Disaat matahari sedang naik, kedua orang itu berdiri di depan sekolah sambil nyemil cimol panas yang baru digoreng. Saling menyuapi, seakan itu adalah kebiasaan yang selalu dilakukan.
"Enak?" Tanya Razan.
Melody menggeleng, ia memakan cimolnya sendiri. "Punya kamu pake bumbu balado, aku cuman asin pedes, jadinya lebih enakan punyaku." Melody memang tidak menyukai balado.
"Masa? Sini aku coba." Ujar Razan tak percaya.
"Iyaaa, coba bilang a, aku suapin."
Razan menurut, menerima suapan Melody. Mengunyah menelaah rasa itu dalam mulut. Dahinya mengernyit akibat rasa pedas yang datang.
"Apa nih? Pedes amat. Ini mah cabe pake cimol, bukan cimol pake cabe. Kamu mau mencret apa gimana?"
"Ih, emang kenapa? Enak banget ini pedes pedes gimana gitu. Lagian nggak banyak juga cabenya, kamu aja yang nggak kuat makan pedes. Huuu, lemah!" Ejek Melody.
Razan memicing, lalu menggelitik Melody sampai membuat sang empunya berusaha melarikan diri.
"Aaaaaa, geliiii!"
"Hei! Jangan kabur!"
Untung jam pulang sudah dari tadi, jadinya tidak banyak yang menyaksikan kedua orang itu lari-larian berdua mengelilingi sekolah. Sampai Melody berhenti dan membungkuk dengan nafas terengah-engah sambil mengangkat tangannya kearah Razan.
"Istirahat dulu, capek."
"Oke."
Kondisi Razan tak jauh berbeda dengan Melody dan lelaki itu berkacak pinggang sambil mengatur nafas. Menoleh ke samping saat dirasa ada yang memanggilnya.
"Oy, Razan!"
"Loh, Chiko?! Kemana aja lo, bro?" Balas Razan antusias dan salaman ala laki-laki pada umumnya.
"Ada lah gue, nggak kemana-mana. Lo aja kali yang kemana? Diajak futsal nolak mulu. Nggak asik."
"Eheiii, biasalah." Katanya sambil terkekeh dan melirik kecil kearah Melody.
Chiko tersenyum miring, beralih pada Melody yang mulai buka suara. "Sapa-sapa kek, Ko. Masa Razan doang yang diajak ngobrol."
"Eh, iya, Dy. Gimana lo? Seneng keknya bisa ngiket si Razan sampai anaknya jarang nongkrong."
"Apaan, dah, Ko. Nih bocah disuruh nongkrong malah lebih milih main ludo bareng gue. Emang aneh dia."
Chiko tergelak. "Yang bener?"
"Iya, anjir!" Jawab Melody.
Ia mengedikan dagunya. "Udah cocok dah lo berdua, kayak orang pacaran."
Melody malah ikut tertawa. "Lucu banget bercandanya."
Chiko melirik Razan yang hanya mengangkat alisnya biasa saja, walau dalam hati berdebar saat ada seseorang yang mengatakan dirinya cocok dengan Melody.
"Udah dulu deh, ya. Gue balik duluan. Semangat, bro." Ujar Chiko melangkah pergi sesaat setelah menepuk bahu Razan menyemangati.
Razan tersenyum mengingat kejadian 4 tahun lalu itu. Entah mengapa teringat masa sekolah. Tidak menyangka juga perasaanya pada Melody sudah berjalan hampir 5 tahun.
Ctak, ctak!
Dua jentikan jari tepat di depan wajahnya menyadarkan Razan dari lamunan. Saat mendongak, wajah Melody adalah hal pertama yang ia lihat. Gadis itu duduk dihadapannya sambil menyimpan cimol milik mereka.
Alasan Razan teringat masa lampau karena kini mereka kembali ke tempat dimana mereka sekolah dulu, kangen katanya. Salah satunya juga karena cimol ini.
"Aku perhatiin ngelamun mulu, mana pake senyum-senyum segala. Ngeriiii." Ujar Melody merinding, lantas ia mendekat kearah Razan dan berbisik, "Kamu jangan ngelamun lagi, nggak inget apa nih sekolahan bekas kuburan."
Razan mematung, menatap Melody terpesona. Ia mendorong dahi gadis itu dengan jari telunjuknya agar segera menjauh darinya. Mulai memakan cimolnya yang rasanya tidak pernah berubah walau seiring berjalannya waktu.
"Jangan ngawur, nggak ada yang begituan di sekolah kita. Mending cepetan makan itu cimolnya."
Melody cemberut, meski akhirnya menurut dan memakannya. Senyum Razan tersimpul sempurna, begitu indah manusia dihadapannya ini hingga membuat Razan bertahan 5 tahun menyukainya dan tidak pernah berpaling kepada siapapun.
Razan berterimakasih kepada Tuhan karena telah mengirimkan sosok Melody ke dalam hidupnya yang abu-abu.
Lagi, Razan membatin. Tidak memiliki keberanian yang cukup besar untuk mengeluarkan kata-katanya lewat lisan.
Melody, apa kamu ingat? Chiko pernah berkata bahwa kita terlihat seperti sepasang kekasih. Disaat kamu menanggapinya dengan tawa canda, disisi lain, di sepanjang langit gelap hingga terang kembali, aku bahkan tidak bisa tidur karena terlalu bahagia memikirkan hal itu.
[ Good Person ]
Razan bahagia sekali setelah pulang jalan-jalan bersama Melody.
Sesampainya di kamarpun yang ia lakukan hanya mengingat-ingat kebersamaannya bersama Melody. Lupa jika ia masih harus membersihkan diri karena sudah dari luar.
Razan bolak-balik dalam kamar sambil meloncat kecil-kecil dengan riang, lalu melempar diri ke kasur dan terlentang. Menatap langit-langit kamarnya dengan senyum secerah mentari.
Menjadi tidak sabar dengan hari esok agar bisa kembali bertemu Melody. Razan setia menunggu dengan penuh kebahagiaan yang luar biasa karena ia menikmati waktu yang dihabiskannya menunggu Melody.
Razan menoleh kearah jendela, melihat langit yang mulai gelap. Dan disaat surya yang tenggelam mulai memunculkan diri, Razan selalu berharap senyuman mentari datang dengan cepat agar ia dapat bertemu Melody lagi.
[ Good Person ]
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Person | Lee Haechan ✓
Fanficft. Choi Yena Adakalanya, perasaan cinta lebih baik dipendam dibanding diungkapkan. © 2022, sebaitnyata.