Jika tidak ingat bahwa dirinya bukan siapa-siapa, mungkin saja mulut itu telah mengumpati atasannya yang dinilainya begitu bodoh. Bagaimana tidak? Tubuh mungil itu kini tengah panik bukan main mencari sesosok mungil lainnya di dalam sebuah rumah besar. Bagimana atasannya bisa melupakan dan meninggalkan anaknya sendirian yang masih bayi di dalam rumah? Memang dimana istrinya hingga dirinya yang diperintah untuk mengambil anaknya?
"Baby" panggil Renjun.
Ia tidak tahu siapa nama anak dari atasannya itu, Renjun hanya memanggil asal saja siapa tau ada sahutan dari anak yang ia cari. Netranya langsung tertuju pada sebuah pintu kamar dengan gantungan singa di depannya saat sampai di lantai dua rumah tersebut.
Renjun sedikit bernapas lega saat menjumpai anak tersebut ada dalam ranjang bayinya. Ia segera mengeluarkan bayi berusia dua tahun tersebut dan membawanya ke dalam gendongan. Beruntung anak itu tidak menangis walaupun telah ditinggalkan sang ayah selama dua jam lamanya, mungkin juga bayi berambut pirang itu baru terbangun dari tidurnya.
Lagi-lagi Renjun mengumpat dalam hatinya saat tidak menemukan sama sekali pelayan di dalam rumah besar ini. Apa mereka tidak mengecek setiap ruangan saat tuan mereka telah berangkat bekerja? Apa mereka memakan gaji buta? Tidak mungkin tuannya membayar murah dengan apa yang dikerjaan.
"Siapa namamu?" tanya Renjun saat memakaikan celana pada bayi tersebut setelah memandikannya.
"Molk" jawab anak itu dengan mengangkat sebelah tangannya ke atas.
"Mark?" tanya Renjun memastikan. "Baiklah, ayo kita ke daddymu"
Renjun menggendong bayi tersebut dan segera keluar dari rumah untuk kembali lagi ke kantor. Mengapa tuannya tidak menyuruh sekertarisnya yang jelas-jelas mereka telah saling kenal? Berbeda dengan dirinya yang hanya seorang anak magang disana, bahkan baru satu minggu berada di perusahaan tersebut.
Renjun kembali ke kantor dengan menggunakan taxi yang sedari awal ia pesan. Setelahnya ia segera menuju lantai dimana tempat ruangan pemilik perusahaan berada. Setelah mengetuk pintu dan mendengar perintah untuk masuk, Renjun segera membawa Mark untuk masuk.
"Ini tuan" Renjun memberikan bayi tersebut kembali pada ayahnya.
"Kau memandikannya?"
"Iya"
"Bagaimana bisa?"
"Karena saya bisa"
Sang tuan yang terkenal dengan tatapan dinginnya itu terlihat terkejut dengan keberanian Renjun yang menjawabnya tanpa rasa takut. "Ya sudah, terima kasih"
Renjun menunduk hormat lalu berjalan keluar dari ruangan yang berada tulisan Mr. Jung disana, meninggalkan ayah dan anak yang kembali berkumpul. Ia kembali menuju ruang devisinya yang berada di lantai empat gedung perusahaan ini. Penampilannya sedikit tidak rapi sekarang karena berlarian mencari anak atasannya tadi.
"Sudah?"
"Aish, jangan selalu mengagetkanku!" kejutnya saat masuk ke ruangan dan mendapatkan pertanyaan dari kepala devisinya yang merupakan sepupunya sendiri. "Sudah" lanjutnya.
"Memang tuan Jung harus menikah agar kejadiaan ini tidak terulang lagi"
"Memang yang seperti ini sering terjadi?" tanya Renjun dengan dahi yang mengerut.
"Tidak, ini yang pertama. Tapi aku juga bingung mengapa kau yang diperintah untuk mengambil anaknya"
"Yang penting anaknya sudah ada bersamanya. Sekarang apa tugasku?" Renjun telah duduk di depan komputernya dan menunggu sang kepala devisi yang terlihat sedang beripikir.
KAMU SEDANG MEMBACA
TUAN JUNG | JAEREN
FanfictionHadirnya melengkapi setengah dari hidupnya yang hampa.