03

123 14 0
                                    

"Para peneliti telah berhasil mengidentifikasi virus yang sedang beredar. Virus yang telah meresahkan penduduk selama beberapa hari ini dinyatakan sebagai bentuk mutasi dari virus Rhabdoviridae, virus penyebab rabies. Peneliti menyebut virus ini sebagai virus R-12. Penularannya sejauh ini diasumsikan terjadi melalui gigitan, lebih tepatnya saat air liur dan darah penderita yang mengandung virus berhasil masuk ke jaringan darah. Ciri penderitanya adalah bersikap agresif, kekuatan meningkat, bergerak dengan liar, menyerang apa saja yang ada di sekitarnya, mata yang berwarna merah darah, urat yang bertonjolan, dan menggeram-geram. Hingga saat ini, para peneliti masih berusaha menemukan penanggulangan virus ini. Penduduk dihimbau untuk tidak ke luar rumah dan jika menemukan seseorang dengan gejala, diminta untuk segera menghindar."

"Dugaanmu benar." Doyoung menoleh ke arah Yedam yang duduk di sebelahnya. "Ini virus rabies yang bermutasi."

"Berita selanjutnya dari pemerintahan, pemerintah masih berusaha mencari cara untuk menanggulangi penyebaran virus ini. Sekali lagi, penduduk dihimbau untuk tidak meninggalkan rumah apapun yang terjadi dan diminta untuk tetap tenang, segera menghindar jika bertemu orang yang terinfeksi."

Haruto mengeluarkan dengusan. "Tetap tenang, katanya," gumam lelaki tinggi itu sinis. "Bagaimana bisa kami tetap tenang ketika seminggu sudah berlalu tanpa ada instruksi yang jelas selain 'jangan keluar rumah', 'hindari penderita'? Bahkan anak bayi sekalipun pasti tahu itu hal yang harus dilakukan sekarang."

Kesebelas lelaki lainnya tidak menjawab. Bukan karena mereka tidak setuju, tapi sebaliknya—mereka sangat mengerti perasaan Haruto.

7 hari telah berlalu sejak mereka pertama kali menyaksikan seorang wanita terinfeksi di taman kota. Dan saat ini, mereka masih saja terjebak di café milik Jaehyuk, menunggu perintah selanjutnya dari pemerintah yang tak kunjung keluar. Hanya bisa menunggu, menunggu, dan menunggu. Tidak bisa keluar, tidak bisa bertemu keluarga masing-masing, dengan stok makanan yang sudah sangat menipis. Selama ini mereka berhasil bertahan berkat Jaehyuk yang untungnya mempunyai banyak persediaan makanan kaleng dan instan di café-nya, karena lelaki itu sering menginap di sana. Tapi tidak akan butuh waktu lama sampai makanan itu akan habis tak bersisa, mengingat 12 lelaki bukanlah jumlah yang sedikit.

"Aku yakin mereka masih berusaha mencari cara untuk menyelamatkan kita," ucap Hyunsuk berusaha menenangkan—meski ia sendiri sebenarnya juga tidak yakin dan sudah lelah menunggu. Tapi sebagai yang tertua di antara sekelompok lelaki itu, Hyunsuk merasa mempunyai kewajiban untuk menjaga dan membuat mereka nyaman sebisa mungkin—maka dari itu lelaki itu mencoba untuk tetap bersikap kuat dan positif. "Mungkin mereka sedang membuat tempat mengungsi yang aman untuk kita. Baru seminggu, membuat tempat yang aman pasti membutuhkan waktu lama."

"Iya, jangan khawatir. Tidak lama lagi kita pasti bisa selamat, bertemu keluarga masing-masing. Jangan berkecil hati." Jihoon menimpali, membuat Hyunsuk tersenyum kecil ke arahnya. Hyunsuk tau Jihoon juga merasa bertanggung jawab sebagai yang kedua tertua di sana. Lelaki itu berusaha menjadi figur yang bisa mereka andalkan selama seminggu ke belakang. Berdua dengan Hyunsuk, mereka berusaha untuk selalu menenangkan dan menghibur para lelaki lain yang lebih muda.

***

"Hyung, gomawo."

Hyunsuk yang sedang menatap ke luar melalui jendela lantai dua café Jaehyuk sontak menoleh dengan wajah bingung.

"Untuk?"

"Untuk bersikap kuat demi kami." Doyoung tersenyum, berdiri di sebelah Hyunsuk. "Terima kasih karena menjadi sosok yang bisa diandalkan untuk kami. Aku jadi merasa kuat juga berkatmu, dan aku yakin yang lain juga begitu."

survive ; treasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang