catalog majalah

144 5 0
                                    


Raflan berulangkali bersin saat seorang wanita memoleskan spon brush sekitar pipinya.

"hatchi! Hatchi!" ia bersin beberapkali.

"maaf, kak." Ujar wanita itu berulangkali. Raflan hanya mengangguk sambari menunjukkan telapak tangannya. Seketika wanita itu berhenti, lalu meninggalkan Raflan untuk mengambil sesuatu.

Hari ini ada pemotretan sebuah catalog produk pakaian khusus wanita. Dengan berbagai model terbaru.

Ia sudah jengah dengan penampilan ini. yang diam-diam masih geluti karena masih terikat kontrak. Juga, ia butuh uang untuk membayar cicilan apartement yang ia tempati bersama Fitma. Juga, kebutuhan yang lain.

Ia sudah mencatat rinciannnya. Tentang saat pernikahan, liburan bulan madu, cicilan apartement, hingga biaya lain jika mereka dikaruniai anak nantinya. Ia harus menyiapkan banyak biaya dan hal lain agar tak kesulitan nantinya. Tentang kebutuhan bulanan, ia dan Fitma sepakat masing-masing 50% dalam keuangan, dari penghasilan masing-masing.

"kayaknya, kamu mulai enggak cocok jadi model." Ujar Selena, salah satu model wanita dipemotretan kali ini. "kabarnya kamu sudah menikah. Selamat, ya." Ucapnya.

Raflan hanya tersenyum tipis sebentar. Dan wanita itu telah berlalu dihadapannya. Sejak awal, Selena agak menyebalkan. Kata-katanya kerap membuatnya kesal. Dan itu ia menunjukkan sikap irinya karena seperti biasa ia tak mendapat sesi yang banyak dalam model jenis pakaian. Sebagai model untuk jenis pakaian dalam dan baju renang. Atau... pakaian yang cukup minim. Sedangkan Raflan kerap mengenakan baju khusus para desainer. Dan paling banyak mendapat sesi pemotretan. Memang, dari segi wajah, Raflan agak feminism. Selama ini, ia menggeluti model pakaian wanita. Karena postur tubuhnya yang tinggi kurus sangat cocok mengenakan berbagai jenis pakaian. Berbeda dengan model pria yang haruslah six pack, berotot, dan sangat maskulin.

Tentang pekerjaan ini, Raflan selalu membawa peralatan khususnya yang selalu ia bawa dalam koper miliknya. Terutama make-up. Karena ia harus memilikinya sendiri karena ia pernah mengalami alergi karena memakai peralatan make up yang sama dengan model lainnya. Tak hanya peralatan make up, ada perlengkapan dandan yang lain. untuk menunjang pekerjaan sampingannya ini.

Yah, sejauh ini ia akan rahasiakan dulu dari Fitma.

Setelah waktu pagi yang sibuk. jarum jam menunjukkan pukul 10. Kantor mulai tenang. Beberapa pegawai telah menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk. Adapula yang masih sibuk, namun masih bisa beristirahat sejenak karena belum dikejar deadline. Jika mungkin, akan ada lembur.

Fitma merenggangkan tangannya keatas. Lalu merenggangkan jari-jarinya yang lelah karena menekan tuts keyboard selama berjam-jam. Kemudian memijit sedikit bahu dan lehernya yang pegal.

"ugh... selesai juga." ujarnya tenang. Ia meraih botol minum mineral dan menghabiskan isinya.

"Ma, mau pesen baju enggak?" tawar Ruri yang mendekatkan kursinya.

"baju apa?" tanya Fitma. Ruripun memperlihatkan majalah catalog.

"model musim ini bagus-bagus. Ditambah lagi ada promo. Mana tahu kamu ada yang tertarik?"

Fitmapun meraih majalah catalog yang diberikan Ruri. Melihat-lihat tiap jenis pakaian tiap halamannya. Ia hanya terkagum dengan model yang mengenakan jenis-jenis pakaian dalam majalah itu, tinggi dan cantik. Tubuh mereka mulus dan bagus. Baju yang mereka kenakan terlihat sangat elegan, juga cantik. Karena postur tubuh mereka.

Dan, satu halaman yang memperlihatkan potret pakaian desainer, dengan harga yang menurutnya.... High class, brand it, jelas mahal. Dan seorang model yang mengenakannya seperti....

Tak asing.

Ah, cosplayer itu? ia terlihat berbeda dengan jenis pakaian normal pada umumnya. Rambutnya panjang, kakinya jenjang. Memang, aslinya orang itu cantik dilihat secara langsung. Walau itu efek make up yang semain banyak jenisnya. Juga teknik poles make up yang cukup mahir. Fitma saja merasa cara berdandannya masih berantakan, ketinggalan jaman. Ia iri pada orang yang memiliki skill make up.

Ah, sudah 2 hari Raflan tidak pulang. Sudah seminggu lebih ia sangat sibuk, malamnya tertidur sangat pulas. Pulang larut malam pula.

'aku masih lembur. Maaf, ya. Kamu enggak takut sendirian kan? Telfon aku jika enggak bisa tidur.' tulis Raflan di dinding pesannya.

'enggak apa-apa, kok. Cuma... kapan kamu pulangnya?' balas Fitma langsung.

'klo enggak berhalangan, nanti sore. Sekalian aku jemput kamu di parkir kantor. Gimana?'

'ok, deh. kasih tahu klo jadi.'

'miss you, sayang.'

Dan pesan itu membuat Fitma berdebar lagi. Ah, jadi kangen. Munafik jika ia tak mengakuinya. Disana, Raflan mengirimkan emoticon hati berdebar-debar.

Mhh... apa mereka sudah mencintai sekarang? batin Fitma bingung. Malah....

Raflan pulang lebih dulu dan tiba di apartement. Fitma mendapatinya tertidur di sofa, sangat nyenyak. Hingga tak melepas kaus kakinya.

Dengan usil Fitma mengecup pelan sebelah pipi suaminya itu. dan, ia mencium aroma yang lembut. Sejenis krim dan foundation. Dan, sebuah koper ungu yang tak jauh dari sofa. Juga beberapa kantung berisi pakaian baru. Fitma memeriksanya. Baju-baju yang ada pada catalog yang diperlihatkan Ruri padanya tadi siang.

Ada perasaan kesal muncul. Pemikirannya yang mulai berangan menciptakan dugaan. Aroma krim diwajah Raflan. Apa lelaki itu diam-diam bersama wanita lain? lantas, baju-baju itu?

Fitma akan menanyakannya nanti, jika Raflan bangun.

my husband is shemaleWhere stories live. Discover now