Happy Reading
-
-
-
"Ayy kamu inget pertama kali kita makan disini? Waktu itu kamu gasuka dan ga habisin satenya karena kata kamu rasanya aneh. Sekarang malah kamu suka banget sama sate ini."
Arsya membuka topik pembicaan setelah kami sampai di tempat makan yang kami tuju Sate Padang Uda. Aku pun masih ingat bagaimana rasanya aku tidak menyukai rasa sate padang yang aneh ini. Tapi tak lama dari itu aku mulai merasa kalau sate padang itu mempunyai rasa yang khas yang malah membuatku rindu dengan cita rasa itu.
"Iya gatau kaya rasanya unik aja terus jadi pengen nyoba lagi eh malah keenakan."
Kujawab topik bahasan Arsya masih dengan nada canggung karena kejadian yang sebelumnya kami lakukan. Astaga kupu-kupu diperutku rasanya ingin segera berterbangan setiap mengingat kejadian itu. Pipiku panas kuyakin saat ini pipiku pasti sudah seperti kerang rebus.
"Lagi mikirin apa si, pipinya sampe merah kaya gitu."
Ah memalukan Arsya selalu meledekku setiap aku seperti ini.
"Apaan sih Ar."
Aku mencoba menepuk lengan Arsya karena malu tapi ku urungkan karena saat itu juga makanan pesananku dan Arsya sudah tiba. Aku dan Arsya menerimanya tak lupa juga berterima kasih kepada pelayan yang menghantarkan makanan kami.
Aku dan Arsya menikmati makanan kami masing-masing. Salah satu kebiasaan Arsya yang kusukai dia selalu menyeka sisa sisa makanan disekitas bibirku, ya aku Ayana memiliki kebiasaan buruk yaitu makan berantakan. Berbeda dengan Ramon yang hanya akan memberikan ku tisyu untuk membersihkan makanan disekitar bibirku. Ya mereka berdua memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Tak lama berselang handphone ku berdering. Ramon. Aku tahu Arsya melihatnya. Suasana canggung kembali menemui kami. Aku memilih membalikkan layar handphonku bukan berniat mengabaikan Ramon tapi suasana seperti ini sangat tidak nyaman untukku dan juga pastinya Arsya juga.
"Angkat aja gapapa, siapa tau penting." Arsya menatapku. Matanya seperti mengatakan hal yang berbanding terbalik 'jangan angkat telfonnya.'
Aku hanya menggeleng lalu segera melanjutkan ritual makan makanan kesukaanku. Bukan karena aku ingin mengabaikan panggilan dari Ramon tapi aku hanya tidak ingin merusak suasana makanku dengan Arsya. Arsya tersenyum tipis lalu melanjutkan pula menyantap makanan didepannya.
Selesai makan Arsya kembali mengambil tisyu dan mengelap semua bagian bibirku yang sudah pasti terlihat sangat berantakan saat ini. Aku suka sikap Arsya ini, dia tak pernah mengomeli cara makanku yang berantakan tidak juga terlihat malu karena memliki pacar yang sepertiku ini, maaf kuralat mantan pacar.
"Ayy kamu tau, aku sadar ada kebahagiaan lain yang ga bisa aku raih dengan uang. Aku fikir kalau aku bisa punya lebih banyak uang itu akan buat kamu bahagia dan aku akhirnya memaksakan diri aku untuk kerja tanpa kenal waktu tapi ternyata aku salah besar bisa sama kamu seperti ini itu kebahagiaan yang ga akan pernah bisa aku beli dengan uang. Padahal dengan jelas kamu selalu mengajarkan aku tentang kesederhanaan yang kamu punya dan bodohnya aku karena kamu selalu ga pernah nuntut apa-apa ke aku aku merasa kalau aku ga berarti sebagai lelaki kamu."
Apa yang Arsya maksud? tunggu aku belum bisa mencerna semua ucapan Arsya.
"Maksudnya Ar? aku ga ngerti apa yang kamu omongin."
"Saat kamu cerita tentang masa lalu kamu aku bertekad di dalam diri aku kalau aku gaakan pernah ngebiarin itu semua terjadi lagi sama kamu. Cukup saat dulu aja kamu ngerasain rasa sakit itu semua. Aku mau bisa jadi seorang pasangan, ayah, kakak, adik semuanya yang bisa jadi tempat kamu untuk pulang."
Arsya melanjutkan ucapannya, aku paham Arsya bicara tentang masa lalu keluargaku yang sangat kelam. Aku Ayana gadis periang yang sebenarnya memiliki trauma besar dimasa lalu karena keluargaku.
"Maaf aku melupakan itu semua 3 bulan kemarin, kasih aku kesempatan Ayy untuk memperbaiki semuanya."
Arsya menatapku sambil menggenggam tanganku mencoba meyakinkanku kalau dia bersungguh-sungguh. Tapi aku bingung apa yang sebenarnya kurasakan. 3 bulan kemarin bukan waktu sebentar bagiku rasanya seperti berada dijurang gelap yang curam. Aku yakin sekali jika tidak ada Ramon saat itu aku mungkin sudah melakukan hal gila.
"Ar, aku gakuat Ar. Mungkin kamu lihat aku baik-baik aja tapi kejadian yang aku alamin selama 3 bulan itu masih gabisa hilang dari fikiran aku Ar. Aku bener-bener mau gila Ar."
Ucapan Arsya membuatku mengingat seluruh kejadian yang kualami , seperti rekaman film semua kejadian itu terekam dengan jelas. Rasanya ingin teriak aku tidak sanggup aku ingin meluapkan semunya lagi. Sebelum tangisku pecah Arsya langsung menaruh uang di meja dan menggandeng tanganku untuk pergi dari tempat makan ini. Dan ternyata Arsya membawaku ke dalam mobil tempat yang lebih senyap untukku bisa meluapkan semua perasaan sakit ini.
Aku menatap mata Arsya, tangisku pecah sudah. Arsya dengan sigap memelukku dia tahu hanya ini yang kubutuhkan saat ini. Arsya mengelus lembut pundak dan rambutku dengan lembut. Pelukan ini yang kubutuhkan 3 bulan kemarin dimana pelukan ini saat aku benar-benar membutuhkannya.
Beberapa menit tangisku mereda aku memberi isyarat pada Arsya untuk melepaskan pelukannya. Kami bertatapan aku tahu apa yang ada di mata Arsya rasa bersalahnya untukku terlihat jelas ditatapan matanya yang sendu itu.
"Ayy, I'm so sorry. Kamu mau cerita apa yang terjadi ke aku?"
Hanya Arsya yang tau cerita kelamku dan keluargaku bahkan Ramon yang sudah menyelamatkanku pun tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. Aku tidak mau dikasihan aku tidak mau jadi seseorang yang terlihat lemah. Hanya Arsyah yang tau semua sisi kelam itu. Lalu mengapa Ramon bisa menggeser posisi Arsya?
Arsya dan Ramon jelas berbeda. Ramon lelaki yang amat humoris dia punya banyak akal untuk membuatku tersenyum, tertawa bahkan melupakan apa yang terjadi jika aku sedang bersamanya. 3 bulan penuh Ramon lakukan itu jadi tolong jika kalian berfikir mengapa aku memilih mengakhiri hubunganku dengan Arsya demi Ramon itu tidak sepenuhnya benar.
Kutegaskan Ramon lah yang menyelamatkanku saat aku ingin bunuh diri saat itu. Jika Ramon tidak ada semua hal tentangku hari ini pastinya juga sudah tidak akan ada.
"Aku cape Ar, antar aku pulang ya."
Arsya mengerti maskud ucapanku. Aku belum siap untuk bercerita lalu Arsya mengangguk. Memasangkan seatbelt untukku dan untuknya lalu menyalakan mobil dan kami pun pulang.
Sepanjang perjalanan hening. Aku kembali mengingat saat-saat terpuruk itu rasanya amat lelah seperti berada di sumur tua yang sudah ditinggalkan dan tidak ada yang bisa menolongku untuk keluar dari sana.
Rasa kantuk datang akibat tangisanku yang pecah sebelumnya. Jadi aku memilih untuk memejamkan mataku agar bisa terlelap.
***
Ada yang kangen ga ya haha? engga kali yaa orang postnya aja setahun sekali... lebih ke akunya aja sih yang kangen sama Ayana dan Arsya...
Selamat menikamati...
12 September 2023
Acaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Me
Novela JuvenilKamu bagai oksigen di hidupku. Menemani setiap nafasku tapi aku tidak menyadari bahwa kamu sangat penting bagiku. Dan saat kamu pergi di titik itulah aku sadar bahwa aku sangat membutuhkanmu.