Bagian Satu - Alya Nadira

14 2 0
                                    

Nyatanya menyimpan rasa sendiri bukan hal yang baik - Alya.

Minggu. Hari yang sangat kami tunggu. Selain berlibur dari pekerjaan, di hari ini pun menjadi rutinitas berkumpul dengan teman.

Seperti biasa dari tadi subuh Meysa sudah merecoki kegiatan hari ini. Meysa memang selalu antusias jika bertemu dengan Alya. Sayangnya ia sudah menikah, jadi tidak sebebas dulu.

"Iya, ini aku bentar lagi otw. Sabar, Bu," jawab Alya. Ia masih sibuk dengan beberapa barang yang akan dibawanya. Ponsel yang sejak tadi menempel di telinganya pun tak hentinya nyala. Beberapa kali Meysa protes atas keterlambatan temannya ini.

"Pokonya 15 menit harus sampai. Gak mau tahu!" Meysa yang penuh penekanan. Dan percakapan mereka selesai. Sudah bisa ditebak saat bertemu nanti pasti Meysa tidak akan berhenti mengoceh. Siap-siap saja menyajikan beberapa alasan untuk membungkam semua keluh kesahnya menunggu.

Kemeja Lilac yang menjadi warna favoritnya membuat Alya terlihat dewasa. Alya segera menghidupkan motornya dan berusaha tepat waktu sampai pada tujuan.

Hanya telat lima menit. Alya menghela napas melihat beberapa chat yang datang asal dari sahabatnya itu.

Alya langsung menghampiri Meysa dengan senyuman tanpa bersalah. Ya, respon Meysa sudah ketebak.

"Perjalanan ke Turki, Bu? Lama, ya," gerutu Meysa dengan tatapan sinisnya.

"Ya, maaf. Bolehkan aku duduk, Mbak." Alya masih dengan cengengesannya. Apa boleh buat, Meysa tidak pernah bisa lama-lama marah pada sahabat tercintanya ini.

Cafe Indira. Menjadi salah satu tempat kami berdua untuk bertemu. Selain jaraknya yang tidak jauh, tempat ini menyimpan banyak cerita dari dulu.

"Vanilla late 2, Mas." Alya memesan minuman yang menjadi favorit mereka berdua juga.

Meysa masih sibuk memberi kabar pada suaminya. Sementara Alya menikmati lagu yang terus memutar mengisi kekosongan di cafe ini.

Lalu lalang manusia menjadi daya tarik sendiri. Kadang Alya ingin kembali ke masa lalu. Di mana ia masih dengan seragam putih abu-abu dan ha ha hi hi dengan cerita cerita lucu yang selalu dilontarkan teman-temannya. Sayang, mereka sudah sibuk, paling satu tahun satu kali kumpul semuanya.

"Bengong mulu. Jomlo akut gini nih. Makanya nyari laki ke, biar kemana-mana gak sendiri," gerutu Meysa dengan mengikuti arah mata Alya.

Ya, 23 tahun. Bagi Alya umur 23 tahun masih terbilang muda untuk menikah. Tapi, apa boleh buat lebih dari 80% temannya sudah menikah. Sementara ia sendiri boro-boro menikah. Punya teman dekat laki-laki pun tidak.

"Mohon maaf. Jomlo berkualitas," jawab Alya asal. Meysa hanya bergidik ngeri. Kadang heran, kenapa Alya bisa betah banget jomlo. Dirinya saja yang LDR rasanya sunyi sekali tanpa suaminya.

"Al, kamu gak ada niatan gitu menjalin hubungan? Atau mau aku cariin? Nanti aku minta Mas Reza cariin di kantornya. Kamu tuh, ih. Kamu tuh cantik, berpendidikan, berpenghasilan, pintar udah jelas. Coba apa yang kurang? Atau masih gagal move on? Jangan bilang." Meysa terus saja menjudge kejomloan sahabatnya ini. Pasalnya memang apa kekurangnya.

"Udah deh, aku ketemu kamu pengen ngilangin stres bukan nambah beban pikiran kaya gini. Gak tau deh, nanti juga kalau udah waktunya pasti ketemu. Sabar, aja," jawab Alya.

"Jangan NGADI-NGADI. Emang jodoh langsung turun dari langit. Di mana-mana juga ya usaha, Bu. Heran deh. Terlalu pemilih kayanya deh, benerkan?"

Alya hanya menggeleng pelan dengan sikap Meysa. Ada ya, sahabat yang heboh kaya gini.

Dua gelas vanilla latte datang dengan waiters yang gantengnya maksimal. Meysa mulai senyum usil.

"Mas, jomlo gak?" Tanya Meysa yang diiringi dengan pelototan Alya. Macam-macam ini manusia.

"Alhamdulillah saya baru saja nikah," jawab waiters tersebut. Alya hanya cengengesan melihat kejadian tersebut.

"Oh, gitu ya, Mas. Padahal teman aku jomlo nih. Kalau ada cowok sholeh, ganteng. Rekomendasiin, ya." Laki-laki itu hanya mengangguk pasrah.

Meysa memang punya tingkat ketidakwarasan yang di atas rata-rata. Ingin rasanya Alya menghilang melihat kejadian kocak sahabatnya ini.

"Sya, udah deh. Ya Allah malu tau."

"Usaha, Al."

Alya mengalah. Meysa bukan manusia yang gampang mengalah. Percakapan mereka semakin ngalor ngidur. Entah apa maknanya.

Selain ngopi di tempat tongkrongan, mereka menghabiskan waktu liburnya dengan berjalan menuju pinggiran kota. Sesekali masuk mall untuk melihat beberapa benda yang menjadi incaran.

Alya Nadira Nur Qolifah la seorang guru BK di sekolahnya. Selain menjadi Guru BK ia pun guru les untuk tingkat SMP. Sedangkan Meysa Putri Ahmad yang tidak lain sahabatnya, ia sibuk dengan bisnis onlinenya yang semakin berkembang.

Sejak perjalanan tadi, Meysa tidak hentinya menceritakan bagaimana kisah bucin dengan Mas Reza suaminya. Di awali dengan rengekan Meysa yang tidak siap LDR lalu salah paham atas rekan kerja suaminya. Kadang lucu saja dengan tingkah Meysa yang masih kekanak-kanakkan.

Kadang Alya berpikir. Meysa bisa dengan cepat menikah dan menemukan laki-laki terbaik. Tapi kenapa Alya belum? Apa benar Alya terlalu pemilih? Tapi rasanya tidak, karena Alya selalu terbuka pada siapa saja yang mau mendekatinya.
Atau mungkin hatinya masih tertutup?

Bayangan pria yang menjadi cinta pertamanya kian menguat. Sesekali Alya tersenyum mengingat kejadian lucu saat dia masih SMA dengan cinta pertamanya.

"WHAT!" Meysa yang tiba-tiba berhenti.

"Ada apa, Sya?" Alya ikut panik. Bagaimana tidak, Meysa yang tiba-tiba teriak dengan tangan menggenggam erat Alya. Tangan kanannya fokus pada ponsel yang sejak tadi menjadi titik sibuknya.

"Please! kamu jangan pingsan, Al." Meysa yang tiba-tiba memberikan ponselnya.

"Lihat, Al. Arsyad nikah. Dia nikah Minggu depan!" Ucap Meysa penuh penekanan.

Pupus sudah. Alya tidak kalah terkejutnya dengan berita itu. Alya diam membeku, entah apa yang dirasakan saat ini.

Pria yang selalu Alya ceritakan dengan penuh semangat pada sahabatnya, kini memilih wanita lain. Arsyad sosok yang sangat dikagumi, bahkan lebih dari kagum. Ia sosok yang membuat Alya menunggu selama itu.

Delapan tahun bukan waktu yang sebentar. Alya menunggu dalam kurun waktu tersebut. Berharap rasanya bisa dibalas. Tapi ... Alya salah besar, pria yang menjadi mimpinya kini akan meminang perempuan lain. Perempuan yang jelas jauh lebih baik darinya.

Alya akan berusaha baik-baik saja. Ia harus bisa menerima kenyataan.

"Al, asli aku kok nyesek. Al, are you okay?" Meysa yang khawatir dengan perubahan sikap Alya. Terlihat wajahnya murung dengan mata yang berkaca-kaca. Meysa paham sahabatnya pasti ingin menangis tapi berusaha ditahannya.

"Gak usah lebay. Aku baik, kok." Alya berusaha tersenyum. Menyembunyikan semua perasaan yang campur aduk.

Ya, hari ini hari yang paling tidak ingin Alya singgahi. Hari di mana ia harus benar-benar melupakan pria yang memiliki ruang khusus dihatinya.

Dear, Arsyad. Selalu bahagia, ya.

****

Untuk bagian pertama, gimana? Sudah lama tidak bercerita.

Untuk jadwal update insyaallah Sabtu & Minggu. Doakan semoga konsisten, ya.

Like dan comment kalian membuatku semangat, lho.

Babay

Love

Dear, Mas JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang