06

84 12 6
                                    

[ puas-puasin baca yang manis-manis sebelum... :D by the way, selamat tahun baru semuanya!! inimah aku bener-bener minta maaf karena udah gantungin ini cerita lamaaa banget TT aku belum bisa janji buat rajin update di tahun depan, tapi aku bakal coba buat beresin cerita ini sampai selesai! makasih banyak huat semuanya yang udah baca dan dukung cerita abal-abal ini, aku enjoy banget baca komen kalian:( happy new year once again! may happiness follow you all <3 ]

.
.
.

Sinar matahari pagi menembus memasuki jendela lantai dua café. Kemilau lembutnya mengusir sisa-sisa kegelapan malam, sekaligus juga kejadian mengerikan yang terjadi malam sebelumnya—membalut trauma nyaris kehilangan yang tersisa di balik gelar masa lalu.

Merasakan hangat matahari pagi yang membelai wajahnya, Asahi menjadi yang pertama bangun. Hal pertama yang ia lakukan adalah mengecek keadaan Jaehyuk. Lelaki itu masih tertidur lelap. Sejenak Asahi memandangi wajah pulas Jaehyuk yang terlihat damai—begitu damai, hingga jiwa paranoid Asahi mulai bertanya-tanya apakah lelaki itu bahkan bernapas.

Buru-buru disentuhnya lengan Jaehyuk. Asahi baru merasa lega saat kehangatan tubuh lelaki itu terasa di ujung jemarinya. Satu hal yang tidak diketahui banyak orang, di balik wajah datar tanpa ekspresinya, Asahi seringkali menyembunyikan begitu banyak kekhawatiran. Hanya saja, ia terlatih untuk menggunakan wajah tanpa ekspresinya sebagai tameng untuk melindungi perasaannya sendiri. Dan sejauh ini, ia berhasil dengan mudah menipu orang-orang yang belum lama mengenalnya, membuat mereka berpikir ia antara tidak mempunyai perasaan atau mempunyai ketenangan yang luar biasa.

Kecuali satu. Lelaki yang baru ditemuinya sebelas hari yang lalu, yang entah bagaimana sejak pertama kali mereka bertemu sudah bisa membaca apa yang ia sembunyikan di balik wajah datarnya.

Asahi masih ingat, tepat setelah mereka bergiliran memperkenalkan diri, yang lain segera saja sibuk saling mengakrabkan diri. Asahi hanya bisa terdiam memperhatikan mereka, pikirannya bergulat dengan berbagai macam kalimat berawalkan bagaimana yang berputar di benaknya. Bagaimana kalau mereka terjebak selamanya? Bagaimana kalau zombie-zombie itu bisa menerobos masuk? Bagaimana kalau yang lain tidak menyukainya dan mengorbankan Asahi? Bagaimana kalau di antara mereka ada yang tidak berniat baik? Bagaimana...

Benaknya baru berhenti berputar saat Asahi merasakan sesuatu menoel lengannya. Lelaki itu menoleh, mendapati Jaehyuk yang tersenyum cerah ke arahnya. "Kau sedang khawatir, ya?"

Asahi tidak bisa menahan alisnya untuk tidak melengkung terkejut. Kok, dia tahu?

Seakan menjawab pikirannya, Jaehyuk tertawa kecil dan menjawab, "Kelihatan dari ekspresimu."

Kali ini, alis Asahi mengerut. Perasaan wajahku datar-datar saja.

"Yah, ekspresimu memang datar, sih. Tapi... entahlah, ada sesuatu dari raut wajahmu yang seakan menunjukkan otakmu sedang berputar keras." Lagi-lagi, Jaehyuk seakan menjawab pertanyaan yang hanya Asahi utarkan dalam benaknya. "Mungkin dari caramu berkedip. Atau matamu yang menerawang, seperti orang yang banyak masalah."

Lelaki itu menyelesaikan kalimatnya dengan cengiran, memamerkan deretan giginya. Asahi menyadari bahwa kedua gigi taring Jaehyuk sedikit panjang, membuat senyumannya terlihat seperti singa. Singa yang ramah dan bisa membaca pikirannya.

Kali ini pun, dengan rambut bangun tidur berantakannya yang membuatnya semakin mirip singa, Jaehyuk yang terbangun karena merasakan keberadaan seseorang di sampingnya bisa dengan mudah membaca bahwa Asahi sedang khawatir.

"Memikirkan apa?" tegurnya.

"Kau," ceplos Asahi. "Aku memikirkan kau mau dibuatkan sarapan apa," bohongnya kemudian. Enak saja, mana mau dia berkata jujur bahwa ia mengkhawatirkan Jaehyuk—Asahi kan manusia dingin. Bisa-bisa hidung Jaehyuk maju lima senti karena besar kepala jika ia tahu.

survive ; treasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang