koper misterius

160 6 0
                                    


Tubuh lelah, setelah 2 harian ini sibuk. akhir pekan, sabtu dan minggu. Saat sabtu, Fitma tidak ke kantor dan menghadiri event perusahaannya yang diadakan sebuah gedung pusat kota. Gedung Green.

"kamu kayaknya capek banget. Ada yang sakit?" tanya Fitma sambari menuangkan teh hangat ke sebbuah cangkir, dan menyorongkannya dihadapan Raflan. "minum dulu," sambungnya.

Raflan meraih cangkir dan mnyesapi pelan teh hangatnya. Sambari melirik Fitma yang pandangannya teralih pada layar televise, yang sedangkan menayangkan drama favoritnya.

Terasa sedikit rileks, teh yang menyesapi lidahnya taklah terlalu manis. Ia menikmatinya berlahan. Rasa tehnya begitu harum dan lembut... cammomile? Tebaknya.

Masih hari minggu. Fitma menjemur pakaian yang sudah di spin mesin cuci di balkon teras. Angin bertiup kecang, karena apartement yang mereka tinggali berada di lantai 10.

Saat menjemur kemeja milik Raflan, samar Fitma mencium aroma parfum yang manis. Memang, sebelum dicucipun aroma parfum itu sudah ada. Aroma parfum yang biasanya disukai wanita. Tapi Fitma tak heran akan hal itu.

Ia melirik Raflan yang tertidur pulas di sofa. Well, mungkin pekerjaan lembur memang menguras tenaga hingga waktu larut untuk menyelesaikan lebih cepat.

Terlihat ia sangat kelelahan, karena mulutnya sedikit terbuka dan mendengkur. Membuat Fitma terkekeh itu terlihat lucu baginya.

Ada tumpukan kain bersih dalam keranjang. Sudah waktunya Fitma menyetrikanya sebentar. Tidak banyak, karena separuhnya sudah dilipat beberapa hari yang lalu. Yang disetrika hanya pakaian saat bekerja, atau baju penting lainnya.

Beberapa kemeja miliknya, celana panjang Raflan, juga sweater yang baru ia beli kemarin di mall. Sebelum dipakai, ia mencucinya dulu kemarin.

Ia mengambil beberapa gantungan baju dalam lemari. Namun, sebuah koper berwarna ungu menarik perhatiannya. Koper itu dikunci, dan Fitma baru menyadarinya.

Kira-kira isinya apa, ya? Batinnya penasaran.

Apartement yang mereka tempati sekarang depositnya dibayar oleh Raflan sendiri. Setelah 2 bulan tinggal di rumah mertua. Fitma awalnya berpikir, akan hidup di rumah susun atau kontrakan saat Raflan mengajaknya pindah setelah mereka menikah.

Tempat yang sangat strategis. Dimana lokasi gedung apartement yang mereka tempati ini tak terlalu jauh dari pusat kota. Dan yang penting dekat dengan kantor tempat Fitma bekerja.

Setelah selesai menyetrika semua pakaian, Fitma mengaturnya dalam rak gantung dalam lemari. Dan koper ungu itu terlihat lagi. Dan ia sangat penasaran akan isinya.

Apa ia tanya ke Raflan? Ah, tidak. Itu mungkin priasinya. Dan mungkin saja itu berisi barang-barang milik Raflan? Tidak mungkin milik saudari perempuannya bukan? Terlebih, setahu Fitma, Raflan anak tunggal sejak kakak perempuannya meninggal 5 tahun yang lalu. Apa mungkin... Raflan memang masih menyimpannya? Dalam koper ungu itu?

Raflan terbangun dengan tubuh yang segar. Tidurnya sangat nyenyak hingga sore menjelang. Adzan ashar berkumandangan yang membangunkannya.

Ia mendapati selimut menutupi separuh badannya. Ia tertidur di sofa. Sedang Isterinya tertidur pulas diatas karpet bulu depan televise.

Pasti capek. Batin Raflan. Iapun mencoba menggendong tubuh Fitma untuk pindah ke kamar. Namun, wanita itu langsung bangun saat Raflan mencoba menggendongnya.

"mh... hai," ujarnya dengan mata setengah terbuka. Tersenyum berdekatan dengan wajah Raflan.

Cup. Seketika Raflan mencium bibirnya sekilas. Membuat Fitma membulatkan matanya, terkejut. Dan sekali lagi Raflan menciumnya. Lalu mencoba menghisap bibirnya...

"stop! Masih sore!" seru Fitma menutup bibir Raflan dengan sebelah tangannya.

"sudah sholat ashar gimana?" tanya Raflan dengan wajah yang terlihat polos... dimata Fitma.

"gak bisa juga. soalnya aku lagi 'datang bulan' sekarang..." jawab Fitma malu.

"oh," tanggap Raflan singkat. "selesainya kapan?" ia malah bertanya.

"semingguan," jawab Fitma. Membuat Raflan memasang wajah kecewa.

Agh, gak sanggup! Rutuk Fitma dalam hati. Ia baru menyadari 'tamu bulanannya' datang saat di kamar mandi tadi. Sejujurnya, ia juga 'ingin' sama seperti Raflan yang mulai berani memulainya duluan. Yang tadi sukses membuat Fitma berdebar-debar dari ujung kepala hingga kaki.

Dan, penolakan terpaksanya ini membuat suami manisnya terlihat kecewa. Yang terkesan 'ngambek' padanya. Raflan hanya diam setelah menunaikan sholat ashar, dan kini sedang mandi. Tidak mengajaknya mandi bersama seperti kemarin. Setelahnya itu, jangan bayangkan. Karena masih ada kelanjutannya. Rahasia, terlalu sensitive dibicarakan. Yang membuat kedua pipi Fitma memanas.

"enggak mandi?" tanya Raflan yang tiba-tiba muncul dari kamar mandi dengan bertelanjang dada. Hanya memakai handuk menutupi bagian pinggang hingga lututnya.

"i-iya." Jawab Fitma sambari mengambil handuknya yang tergantung. Langsung melangkah ke kamar mandi.

"kamu marah?" tanya Fitma setelah makan malam. Raflan membereskan piring kotor yang ia bawa ke westafel untuk dicuci. Ia tidak menoleh. "enggak, kok." Jawabnya singkat. Lalu menyalakan kram air.

'cara merayu pasanganmu yang sedang kecewa.

Saat ia sedang menyibukkan diri, terkesan bagimu ia sedang menghindar. Coba peluk dia dari belakang! Jika perlu, cium sebelah pipinya.'

Cara yang terlintas dalam pikiran Fitma. Namun, memikirkannya saja membuatnya berdebar. Padahal, ia dan Raflan pernah melakukan sesuatu lebih dari itu.

Namun, dengan nekat Fitma melangkah mendekati Raflan yang sibuk mencuci piringnya. Dan...

Hap!

Ia memeluk Raflan dari belakang. Menyandarkan kepalanya pada punggung lelaki itu. kedua tangannya langsung melingkar pada pinggang Raflan.

Prang!

Piring yang sedang ia sabuni jatuh dalam genggamnnya. Suara yang cukup gaduh, namun piring itu tidak pecah karena hanya jatuh jarak dekat, dalam mangkuk westafel.

Sekian detik, hening. Raflan membeku ditempat. Ia merasakan hangat tubuh Fitma dari punggungnya. Mendadak wanita itu memeluknya. Ia berdebar lagi.

"maaf, ya." Ujar Fitma dengan suara pelan. "aku tahu,kok." Tanggap Raflan mengerti. Iapun membereskan pekerjaannya. Sementara membiarkan Fitma memeluknya dari belakang. Setelah selesai, ia mematikan kran. Mengelap tangannya yang basah setelah menaruh piring dan gelas yang sudah bersih pada raknya.

Ia memutar, membalik tanpa melepas tangan Fitma yang melingkar pada pinggangnya. Kali ini, mereka berhadapan. Wajah mereka dekat. Menatap satu sama lain.

"aku tahu, kok. Rasanya tidak menyenangkan. Sakit enggak?" tanya Raflan menatap wajah Fitma lekat-lekat. Memegang kedua pipi Fitma dengan tangannya.

"sedikit nyeri. Sama sekali tidak nyaman." Jawab Fitma dengan nada manja.

"iya, aku tahu. Maaf, ya, enggak pengertian." Ujar Raflan tersenyum.

CUP.

Fitma mencium bibirnya sekilas. Lalu kedua kali, berulangkali. Hingga Raflan menahannya sebentar, lalu membalas ciumannya lebih lama. Bibir mereka saling berpagutan.

"ish, rasa kangkung!" gerutu Fitma. Seketika mereka tertawa. Dan Raflan memeluknya gemas.

"hari ini aku lembur," ujar Raflan. Yang sudah bangun dan berbenah pagi-pagi sekali, setelah sholat subuh.

"lho, sekarang kan tanggal merah. Bukannya libur?" tanya Fitma mengerutkan dahi.

"iya. Ini pekerjaan sampingan lain. kebetulan job-nya pas hari ini." jawab Raflan setelah menghabiskan sarapannya. Berupa beberapa potong roti bakar selai strawberry dan segelas susu cair.

"berangkat, dulu, ya. Assalamualaikum..." ucap Raflan sambari mengecup dahi Fitma sekilas. Dan Fitma mencium punggung tangan Raflan.

"wallaikumsalam. Hati-hati!" seru Fitma. Ia mengantar Raflan hingga pintu depan. Matanya memperhatikan sesuatu.

Koper ungu. Raflan membawanya. Dengan langkah buru-buru. Membuat Fitma tak sempat bertanya.

my husband is shemaleWhere stories live. Discover now