Bagian Tiga - Queen and King of the fisika

6 1 0
                                    

Masa lalu adalah kisah yang tidak pernah salah. Mereka datang untuk memberikan kekuatan
- Alya.


Beberapa musik telah berputar saling bergantian. Tangan Alya terus menelusuri beberapa foto dan video yang disimpannya di flashdisk. Siapa sangka di dalamnya ada beberapa foto dirinya dan Arsyad yang tidak sengaja dipotret oleh teman kelasnya.

Ada beberapa video lucu saat tidak ada jam pelajaran. Di mana mereka bermain peran. Ada yang sibuk dengan ponselnya, ada yang sibuk dengan gosip terbaru dan bahkan ada yang sibuk membaca mata pelajaran yang akan disampaikan oleh guru hari ini.

Alya masuk deretan siswi pintar tapi kepintarannya tidak pernah mengalahkan Arsyad. Mereka berdua dijuluki Queen and King of the fisika. Selain nilainya yang selalu sempurna, kami berdua pun siswa kesayangan di pelajaran tersebut.

Alya terdiam mengingat kejadian dengan Arsyad di saat mereka baru saja bertemu. Tepatnya saat lomba cerdas cermat masa orientasi siswa. Alya kesal dengan kemenangan Arsyad. Nilai mereka terpaut seratus poin dibabak rebutan.

"Yah, kalah!" Alya geram. Alya begitu ambisius terhadap nilai. Dirinya menyimpan dendam akan membalas semua nilai yang diambil Arsyad.

Setelah kejadian itu, siapa sangka Alya dan Arsyad satu kelas. Jadilah perebutan tahta peringkat ke satu. Sayangnya Alya selalu diperingkat dua. Arsyad diperingkat satu dan dia pun juara umum disatu angkatan. Luar biasa. Sejak itulah perasaan benci itu berubah menjadi kagum dan cinta.

"Selamat!" Alya menyodorkan tangannya. Tapi apa, Arsyad menangkupkan tangan dan memberikan anggukan disertai senyuman termanisnya. Bukan main, Alya langsung menyukai senyuman itu.

"Terima kasih, Alya," jawab Arsyad dan langsung meninggalkan Alya yang diam membeku. Jantung Alya langsung berdetak lebih kencang. Dirinya sangat gugup.

Alya kembali tersadar. Arsyad memang berbeda dengan pria di kelasnya.

Alya masih memandangi fotonya dengan Arsyad. Foto itu diambil ketika satu kelas berliburan ke pantai. Di saat itu Meysa memaksa Alya untuk berfoto berdua dengan Arsyad. Percayalah fotonya jauh dari ekspektasi. Kami berdua berjarak jauh dengan wajah yang sama-sama plat. Alya tersenyum lebar melihat foto itu.

Alya yang memakai kerudung instan dan Arsyad yang masih menenteng papan selancar. Benar-benar seperti bocah pada zamannya.

Kursor laptopnya kembali diklik dan mencari foto lainnya. Terlihat di foto selanjutnya Alya dan Meysa yang berpose kocak. Tangannya saling merangkul dan tertawa lepas.

Ingin rasanya Alya menikmati masa-masa itu kembali.

***

Aktivitas yang sempat terbengkalai kini kembali membaik. Alya sudah sangat baik dan bisa menerima kenyataan. Alya kembali bersemangat mengajar.

Seperti biasa di hari Rabu, Alya jadwal mengisi konseling anak-anak kelas 8. Menjadi guru konseling memang tidak mudah. Alya harus pintar membaca keadaan.

Pergaulan anak didiknya memang tidak terlalu mudah untuk diimbangi Alya. Dari mulai si pemberontakan, si tukang kibul dan sampai si penurut.

Tapi apa boleh buat. Ini adalah tanggung jawab Alya. Karakter memang susah diubah tapi jika peran Alya bisa diterima ia bisa sedikit lebih mudah menasehati muridnya.

"Oke, jika ada permasalahan lainnya. Kalian bisa diskusikan di ruangan ibu. Untuk siang ini dicukupkan sekian, semoga bisa diterima dengan baik. Assalamu'alaikum." Alya yang langsung keluar kelas dengan perasaan lega.

Alya berjalan melewati beberapa kelas untuk menuju ruangannya. Tanpa Alya sadari ada salah satu siswinya yang mengekor di belakangnya.

Alya menoleh, "Maya? Ada apa?"

"Eh, Bu. Aku mau konseling." Siswi itu terlihat murung.

"O, mari ibu tunggu di ruangan." Maya mengangguk dan berjalan di belakang Alya.

Kini mereka berdua duduk berhadapan. Alya masih menunggu Maya membuka pembicaraan. Dilihat dari raut wajahnya, Maya seperti menyimpan banyak permasalahan.

Tangannya seperti gemetar dengan wajah yang terus menunduk.

"Kenapa?" Alya memutuskan untuk mengawali pembicaraan.

Maya masih diam. Alya menghela napas panjang. Ada apa dengan salah satu siswanya ini. Alya memberikan minumnya. Mungkin Maya butuh merilekskan dirinya terlebih dahulu.

Maya memberikan ponselnya. Alya langsung menerima ponsel Maya dengan tatapan bingung. Perlahan Alya membaca pesan ancaman. Entah dari siapa.

"Itu dari pacar aku, Bu. Aku udah gak kuat. Aku mau putus, tapi dia bersikeras terus mengancam. Aku takut, Bu." Alya kaget dengan pesan-pesan yang tidak bermoral tersebut. Alya langsung menghampiri maya dan memeluknya.

Di pesan tersebut disebutkan bahwa Maya tidak akan pernah aman. Kekasihnya itu akan tetap menggangunya dan mengusik. Hingga di sana dikatakan jika Maya berani memutuskan dia, maka nyawanya tidak aman. Ngeri juga anak zaman sekarang.

Ingin rasanya Alya menceramahi siswanya tapi bukan itu yang Maya harapkan. Alya paham Maya butuh didengar dan dirangkul. Bukan di-judge atas pilihannya yang asal pacaran.

"Kamu sudah konsultasi sama orangtua kamu?" Alya balik bertanya. Maya menggeleng dengan isakan.

"Aku seperti tidak punya orangtua, Bu. Mereka telah pisah, ayah menikah lagi dan begitupun ibu. Aku tinggal dengan nenek." Alya merasa prihatin. Sekarang Alya paham kenapa Maya asal menerima cinta. Memang nyatanya Maya kekurangan kasih sayang dari orangtuanya.

"Kamu yang tenang, ya, Maya. Ibu pasti bantu selesaikan. Ibu akan konsul lagi dengan guru BK lainnya. Untuk sekarang kamu coba blok saja dulu semua media yang berurusan dengan dia. Dan ibu mohon jika keluar dari area sekolah atau rumah. Kamu jangan sendiri. Kalau ada ancaman apapun kamu langsung beritahu ibu, ya."

"Kalau boleh tahu pacar kamu masih sekolah? Atau gimana?"

"Dia sudah tidak sekolah, Bu. Dia ikut dengan para gangster jalanan. Makanya aku takut sekali." Alya menghela napas kasar. Ko bisa Maya kenal dan menerima cinta anak yang seperti itu. Alya tidak menunjukkan kekecewaannya. Ia terus menenangkan Maya dengan harapan segala permasalahannya selesai.

"Ibu tidak akan menyalahkanmu. Hanya, untuk kedepannya lihat dulu pergaulan seseorang. Karena tanpa kamu sadari hal itu yang akan membuat kamu rugi, Maya." Maya mengangguk. Dari sorot matanya terlihat penyesalan atas hal yang telah dilakukannya.

Jika dilihat dari pergaulan kelasnya. Maya termasuk siswi yang aktif ia memiliki banyak teman. Tapi siapa sangka ia mengambil jalan buntu saat memilih kekasihnya. Jika dibuat perbandingan, saat Alya SMP ia tidak sama sekali memikirkan memiliki seorang kekasih. Yang dipikirkan hanya bagaimana Alya bisa masuk deretan juara umum.

Setelah Maya keluar dari ruangannya, Alya pun memikirkan cara bagaimana untuk menyelesaikan hal yang seperti ini.

Alya benar-benar tak habis pikir. Memang Maya harus cepat menghindar daripada terus dalam kecaman kekasihnya itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 26, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dear, Mas JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang