"Mah, bang Arkan mana?" Tanya Rangga yang baru pulang dari latihan basketnya.
"Coba cek dikamarnya" jawab Desti.
Rangga berjalan menaiki tangga menuju kamar abangnya, Arkan. Mengetuk pintu kamarnya yang ternyata tidak dikunci.
"Bang Arkannn" panggil Rangga dan perlahan masuk kekamar abangnya tanpa izin.
"Lah belum pulang tuh anak. Apa gue kepoin kamarnya dulu ya?" Pikir Rangga.
"Ish! Ntar gue di gampar kalo ketauan" Rangga yang mulai bingung. "Ck. Ngga papa lah bentar doang juga".
Rangga mulai menulusuri kamar abangnya yang tidak terlalu berantakan. Kini matanya tertuju pada surat dokter dan sebungkus obat di meja belajar Arkan. Ia mengambil surat dokter hendak membacanya.
Rangga penasaran dengan isi surat dokter itu. Karena kalau seandainya itu milik abangnya, Arkan saja tak pernah sakit dan Arkan itu tipe anak yang tahan banting, tak seperti dirinya yang kalau minum es sedikit bisa pilek berhari hari.
Perlahan namun pasti, ia membuka surat itu.
"Woy! Ngapain lo?! Maling yaa!" Arkan berdiri diambang pintu kamarnya. Ia menatap penuh selidik ke arah adiknya yang entah sedang apa ada didalam kamarnya.
"Sembarangan! Barang lo ngga ada yang bagus buat dicuri, bang" elak Rangga.
"Lah terus ngapain masuk kamar gue?" Arkan terus terusan menginterogasi Rangga.
"Disuruh Mama buat laporan kamar bang Arkan berantakan kagak" jawab Rangga berbohong.
"Kamar gue ngga pernah berantakan ya mon maap"
"Heleh heleh. Untung aja kamar lo udah diberesin, bang"
"Ya udah sana sana pergi. Gue lagi ngga nerima tamu" usir Arkan pada Rangga.
Rangga mengiyakan saja. Terlanjur kepo dengan isi surat itu pun, akhirnya Rangga membawanya tanpa sepengetahuan Arkan.
"Hufftt, capek banget gue" Arkan menghela nafas panjang. Lalu terlelap dalam tidurnya.
"Maaf bang, gue boong" ucap Rangga dibalik pintu kamar Arkan.
Malam harinya setelah makan malam bersama, Rangga lebih memilih untuk berdiam di kamarnya. Ia sedang malas untuk bermain game bersama Arkan atau malas melakukan kegiatannya. Pikirannya hanya tertuju pada satu hal. Surat dokter yang ditemukan di meja belajar Arkan tadi siang.
Rangga segera membuka surat itu, dan membaca tulisan yang tertera disana.
Rangga membelalakan matanya terkejut. "Hah?! Bang Arkan pernah sakit?" Tanyanya pada diri sendiri."Tapi kok pas bagian diagnosanya dicoret coret sih?" Heran Rangga. Sekarang dirinya sudah tahu apa isi surat dokter itu. Kini saatnya Rangga mengembalikan pada tempatnya semula. Tapi ia takut, Arkan akan memarahinya. Dia menunggu esok saja.
"Gue jadi penasaran kenapa Rangga masuk kekamar tadi siang" Arkan yang sedang mengerjakan PR nya teringat kejadian tadi.
Lalu pandangannya menoleh kearah meja belajar. Terlihat tak ada yang berubah. Hanya ada obatnya dann... tunggu, dimana surat dokter yang ia letakkan disana? Kenapa tiba tiba tidak ada.
Hanya ada satu yang dipikiran Arkan. Surat itu pasti diambil adeknya. Ia pasti membawa surat itu lantaran penasaran kenapa ada surat dokter dimeja Arkan.
Arkan menghela nafas lega, "untung udah gue coret diagnosa nya." Lalu Arkan mengambil bungkusan obatnya, dan menyembunyikannya di dalam lemari. Takut ada yang penasaran seperti adeknya.
"Cukup gue sama tuhan aja yang tahu. Kalian jangan."
***
Haii, gimana kali inii? Tambah absurd kann pastii? Oh iyaa jangan lupa voment nya yaaa. And follow dulu sebelum membacaa.
Happy reading ma frend🤍Kenalin jugaa, Rangga adeknya bang Arkan
KAMU SEDANG MEMBACA
garis khatulistiwa
Random"Hidup itu perihal menyambut kehilangan dan merayakan kepergian". Ucap Arkan pada Aluna. "Jadi, kalaupun suatu saat gue pergi, jangan nangis ya?" Lanjutnya. Aluna menatap lekat bola mata Arkan, seperti tidak setuju dengan perkataan Arkan. "Arkan? Du...