Gundah

406 5 1
                                    

'harusnya jangan begini, kan?'

Sejak perdebatan tidak jelas itu, Fitma dan Raflan saling diam. Tak seperti biasanya Raflan akan cerewet apapun itu. Sedangkan Fitma, memilih menjaga jarak sementara dengan lelaki itu.

'bukannya kita butuh waktu? Kita menikah karena keinginan orang tua, kan?'

Ucapan Raflan masih teringang dipikirannya. Apa maksud lelaki itu? Apa ia menyesal telah menikahinya?

Ingin Fitma protes atau memaki jika ia bisa. Tapi, ia langsung selalu bungkam akan getaran aneh kali ini. getaran apa? Entah. Tapi munafik sekali wanita sedewasa dirinya tak tahu itu.

Dan jujur, Fitma mau menikah hanya penasaran akan sesuatu. Penasaran? Ya, setiap pasangan yang sudah menikah melakukan itu, kan? Jangankan pasangan menikah, hanya sebatas pacaran saja mereka sudah melakukan 'opening'. Astaga, seketika pikiran laknat melintas dalam otaknya.

Laknat? Bukannya sudah sah, kan? Memikirkannya saja tak apa-apa. Jujur, Fitma adalah pemikir kiri yang selalu paham dan terpancing dengan cerita dewasa yang mengundang khayalannya. Yang membuatnya penasaran bagaimana rasanya?

Siap tidak, ya? Batinnya riuh. Tapi, sepertinya tak ada tanda-tanda itu. Malam ini, mereka terbaring saling memunggungi. Walau pesanan hari ini sudah siap dipenuhi pihak hotel sebagai paket honey-moon special.

Spesial? Ya, hamparan kelopak bunga sudah berserak di lantai dan ranjang mereka. Juga lilin beraroma mawar membuat berdebar bagi pasangan.

Hamparan kelopak bunga mawar merah ranum itu seolah tak diperdulikan Raflan. Ia terbaring santai seperti biasa. sebotol wine dan sepasang cawan telah tersedia diatas meja. Lilin-lilin kecil menyala. Sedangkan Fitma hanya terduduk diatas ranjang sambil melirik sebotol wine itu.

Dan wine itu memang sengaja dipesan Raflan. Tapi, lelaki itu malah memejamkan kedua matanya.

Tatapan jahil kedua pelayan itu membuatnya jengah. Saat mereka baru saja menyiapkan pesanan special itu.

"selamat menikmati, semoga malam anda indah." Begitu ucap mereka sambari pamit.

Hahh...mana mungkin. Jangan-jangan Raflan impoten? Tidak. Fitma tak ingin berasumsi seperti itu. Jika tiba-tiba, bukannya itu terlalu terburu-buru? Jujur, Fitma belum siap untuk pertama kalinya.

Ya, setidaknya butuh waktu.

Ia tak bisa memejamkan kedua mata. Ia belum merasakan rasa kantuk menyerangnya. Ia lirik botol wine itu. Wahh...apa salahnya ia coba seteguk? Dari dulu ia penasaran akan rasanya.

Ia meraih botol itu dan menuang isinya kesalah satu cawan. Warna airnya bening kekuningan. Berkilau ditimpa cahaya lilin-lilin kecil yang memenuhi ruangan.

Fitma menyicipnya sedikit. Ada rasa pahit dan asam menyatu. Juga rasa manis yang samar-samar terasa. Anehnya, membuat Fitma ketagihan mencobanya.

Tanpa sadar, ia terus menuang tiap cairan wine itu. Hingga wajahnya memerah. Kepalanya sedikit pusing dan ia merasa ada gempa kecil disekelilingnya. Lalu, ia cegukan. Lidahnya terasa pahit asam. Sebotol wine itu habis.

Sedangkan lelaki yang berada seranjang dengannya terbangun. Ia terheran melihat Fitma dengan wajahnya memerah. Tubuhnya agak sempoyongan. Ia menjatuhkan gelas wine dari tangannya tanpa sadar. Dan untungnya, gelas itu tidak pecah. Lalu, Fitma terbaring.

Seketika Raflan membetulkan posisi tidur perempuan itu. Menyelimutinya hingga sebatas bahu. Sejenak ia melirik sebotol wine yang sudah kosong diatas meja.

Ah, pantas saja. Dia mabuk. Batinnya. Aneh, padahal ia tak memesan wine malam ini.

Melihat isterinya, Raflan menjadi gundah. Yang terpikirkan keputusan yang akan ia buat. Menyangkut masa lalu kelamnya yang membuatnya itu kembali menjadi pilihannya. Bagaimana nanti?

my husband is shemaleWhere stories live. Discover now