Mamaku sangat excited menyambut tamu pentingnya. Siang hari sebelum kedatangan tamu istimewa itu, mama sibuk menyiapkan berbagai macam makanan dan camilan. Huft seperti ada hajatan saja. Dan sialnya, aku diseret dan dipaksa membantu mamaku untuk membuat roti kering yang sangat diagung-agungkan mamaku.
"Aku yakin Jungyeon dan keluarganya akan suka roti kering buatan kita" kata mamaku sambil menguleni adonan untuk kedua kalinya.
"Ma, aku akan keluar sebentar. Tae, mengajakku main" suara Jimin oppa yang cempreng beradu dengan suara mesin pengocok telur yang berada di tanganku.
"Kaya anak SD aja main. Tapi ingat jam 7 harus sudah di rumah".
"Ma, aku sudah besar okay? Aku bisa pulang ke rumah di atas jam 9 malam" timpal Jimin oppa menawar.
"Coba saja, semua pintu akan mama kunci dan akan kuadukan pada ayahmu jika kamu pulang malam". Aku terkekeh mendengar mamaku yang sangat tegas mengenai jam malam. Padahal oppa adalah laki-laki tapi mama tetap idealis dengan aturan itu.
"Hei, anak pungut matikan suara mesin kocok itu aku sedang bicara dengan mama" kata Jimin oppa sensi karena melihatku tertawa.
"Hey, language!" tegas mama dan berhenti menguleni adonan. Asik, akan ada tontonan gratis di depan mataku.
"Mamaku sayang, aku bukan anak gadis kemarin sore. Aku laki-laki dewasa dan sudah berumur 22 tahun. Aku hanya ingin pulang tidak lebih dari jam 9 malam" mohon jimin oppa dengan muka yang dilebih lebihkan.
"Mau umurmu 40 tahun. Di mata mama, kamu tetap bayiku Jimin. Jam 7 atau tidak keluar rumah sama sekali"
"Fine" teriak jimin oppa seperti cewek abg yang sedang pms. Well, itu tadi cukup menghibur walaupun kurang adegan jambak menjambak rambut yang mana tidak mungkin Jimin oppa berani menjambak rambut mama.
.
Malam yang kelabu datang. Tante jeongyeon membawa arak-arakan masa ke rumahku :)) yang ternyata adalah semua adalah anggota keluarga Jeon. Bisa ditarik kesimpulan jika tante jeongyeon dan suami sangat memegang teguh pelestarian keturunan.
Jungkook ternyata bukanlah anak pertama. Dia adalah anak ke 4 dari 5 bersaudara, yang artinya tonggak penerus keluarga jeon bukan di tangannya. Kakak pertamanya adalah seokjin oppa, kakak keduanya adalah yoongi oppa, kakak ketiganya adalah wonwoo oppa dan adiknya adalah soobin-ie. Ya, kelima-limanya adalah laki-laki dan semuanya amat sangat rupawan.
Saat tante Jungyeon baru datang, mama langsung menariknya ke dapur untuk diajak bergosip ria. Aku ingin ikut untuk menghindari Jungkook tapi dilarang dengan dalih mereka akan membicarakan urusan orang dewasa. Aku 21 tahun, aku sudah dewasa. Sekelebat ingatan tadi siang tentang kakakku yang krisis identitas dan umur terlintas di pikiranku.
Akhirnya aku memutuskan duduk manis di sofa pojok ruang dan mengamati ayah dan om Junghyun yang fokus bermain catur di meja depan tv. 4 Jeon bersaudara terlihat mendiskusikan sesuatu sambil duduk mengelilingi ayahku dan om Junghyun.
"Hai noona" suara cempreng kekanak-kanakkan mengalihkan atensiku dari om Junghyun dan ayahku yang bermain catur dan dikelilingi 4 jeon bersaudara. Walau fokusku sebenarnya hanya ke 1 objek bertato.
"Hai adik kecil" jawabku dan berusaha untuk tersenyum manis.
"Aku bukan adik kecil. Aku sudah SMA kelas 1"
"Oke maaf". Aku sangat malas membuat masalah dengan anak kecil apalagi saudara Jungkook.
"Soobin-ah jangan dekat-dekat nenek lampir nanti kamu dimakan". Jungkook berjalan ke arahku dan soobin dengan menenteng toples roti kering kebanggaan mamaku.
"Well, jika kamu tau akan dimakan oleh nenek lampir jika dekat-dekat dengannya harusnya kamu tidak mendekat. Bodoh" suara yang keluar dari mulutku terdengar sangat cetus berbeda dari apa yang kuharapkan. Padahal aku tahu Jungkook hanya bercanda.
"See! Galak kan, sana kamu ikut main uno seokjin hyung" kata jungkook sambil menarik adiknya berdiri dan dia duduk di sebelahku menggantikan Soobin sambil menikmati roti keringnya.
Kulihat Soobin berdecak dan berjalan ke arah hyung-hyungnya yang sudah sibuk bermain uno. Pasti sangat sulit menjadi anak terakhir di keluarga Jeon apalagi jika kau adalah adik seorang Jungkook yang menyebalkan.
"Aku tahu aku menyebalkan. Tapi aku manis kan?" Suara Jungkook membuatku tertegun.
Bagaimana dia biaa membaca pikiranku? Apa dia punya kekuatan membaca pikiran seperti Edward cullen? Tapi level percaya dirinya barusan yang menyebut dirinya manis membuatku memutar bola mata. Apa dia keracunan roti kering yang kubuat dengan mamaku tadi siang. Aku sangat yakin tidak menambahkan racun ke dalam adonan.
"Hahaha funny Jungkook"
"Besok aku mengisi pensi dies natalis fakultasku. Datanglah" kata Jungkook beralih topik.
"Aku besok ada praktikum patologi umum jadi mungkin skip dulu"
"Aku akan bernyanyi. Apa kau tidak penasaran aku akan menyanyi lagu apa?" Suara jungkook terdengar agak kecewa atau ini kupingku yang sedang bermasalah.
"Well, lebih menarik jika aku melihatmu ngedance lagu fake love dari BTS hahaha" Kataku mencoba membuat lelucon tapi gagal karena Jungkook hanya melihatku aneh dan tanpa mengucapkan sepatah kata pergi dan meninggalkan toples roti kering di sofa sebelahku menuju Jimin oppa yang baru pulang.
Entah kenapa ada rasa menyesal yang menjalar dalam diriku. Harusnya aku menerima ajakan Jungkook untuk menonton aksi bernyanyinya di panggung. Aku sadar jika hal itu amat penting baginya.
'Jihyo, kau memang bodoh. Seperti kata Mina, kau suka berbohong bahkan pada dirimu sendiri' batinku sambil menatap Jungkook yang sedang bercengkerama dengan Jimin oppa di sebelah hyung dan adiknya.
.
TBC