Kata mereka

12 7 0
                                    

Dengan segala kerendahan hati yang sedari dulu ia keluarkan, hari ini adalah hari yang terburuk.

Memang, apa salahnya hingga mendapatkan perlakuan yang seperti ini? Ia tidak paham sedikitpun, pernahkah ia membuat mereka kecewa ataupun mengundang amarah? Pernahkah sang ramanda dan pertiwi memiliki masalah dengan orang lain?

Mengapa harus ia yang menjadi tumpuan segala pikiran dan perkataan sarkasme itu?

“Rayu! Bukankah kamu menikah dengan Meru dari empat tahun yang lalu, mengapa saya belum pernah melihat kamu kewalahan karena bayi?”

“Rayu apa Meru tidak memiliki niatan untuk mencari yang lain mengingat kamu tiada tanda memberinya keturunan?”

“Mengapa Meru menjalin ikatan dengan seorang pedusi sepertimu yang bahkan kalah banding dengan ku?”

“Rayu apa kau tidak pernah berpikir tentang penilaian orang-orang terhadap suami mu itu?”

“Bagaimana bisa Meru jatuh cinta kepada seorang wanita berkekurangan sepertimu ini?”

“Mengapa Meru tidak memiliki niatan berpisah dengan wanita yang tak bisa hamil sepertimu ini, Rayu?”

“Jika saya menjadi Meru, sudah kali saya meninggalkan rumah tanpa melirik balik sedikitpun.”

“Ilmu macam apa yang kamu gunakan agar bisa membuat Meru bertahan?”

“Rayu mengapa kamu tidak menyerah saja dan melepaskan Meru agar bertemu dengan wanita yang bisa memberinya anak?”

Semua pertanyaan ataupun perkataan yang sekedar sindiran ia telan, pahit seperti jamu yang biasanya ia minum agar tubuhnya bisa subur seperti wanita di luar sana, tapi semakin lama semakin tidak sopan dan berakal pula lidah mereka.

Ia, harus menjawab apa?

Ia, harus menjawab apa?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mahasura Da MeruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang