Lo kenapa sih pren?" Lanjut Zidan serius.

"Masih marah sama masalah hello Kitty yang kemarin ya ustadz?" Sahut Novi tanpa rasa bersalah.

Zidan menatap Novi dan Ilham secara bergantian, ia mengernyitkan keningnya dan bersedekap dada menatap keduanya yang kini hanya saling terdiam.
"Hello kitty apaan sih? Dari kemarin hello Kitty mulu?" Tanyanya kesal.

"Itu , kemarin Il-" Novi buka suara yang langsung dihentikan oleh raupan tangan Ilham.

"Stop, lo bicara lagi pulang lo ke rumah orang tua lo." sahut Ilham yang masih belum melepaskan tangannya.

Novi hanya menatap ilham dengan polos, sementara Zidan dibuat semakin bingung dengan tingkah Ilham, karena seperti yang sudah semua orang ketahui,

Ilham ini sikapnya hampir sama seperti Raka, yang sangat anti menyentuh wanita yang bukan mahramnya. Terlebih ini seorang Novi.

"Astaghfirullah" ucap Ilham setelah sadar tangannya meraup bibir mungil Novi.

*****

Pandangan Raka masih fokus pada aspal jalanan yang menemani perjalanannya dengan Salwa, di temani dengan semilir angin malam yang sejuk.

Rintik hujan jatuh tak beraturan membasahi kota Surabaya untuk yang kedua kalinya di malam ini, entah mengapa cuaca hari ini sangat tak mendukung.

Raka semakin mempercepat laju motor matic putih yang sudah agak tua itu, " Gus, nggak neduh dulu?" Tanya Salwa sembari berlindung di balik punggung Raka.

"Nggak"

"Ini udah mulai deras loh gus"

Hujan memang semakin deras, dengan terpaksa Raka segera menepi ke tepi jalan yang kebetulan ada sebuah toko tutup di sana, Raka dan Salwa akhirnya meneduh di teras toko itu untuk beberapa saat sampai hujan agak reda.

Salwa mengulurkan tangannya menembus hujan, ia memandangi setiap tetes hujan yang membasahi telapak tangannya dan sesekali memandang Raka yang tengah meneduh di belakangnya.

Salwa berjalan mendekati suaminya yang terlihat tenang menunggu hujan reda. Salwa menyandarkan tubuhnya dibangunan toko yang terlihat agak tua itu. Ia mengusap kedua lengannya yang terasa menggigil karena hembusan angin.

"Nih" ucap Raka sembari menyodorkan sebuah jaket pada Salwa.

Salwa hanya diam menatap lekat jaket yang kini ada di hadapannya dan Raka secara bergantian.

"pakek" titah Raka tanpa memandang Sakwa yang kini terfokus padanya.

"Gus pakek apa?"

"Kamu yang lebih butuh, lagipula nanti kalau kamu sakit pasti umi bakal nyalahin saya karena nggak bisa jagain kamu." jelasnya yang kini memalingkan wajahnya.

Tanpa pikir panjang Salwa segera mengambil jaket yang ada di hadapannya dan segera mengenakannya.
Rasanya jadi lebih hangat saat ia mengenakan jaket milik Raka

Salwa tersenyum dan menatap Raka.
"Berasa dejavu ya gus?" Celetuk Salwa.

Lagi-lagi Raka hanya diam tak memberi respon dan masih memalingkan wajahnya.

*****

"Loh Ham, Raka sama Salwa belum pulang?" Tanya Fatimah yang tak kunjung melihat batang hidung dua orang itu.

"Ilham sih belum lihat umi, mungkin masih di ndalem umi, biasa pengantin baru" gurau Ilham agar Fatimah tak merasa cemas.

"Nggak ah, tadi umi baru dari rumah kok, mereka nggak ada di rumah." Sahut Fatimah.

Ilham hanya menggelengkan kepalanya, pasalnya ia sendiri juga tidak tahu keberadaan Raka dan Salwa sekarang.

"Mungkin mereka masih neduh umi, kan masih hujan. Tadi Zidan juga liat gus Raka bawa motor, mobilnya aja masih ada di garasi umi." Sahut Zidan yang baru datang sembari melipat payung yang baru saja ia gunakan.

Ra.Sa (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang