Oh, ada yang salah

7 3 1
                                    

Siapa aja nih yang nunggu?
Typo bertebaran, ya. Kalau kalian dapat, kasih tau dong.
Happy reading. Don't forget to vote and coment, please.

🍑

Asha pulang saat mamanya sedang tidak di rumah. Beruntung, karena ia tidak akan bersusah payah mencari alasan, kalau saja mamanya melihatnya berantakan begini. Ia segera mencuci seragamnya, besok harus di pakai kembali. Tapi sialnya, bau sampah itu masih terasa-padahal sudah di beri pewangi.

Dalam kamar yang luas baginya itu, ia merenungkan kejadian beberapa waktu tadi. Kenapa harus dia yang jadi korban, jelas-jelas dia tidak mengenal siapa mereka. Saling bertegur sapa saja tidak pernah. Dan yang terus berputar di pikirannya, apa hubungannya mereka dengan Erza dan Asta, sampai dia di ikut campurkan.

Pikirnya mulai dongkol, akan mengadukan tindakan ini ke dewan guru. Tapi dengan cepat kembali lagi, mengingat hal ini sudah pernah di alaminya juga, walau lebih parah. Paling tidak si pelaku akan di beri skorsing, tidak ikut menjamin akan di ulangi lagi atau tidak.

Terkadang ia berpikir, andai ia menjadi anak populer-di sukai banyak orang. Tidak akan ada cerita kalau ia dirundung. Lalu juga, adanya mereka berani merundung orang lain yang mereka anggap lebih rendah kastanya dari mereka, itu bisa juga berawal dari mereka ingin menonjolkan diri agar terkenal. Begitu, kah? Lalu, jika ia menjadi salah satu perundung, apa akan memikirkan ini? Kalau sampai berpikir seperti ini, pastinya ia tidak mungkin merundung.

Pikiran ini akan muncul saat menjadi korban. Kalau yang berulah bisa saja tidak, atau mungkin juga berpikir seperti itu. Tetapi melihat posisi dia sekarang dan apa yang di sekitarnya-membuatnya enggan untuk menghentikannya-walau sebenarnya dia tahu semua itu sia-sia.

Notifikasi hp membuyarkan lamunannya. Semenjak ia di gabungkan dalam grub angkatan, hp nya jadi sedikit lebih ramai dari yang biasanya cukup ia anggap ramai. Ternyata dari Nesia.

Nesia

Dear,
Jalan, yuk!
Gue udah di depan rumah lo nih :)

Tapi, mama aku lagi enggak dirumah.
Enggak mungkin aku langsung pergi aja.

Gitu, ya.
Bisa keluar bentar enggak?
Gue di depan nih, soalnya.

Asha bergegas turun dan keluar. Benar saja, di depan gerbang Nesia melambaikan tangan dan melempar senyum ramah padanya.

"K-kok kamu tahu rumah aku?" tanyanya, sambil membukakan gerbang.

"Data dari OSIS. Gampang aja sih dapatnya," jawabnya. Asha mempersilakannya masuk, ya walau hanya duduk di kursi depan rumah.

"Andai lu bisa keluar, kita jalan-jalan. Kalau lu tanya Adeena sama Citha di mana? Entah ketiban apa mereka sibuk barengan. And, gue inget masih ada lu. Gue bukan berarti dateng pas gabut aja, ya. Gue inget lu sebagai temen gue juga, dan kalau misalnya Adeena atau Citha jadi ikut, ya gue bakal ajak lu juga."

Asha tertegun, Nesia begitu to the point padanya. Kalau di kata sebagai teman, mereka bisa di bilang baru sebatas teman sekelas-belum begitu akrab. Walau dari keseluruhan teman sekelas, merekalah yang lebih dekat dengannya. 

"Serius ini, enggak bisa keluar?" tanya Nesia, dan ini sudah kesekian kalinya.

"Iya, Nesia ... Aku tidak boleh keluar." Masih dengan jawaban yang sama. Dengan sedikit rasa kecewa, Nesia pamit untuk pergi-ya, jalan-jalan sendiri adalah rencana terakhir. Walau, sejujurnya akan lebih menyenangkan jika ada yang menemani. Sebelum keluar dari gerbang, Nesia membalik badan-tak lupa dengan senyum ceria khasnya yang menampakkan gingsulnya, sangat manis.

"Kalau gue mau keluar, boleh ajak lu, kan?" tanyanya dengan penuh harap dari senyum manis itu. Gadis di hadapannya terlihat menimbang-nimbang, lalu menjawab, "Kalau Aku di bolehin, ya?" Itu terasa seperti penyataan yang di gantungkan. Tapi, apa boleh buat? Dari dalam lubuk hati yang paling dalam, berharap agar akan ada banyak waktu untuk mereka. Setidaknya tidak akan kesepian. Ingat bagaimana situasinya sebelum ia pindah ke rumah baru itu? Itu sangat mengerikan, ia selalu pasrah dengan takdir, tanpa berani berbuat sedikit perubahan agar ia lebih bahagia.

Seketika ia ingat dengan seragam yang dicucinya. Firasatnya mengatakan kalau mamanya akan segera pulang. Harapnya bau itu akan hilang, ingat berapa takar cairan pewangi yang dia pakai. Syukur baunya sudah hilang, tapi warnanya seketika jadi kusam lantaran panas matahari dan setrika-padahal baru beberapa hari ia sekolah. Dia sudah membayangkan bagaimana kalau mamanya menyadarinya? Pertanyaan apa yang akan terlontar darinya? Apa yang akan dia jawab? Ini semua karena mereka. Tergerak keinginannya untuk mengetahui lebih lanjut tentang sekolahnya. Jujur, ia merasa aneh dengan dirinya sekarang, tapi cepat ia mengelakkan dengan pikiran 'ini adalah awal dari dirinya baru, yang harus lebih kuat'.

Beberapa situs tentang sekolahnya ia ketahui dari Citha, bahkan sosial media tidak resmi dari sekolah pun ia telusuri. Banyak berisi tentang para visual sekolah, siapa lagi kalau bukan ketua dan wakil OSIS. Pujian membanjiri kolom komentar-bahkan dari pelajar di luar sekolah. Ternyata mereka sudah terkenal sejak di bangku sekolah menengah pertama, tidak heran kalau di masa ini mereka seperti artis. Potret saat mereka menoleh saat di panggil saja bisa jadi trending di sana, apalagi kalau tentang prestasinya?

Satu pesan masuk keponselnya.

Citha

Jangan kaget kalau isinya
dari pengemar Alegion😚.
Nih, ada link haram lagi😂
tapi isinya enggak tau, belum
pernah buka soalnya.
Masih baru, tapi followersnya udah
Banyak aja.
//send a link

Terimakasih banyak, ya😇

B aja kali, kalau butuh
apa-apa bilang aja. 😉

Tentu.

Ia menyematkan pesan itu. Belum selesai ia dengan situs sebelumnya, walau isinya kurang lebih hampir sama. Dan di link kali ini cukup menarik perhatiannya, tentang mereka yang mengganggunya tadi. Mereka cukup populer dengan tren yang selalu mereka pakai. Semuanya kekinian, dan tak kurang pula paras mereka yang memang menarik. Dalam hatinya berkata, 'Andai berita tahu apa yang mereka lakukan padanya.'

Hampir semua artikel dia baca sampai matanya lelah, tapi ini cukup menarik untuk di lewatkan. Harapnya ia tidak akan berurusan dengan mereka lagi. Tapi perkataan mereka tadi cukup membuat harapan itu seperti tidak akan terwujud. Tentang mereka yang punya cukup kuasa, ia sudah pasti kalah. Dilihatnya buku-bukunya yang kotor. Ia harus menyalinnya, daripada ia tetap menggunakan itu. Ingin mengeluh, tapi itu juga karena ia tak cukup berani. Ingat perkataan mereka, cukup jauhi para visual itu-pikirnya akan membuatnya keluar dari ketidak nyamanan ini.

Satu pesan masuk, nomer tak di kenal.










.
.
.
.
.
Like-coment😉👍🏻

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

astAshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang