Suara gaduh didalam bar sederhana didekat pelabuhan memeriahkan malam dingin dimana bulan penuh menyinarinya tepat diatas kepala. Tawa dan omongan keras para pelanggan meredamkan suara kecil dari pelayan kecil yang kewalahan mengantarkan pesanan.
Langkah kaki si pelayan kecil terbata demi menghindari setiap tubrukan dari para pelanggan yang gaduh. "Permisi tuan!" seru si pelayaan kecil "Permisi!" Ia terus menyelip dengan lincahnya untuk menuju tempat tujuan, "Oops! Permisi!" Ucapnya ketika ia hampir menjatuhkan bir ditangannya.
Ttakk!
Pelayan kecil itu meletakkan minuman dimeja yang memesannya. Ditatanya dengan rapi gelas bir tersebut, "Empat gelas jumbo bir, kentang goreng, dan bayi kepiting krispi sesuai pesanan!" Ucapnya yang kemudian bergegas kembali kedapur dengan melewati sekumpulan pelanggan yang mabuk itu.
Pelayan kecil itu merapikan celemek yang ia pakai ketika memasuki dapur. "Dean!! bantu aku memasak daging utuh untuk meja 9!" Seru sang chef kepada pelayan kecil itu. Ia nampak tersenyum senang karena akhirnya ia bisa memasak didapur. "Aye sir!!" Balas Dean yang kemudian mengambil posisi untuk memasak.
.
.Kini malam terasa semakin dingin, suara tawa dan gaduh di bar tersebut kini padam. Dean terlihat sibuk membersihkan bar dari sampah sampah yang ada beserta piring dan gelas kotor. Dia tentu tak sendirian, seniornya atau yang biasa ia panggil Bibi Linn membantunya. Sang bos bar Rudy Zein mendekati Dean dengan sekantung uang. "Dean, ini sudah larut malam. Pulanglah nanti ayahmu berteriak padamu." Ucapnya yang meletakkan kantung uang itu dimeja.
Dean menatapnya dan berkata, "Aku bekerja untukmu, kau memberiku uang. Jadi mau dia berteriak padaku itu bukanlah hal besar. Aku tak mau merepotkan orang yang sudah mau menolongku" Ucapannya membuat Rudy dan Linn tersenyum. "Kalau begitu ayo bereskan semua ini." Sahut Bibi Linn. Kemudian merekapun membersihkan tempat hingga selesai.
Dean meniup tangannya sembari berjalan menuju kerumahnya. Ia sebenarnya sedikit ragu untuk pulang kerumah, rumah yang ia tinggali sangatlah tidak aman. Rumah kecilnya itu berada di pojok kota, yang membuat keluarganya seperti sangat tertutup. Orang orang bahkan enggan untuk mengajak mereka untuk bersosialisasi, semua karena ayahnya yang terkenal sinting dan tak tahu malu.
Benar saja, belum sempat ia mendekati rumahnya, ia mendapati suara bising dari rumah kecilnya itu. Ibunya sedang disewakan oleh ayahnya, sungguh biadab. Dean yang tak mau mendengar itu kemudian berbalik arah menuju batu besar didekat rumahnya dan duduk disana.
Disisi lain, ayahnya sedang mabuk dan merokok bersama dengan klien nya yang sedang bergilir meniduri istrinya. Gumpalan asap ia hembuskan sembari kembali menegak whiskey yang ada digelasnya. "Aku dengar kau memiliki seorang anak?" Tanya si klien. Ayah Dean kembali menghisap rokoknya, "Ya, dia alat yang mudah digunakan untuk mencari uang. Sama sepertibunya" Jawabnya yang diakhiri dengan menunjuk kepada ibu Dean yang sedang berada di ranjangnya.
Si klien tertawa, "Kau memang sungguh tak punya moral. Aku menyukainya." Ujarnya. Ayah Dean menghembuskan asap rokoknya sembari mengerit, "Memang ada apa kau menanyakan anakku?" Tanyanya penasaran. Si klien tersenyum miring dan berbisik, "Ku dengar ada bajak laut cabul yang doyan dengan anak kecil... dan dia berani membeli dengan harga tinggi." Ayah Dean tersenyum lebar mendengar itu. "Katakan dimana aku bisa bertemu dengannya." Balas Ayah Dean.
.
.Penantian Dean menunggu para klien untuk pergi akhirnya selesai. Mereka meninggalkan rumahnya dengan tawa puas beserta ayahnya. Namun, senyuman ayah Dean sirna ketika matanya bertemu dengan mata Dean. Dean yang mengetahui maksud tersebut akhirnya turun dari batu tempat ia duduk dan berjalan menuju rumahnya.
Sesampainya disana, seperti biasa ayah Dean meminta setoran harian dari hasil ia bekerja. Dean memberikan kantung uang yang ia dapat, ayahnya menyerobotnya dengan kasar. Ia menghitung jumlah uang yang Dean dapat, "15 koin emas. Bar cukup ramai kali ini?" Tanya ayahnya yang tak marah seperti biasanya. Dean mengangguk , "Iya, hari ini cukup ramai aku saja sedikit kewalahan dengan pelanggan yang ada."
Ayah Dean menatapnya tajam. Dean menelan salivanya gugup, ayahnya terasa semakin mendekat dan mengangkat tangannya. Dean memejamkan matanya kuat karena refleks yang ia punya, ia berpikir jika ayahnya akan memukulnya. Ternyata sebuah tepukan dipundaknya. "Aku selalu mengatakan kau tak berguna bukan? Kali ini kau akan sangat berguna." Ujar ayahnya yang membuat Dean bingung.
Ayahnya beranjak menuju kamarnya, "Besok ikut aku pagi pagi kebelabuhan. Kau tak perlu pergi ke pasar untuk bekerja membantu orang." Ucap sang ayah, Dean nampak sedikit bingung tapi apa boleh buat dia hanya bisa pasrah ketika melihat ibunya yang nampak lemas diatas ranjangnya. "Baik ayah." Balas Dean.
Malam berganti menjadi pagi, Dean bangun di jam biasa untuk membantu ibunya membuat sarapan. "Apa kau akan pergi kesuatu tempat?" Tanya ibunya, Dean mengangguk mengiyakan pertanyaan itu. "Aku memiliki firasat buruk... bagaimana jika kau tak pergi hari ini?" Ujar ibunya. Dean menoleh padanya, "Aku akan baik baik saja ibu, ibu yang harus lebih memperhatikan kesehatan bukan aku." Jawab Dean.
"Dean..." Lirih ibunya. Belum sempat ibunya berkata banyak ayahnya sudah duduk dimeja makan. Ibu Dean segera menyiapkan roti toast untuk sarapan dengan telur di piring untuk suaminya serta Dean dan dirinya. Mereka lalu duduk untuk sarapan bersama. "Apa kau kenyang? jika tidak kau boleh nambah! " Ucap ayahnya yang membuar mereka bingung dan menatap satu sama lain. "Aku sudah cukup kenyang dengan ini.." Balas Dean yang hanya dibalas anggukan kecil dari ayahnya.
Setelah mereka menyantap sarapan mereka, ayahnya menarik jaketnya dan bergegas keluar. "Ayo Dean! Nanti kita terlambat, uangku sudah menunggu!" Seru ayahnya yang sangat girang menuju keluar rumah. Dean yang sedang bersiap ditepuk pundaknya oleh sang ibu. "Dean.. berhati hatilah." Ucapnya yang sangat khawatir, firasat seorang ibu sangatlah kuat. Dean tersenyum dan menjawab, "Semua akan baik baik saja."
Dean mengikuti langkah sang ayah menuju pelabuhan, ia melihat kearah pelabuhan yang terdapat sebuah kapal besar asing di pelabuhan. Dean menatap punggung ayahnya, ia nampak sangat riang disetiap langkahnya. Bahkan ia sedikit bersenandung selama perjalanan.
Sesampainya di pelabuhan, ayahnya mendekati seseorang yang menggunakan topi seorang kapten. "Jadi.. Apa kau Kapten Roger?" Tanya ayahnya. Kapten Roger tersenyum tipis, "Wah wah jadi ini orang gila yang rela anaknya kubeli? Sungguh mengagumkan!" Jawab sang Kapten dengan tertawa. Ayahnya juga terlihat ikut tertawa mendengarnya, "Terimakasih!" ia lalu menoleh kearah Dean dan menyeret lengannya untuk mendekat. "Ini Dean anakku, dia berumur 11 tahun! Dia tumbuh dengan sehat dan sangat serbaguna!" Lanjut sang ayah mempromosikan anaknya.
Kapten Roger memperhatikan Dean dengan seksama, jujur saja itu membuat Dean sedikit risih dan takut. "Sangat fresh.." Lirih sang Kapten. "Jadi... berapa bayarannya?" Tanya sang ayah, Dean menoleh padanya dengan ekspresi sedikit terkejut karena ia sudah menduga cepat atau lambat ini akan terjadi. Kapten Roger bersiul dan 4 awak kapalnya membawa 2 peti penuh harta karun dan uang. Mata sang ayah bersinar keemasan dibuatnya, ia sangat senang akan bayaran yang ia terima. "Mereka akan membawakannya kerumahmu." Ujar Kapten Roger.
"Terimakasih Kapten!" Serunya, ia lalu menepuk kedua bahu Dean dan menatapnya. "Dean dengar... mulai sekarang dia adalah tuanmu. Kau akan pergi bersamanya, aku dan ibumu akan hidup tenang jadi kau tak perlu khawatir. Kau adalah seorang penyelamat, jadi kau harus pergi bersamanya kau mengerti?" Ujarnya. Dean sangat kesal dengan ucapannya tapi apa boleh buat, ia tak bisa apa apa. "Aku mengerti." Balas Dean singkat. Ayahnya mengusak rambutnya kasar lalu meninggalkannya, sebuah lambaian tangan bahkan sempat ia berikan.
Dean menatap Kapten Roger lurus, "Kau tak punya pertanyaan?" Tanya Kapten Roger. Dean bingung dan menimpalinya, "Apa aku diizinkan untuk itu?" Sontak Kapten Roger tertawa terbahak. "Nak, kau pikir untuk apa bajak laut mau membeli anak anak sepertimu? kurang kerjaan sekali!"
"Jadi karena kau hanya ingin? atau kau memiliki hobi cabul..." Balas Dean yang suaranya semakin lirih, mendengar itu Kapten Roger semakin tertawa. "Aku mendengar ada anak laki laki di bar yang menjadi pendengar yang baik." mendengar itu Dean terkejut setengah mati. "Kau juga menjual informasikan? tetapi kau menjualnya didekat pasar agar tidak terlihat mencolok karena kau bekerja di bar. Usaha yang bagus untuk anak kecil sepertimu." Lanjut Kapten Roger yang membuat Dean semakin merasa takut.
Kapten Roger melihat kearah anak buahnya yang sudah pergi lalu ia merogoh kompas disakunya. "Ayo naik kekapal. Banyak hal yang harus kita diskusikan." Ujarnya yang kemudian merekapun beranjak menaiki kapal bajak laut yang memiliki cirikhas patung siren yang memegang keong laut sebagai terompet. Dari sinilah kisah baru Dean akan dimulai.
---------
Thankyou for reading!!
Ready for next chapter?
KAMU SEDANG MEMBACA
Battlefield : Ending Story
AdventureDean merupakan anak malang di jual oleh ayahnya sendiri, siapa sangka orang yang membelinya adalah seorang bajak laut yang bernama Roger Nicholas Efraim. Kapten Roger memiliki ambisi untuk mengalahkan ke 7 raja bajak laut yang menguasai lautan Avalo...