05

122 21 4
                                    

Halo halo semuanyaa maaf banget ngilang lama wkwk. Aku mau ijin hiatus dulu yaa, buat matengin ide sama kebetulan lagi sibuk sama sekolah hehe:( makasih yang udah nunggu <3

Selamat membaca!

***

Kembalinya kelima lelaki itu disambut dengan perasaan campur aduk. Keenam lelaki yang berada di café sudah bisa menebak apa yang terjadi meski Jihoon dan yang lain membisu selama perjalanan kembali, tidak kuasa memberi penjelasan. Kedatangan mereka yang hanya berlima sudah cukup memberi penjelasan, ditambah dengan potongan-potongan percakapan yang terdengar dari panggilan.

Kesebelas lelaki itu terdiam di depan café. Aura mendung melingkupi mereka. Awalnya mereka mencoba positif, namun ketika enam puluh menit berlalu dan Jaehyuk masih belum juga menampakan batang hidungnya, Jeongwoo tidak lagi bisa menahan tangisannya. Selain Haruto, Jaehyuk adalah orang yang telah menjadi dekat dengan Jeongwoo selama mereka terjebak di sana. Jaehyuk bagaikan kakak untuk Jeongwoo, selalu ada di samping lelaki itu dan memberikan kata-kata penyemangat saat yang lebih muda merasa sedih.

Yedam memeluk Jeongwoo, berusaha menenangkan yang lebih muda. Asahi menatap mereka sedih. Hanya mereka bertiga yang masih menunggu di luar, yang lain sudah masuk untuk menenangkan diri masing-masing.

"Masuklah," gumam Asahi. "Dingin. Aku yang tunggu."

"Hyung tidak apa-apa?" tanya Yedam. Asahi hanya tersenyum tipis. Pertanyaan retoris. Tidak ada yang merasa baik-baik saja dalam situasi seperti ini, Yedam juga tahu itu. Setelah mmemberi Asahi rangkulan lembut di bahu, lelaki itu membawa Jeongwoo masuk ke dalam café.

Tersisa Asahi yang terus menunggu, ditemani angin dingin dan keheningan malam, berpegang pada keyakinan kecil bahwa Jaehyuk-nya akan kembali.

***

Yoshi menatap ke luar jendela dengan sendu. Sejak kembali dari minimarket, lelaki itu tidak pernah sekalipun melepas pandangannya dari sudut jalan.

"Itu bukan salahmu."

Yoshi menghela napas. "Kau bahkan tidak tahu apa yang terjadi di sana."

"Aku tahu. Doyoung hyung menceritakannya kepadaku."

"Kalau begitu seharusnya kau tahu kata-katamu tadi terdengar sangat palsu. Semua ini salahku."

"Oh, ya? Begitu?" Haruto menatap Yoshi dengan sebelah alis terangkat. "Jadi, berkaratnya tangga itu adalah kesalahanmu?"

Yoshi terdiam. "Tetap saja itu salahku."

"Bagian mana yang merupakan salahmu, hyung? Kau makan terlalu banyak hingga membuat tangganya patah ketika kau injak? Atau kau merasa tidak seharusnya ikut, dan itu salahmu karena mau menggunakan kemampuan dan kekuatanmu untuk membantu yang lain? Atau bahkan, menyebarnya virus mengerikan ini ke seluruh dunia adalah salahmu juga?"

Sekali lagi, Yoshi terdiam. Lelaki itu menunduk, bahunya mulai bergetar menahan tangis.

Haruto memeluk bahu yang lebih tua lembut, menariknya ke dalam pelukan hangat. "Hyung, jangan menyalahkan dirimu. Kau tidak salah apapun. Apa yang dikehendaki dunia terjadi, akan terjadi-kita tidak punya peranan apapun untuk mencegah maupun mendukungnya. Jadi, jangan terlalu keras pada dirimu, oke? Kau adalah orang yang baik. Semua orang tahu itu. Tidak ada yang menyalahkanmu, jadi kau juga tidak boleh menyalahkan dirimu."

Yoshi mengusap air matanya, mengangguk. Hatinya menghangat mendengar kata demi kata yang diucapkan adiknya itu. Yoshi tersenyum, mengusak rambut yang lebih tinggi.

survive ; treasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang