Suasana pagi di sekolah itu cukup diramaikan dengan kehadiran siswa siswi, Karin yang baru saja tiba di sekolah, alih alih berjalan menuju ke kelasnya, ia malah langsung berjalan menuju ke kelas laki-laki bernama Jiro untuk mengungkapkan isi hati dan pikirannya yang penuh sejak kemarin.
"Jiro... Ada yang mau aku omongin sama kamu," Ucap Karin saat tiba di hadapan Jiro yang sedang duduk di bangku kelasnya.
"Kenapa sayang.. kok tumben serius," Jawab Jiro, ia langsung memberhentikan aktifitasnya saat Karin tiba tiba menghampirinya.
"Ikut aku," Ucap Karin dan menarik lengan Jiro untuk pergi dari kelas itu.
Karin berjalan menuju rooftop sekolah diikuti dengan Jiro. Sesampainya di Rooftop mereka berdiri berhadapan, dan Karin mulai menyampaikan apa yang ingin ia bicarakan.
"Ngomongnya disini?" Tanya Jiro yang masih bingung kenapa harus di rooftop? Pikirnya.
"Jadi gini, Jiro.. aku telat 2 minggu," Ucap Karin to the point. Semakin dibuat bingung oleh Karin, Jiro masih tidak konek dengan apa yang Karin bicarakan.
"Hah? Telat? maksudnya," Ucap Jiro sedikit bingung.
"Telat haid Jiro," Ucap Karin sekali lagi.
"Aku gak ngerti sumpah, kamu ngomongnya jangan setengah setengah," Jiro yang semakin dibuat bingung dengan omongan Karin berusaha keras untuk memahami apa yang sedang Karin bicarakan.
"Oke, liat ini," Karin mengeluarkan barang kecil dari saku kemejanya. Sebuah tespek bergaris merah dia yang menandakan kalau saat ini Karin tengah mengandung.
"Ini apa? Maksudnya apa sih Rin aku gak ngerti," Jiro sangat tau itu barang apa, tapi ia sangat tidak mengerti maksud Karin menunjukan barang itu ke dia.
"Jiro... Aku hamil anak kamu," Ucap Karin yang sudah mulai kesal dengan sikap Jiro.
"What?!"
Jiro mendengar itu seperti tersambar petir badannya benar benar kaku dan tidak bisa berkata apa apa lagi.
"Jiro, aku bingung," Tubuh Karin benar benar lemas, ketakutan yang selama ini menghantuinya, sekarang menjadi kenyataan.
"Gugurin kandungannya Rin," Ucap Jiro tegas tanpa ada kata yang lain.
"What? Kamu gila hah? Gak aku gak mau," Bantah Karin dengan cepat.
Karin kaget mendengar pernyataan pacarnya itu tentang menggugurkan kandungan.
"Ya terus gimana? Kamu mau kita nikah sekarang ngebesarin anak ini?" Jiro benar benar frustasi mendengar kabar ini, ia tak menyangka bahwa akan ada badai yang begitu besar menimpa mereka.
"Kalo kamu gak mau nganggap dan ngebesarin anak kamu, oke fine aku yang bakal ngebesarin dia tanpa kamu," Karin benar benar kecewa dengan sikap Jiro yang seakan tidak mau bertanggung jawab atas anaknya.
"Rin, kamu yakin?" Jiro masih berusaha untuk meyakinkan Karin kalau jalan satu satunya yang terbaik saat ini adalah menggugurkan kandungannya.
"Apa yang bikin aku gak yakin hah? Aku yakin bahkan tanpa kamu pun aku bisa ngebesarin dia sendiri," Ucap Karin dengan nada tinggi, air matanya tidak bisa ia bendung lagi, Karin sudah benar benar kecewa dengan sikap Jiro.
"Rin, kita masih punya masa depan, plis lah gugurin aja ya hmm," Jiro masih berusah meyakinkan Karin untuk sependapat dengannya.
"Apa? masa depan? Masa depan aku sekarang adalah anak ini, kalo kamu masih mau nyari masa depan kamu Please go, tapi jangan pernah sekalipun kamu sentuh anak aku". Ucap Karin.
"Rin, Pliss dengerin aku sekali ini aja ya?" Jiro yang masih tetap dengan pendiriannya.
"Mana yang katanya 'aku gak bakal ninggalin kamu sendiri walaupun masalahan seberat apapun menimpa kita, aku akan selalu ada disisi kamu' mana ucapan itu hah? Mana? Sekarang ucapan itu hanyalah bulshit Jiro, kamu gak bener bener sayang sama aku," Tangis Karin semakin pecah, ia benar benar menyesal pernah kenal dengan Jiro, dan melakukan hubungan seksual sebelum menikah.
Saat itu Karin tidak pikir panjang, ia tidak akan tau hal seperti ini akan terjadi di hidupnya, dan saat itu hanya hawa nafsu yang di selimuti atas sadar cinta saja yang membuat mereka terperosok masuk kedalam lubang yang salah.
"Oh iya satu lagi hubungan kita selesai sampai disini dan kamu jangan pernah hubungin aku lagi!" Lanjutnya.
"Tapi Rin..," Jiro benar benar tidak habis pikir, mengapa Karin tidak mau sependapat dengannya.
Karin meninggalkan Jiro sendiri, ia berlari menuruni Rooftop sekolah dengan air mata yang terus membasahi pipinya.
"Shit!" Jiro berdengus kesal.
~•~
See you in the next chapter
KAMU SEDANG MEMBACA
KARIN [END]
Teen FictionMenjadi Single parent diusia muda memang sangat tidak mengenakan, terlebih lagi dengan umur Karin yang baru menginjak dia puluh tahun sudah menjadi ibu muda, bertahun tahun Karin jalanin tanpa adanya pasangan hidup, kadang berat namun harus dinikmat...