Story before the day

3 2 0
                                    

Disebuah tempat pelatihan yang penuh dengan awak bajak laut, di sana terdengar beberapa kali benturan besi yang saling menghantam. Diantaranya ada yang sedang mempertajam senjata, dan ini sudah berlangsung 4 hari. Dean yang kelelahan sedang beristirahat di bawah pohon yang rindang.

'Apa apaan mereka ini, katanya akan melakukan perang untuk mengejar bajak laut yang menghancurkan kapal milik Estella.  Nyatanya santai latihan disini.'pikirnya yang sembari mendongak keatas, menatap cahaya matahari yang seolah berusaha menerobos masuk. Pikirannya sempat kosong sampai suara seorang prajurit mengumumkan kedatangan kesatria suci Leoness telah tiba.

Maniknya mencari kearah sumber suara itu, 'seseorang yang datang dari dunia lain' tentu Dean sangat penasaran. Karena dalam dirinya, ia juga merupakan hal yang sama. Dia ingin mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi karena mungkin kesatria itu dapat membantunya.

Sang kesatria sampak menyapa para awak kapal, ia juga berbincang dengan kapten dengan raut wajah yang cukup serius. Tak lama setelahnya ia menoleh dan menatap Dean, sontak itu membuatnya terkejut dan mengerjap panik.Ia segera memperbaiki posisi duduknya ketika sang kesatria berjalan kearahnya.
Semakin ia mendekat, wajahnya mulai nampak dengan jelas dimata Dean. Dean juga beranjak dari duduknya dan berdiri. Ia menyapanya dengan senyuman, "Kau pasti Dean kan?" Tanyanya yang membuat Dean mengangguk. Ia lalu melanjutkan, "Aku Junna Readwulf, kau pasti sudah mendengar tentangku bukan?"

Dean lalu menjawabnya, "Tidak begitu banyak."

Dengan masih tersenyum Junna menepuk bahunya, "Mari kita berbincang, ada banyak hal yang ingin kusampaikan."  Terlepas dari itu, merekapun lalu pergi kedalam mansion yang tak jauh dari camp pelatihan mereka. Mata Dean tak bisa lepas dari arsitektur yang begitu bagus disetiap perjalanan mereka. Siapa yang tak akan terkesima melihat sebuah karya seni yang begitu indah, pasti semuanya akan sama dengan Dean.

Langkah mereka terhenti ketika mereka sampai didepan pintu besar yang megah, pintu itu perlahan terbuka seiring para pelayan yang membukanya dengan perlahan. Pemandangan yang begitu klasik untuk pertama kalinya ia lihat. Merekapun kemudian memasukinya dan beranjak duduk disebuah sofa mewah yang besar.

Setelah itu para pelayan mulai menyiapkan sajian berupa cookies dan beberapa short cake beserta dengan teh yang baru saja diseduh. Dean menyikapinya dengan tenang walau sebenarnya ini sudah lama baginya tak melihat manisan sebanyak ini.
Ketika semua tertata rapi, mereka lalu meninggalkan Junna dan Dean saat Junna memberi intruksi untuk itu. Secangkir teh diangkatnya, ia menghirup aroma teh yang khas itu sebelum sedikit meniupnya dan menyeruputnya.

Cangkir itu ia kembalikan keatas meja, ia menatap Dean dengan tatapan yang cukup tajam. Dean nampak tak begitu nyaman karenanya. "Kita mulai darimana ya.."Gumam Junna yang menggenggam kedua tangannya.

"Dean, apa pendapatmu tentang dunia ini?" Sebuah pertanyaan terlempar kepadanya, Deanpun membuat kontak mata dengannya.  "Jadi kau mengetahui keberadaanku?" Balas Dean yang tak langsung menjawab pertanyaannya. Junna terkekeh dibuatnya.

"Saat pertama kali aku membuka mataku, semua yang berada disekelilingku berubah. Tubuhku bahkan menjadi kecil. Kau merasakannya jugakan?." Mendengarnya Dean tak bisa menyangkal jika itu salah.

"Keluarga baru.. Suasana baru.. tapi aku tak dilahirkan. Aku dipaggil namun sayangnya sihir yang mereka punya terlalu rendah sehingga tak sanggup membawaku dengan usiaku yang sebenarnya, walau mereka berhasil membawa ingatanku di bumi." Pernyataan Junna menjelaskan mengapa kini ia seumuran dengan Dexter.

"Awalnya aku tak mengerti mengapa aku bisa kesini, padahal di duniaku aku sedang asyik menonton anime." Ia tertawa kecil, "Sampai di Avalonn... ini memang benar benar diluar dugaanku. Akupun mempelajari tentang dunia ini. Hingga aku sadar.. Aku berada di underworld."

Dean tersontak kaget mendengar itu, bagaimana bisa? "Jadi.. dengan kata lain yang memanggilmu itu.."

"Elf." Ungkap Junna dengan tegas.

"Seharusnya mereka memiliki kekuatan sihir yang besar bukan? Itu memang benar, akan tetapi dibawah sana.. mereka sedang berada dalam krisis. Para penghuni Abyss mulai bersatu dan berencana untuk menuju surface. Para Elf adalah penjaga perbatasan. Akan tetapi kekuatan mereka kini jauh lebih kuat dan menekan para Elf."

Dean merasa paham dengan ceritanya, "Lalu mereka memanggilmu untuk menjadi hero kan?" Junna tertawa mendengarnya tetapi itu benar.

"Benar, kau seharusnya tahu betapa raut wajah meraka yang sedih juga bahagia. Karena aku yang datang dengan tubuh begitu muda, tapi itu tidak menyembunyikan kekuatan besar yang ada dalam diriku."

Tangan Dean perlahan meraih cookie coklat dan memakannya, "Seharusnya jika kau sehebat itu, peranku tidak begitu penting bukan?" Ujarnya yang membuat raut wajah Junna menjadi murung.

"Tidak semudah itu Dean, Kami keluar dari underwold juga dengan usaha yang gagal beberapa kali. Aku harus mempelajari bagaimana untuk menguasai kekuatanku. Semua itu butuh proses." Dean hanya meliriknya dan kembali fokus ke makanan layaknya anak kecil.

"Pertama kalinya kami menginjakkan kaki di surface.. Marina,elf yang bersamaku mendapat penghilatan.. jika ada seorang bajak laut yang memiliki buku sihir yang begitu gelap. Dan buku ini dapat membantu kita
untuk menyelamatkan Avalonn."

"Tunggu." Dean menyelanya dan bertanya, "Bukankah kegelapan harusnya dilawan dengan cahaya? mengapa kalian mengincar buku itu?"

Junna menjelaskan bila mana itulah mengapa Dean sangat penting disini. Dean semakin tak percaya dengan omong kosong ini, "Kau boleh tidak percaya.. namun aku pernah gagal. Aku terlalu naif jika aku bisa membuatnya baik baik saja karena kekuatanku." Tekan Junna yang membuat Dean mengerutkan dahinya.

"Kalian masih menyembunyikan sesuatu dariku bagaimana aku bisa percaya pada kalian."  Dean menatap mata Junna dengan tajam, "Karena kenyataannya pahit untuk diungkapkan?" Lanjut Dean karena instingnya yang cukup tajam.

Junna menunduk dan memainkan ibu jarinya, "Maafkan aku Dean.."

Dean merasa jika ia berlebihan dan merasa tidak enak, "Tak masalah kau bisa lanjutkan."

Junnapun kembali menjelaskan jika buku hitam itu adalah senjata utama untuk mengalahkan bos terakhir maka dari itu ia mendatangi Leoness dan meminta bantuan kepada Raja Philip. Sang raja awalnya tak mempercayainya namun dengan kekuatan elf yang memperlihatkan masa depan kepadanya. Ia kemudian membentuk tim khusus yang beranggotakan Roger dan awak kapalnya.

Tidak sembarang orang, Kapten Roger yang memilih awak kapalnya sendiri. Dan mereka berasal dari beberapa negara karenanya merekapun mengarungi lautan melawan para bajaklaut dan mengambil nama mereka. Deanpun mulai paham dengan situasi saat ini. "Dengan persiapan matang dan orang orang hebat seperti kalian apa benar peranku ini penting?" Pertanyaan itu kembali terucap dari bibir Dean, merasa pesimis? Mungkin karena ia merasa dirinya lemah.

Junna lalu berkata, "Jangan menilai seseorang dari luarnya. Di bumi kau seorang yang pekerja keras bukan?" Dean lalu menatapnya, "Ini tak adil.. kau seperti tahu banyak tentangku. Seberapa jauh elf itu melihat?"

Junna yang mulai udara disekitarnya menjadi ringan kini ia bisa meminum tehnya dengan tenang, "Spoilernya cukup sampai disini Dean."

Dean cemberut, "Kau sangat imut jika begitu Dean, oh iya apakau suka anime?" Ucap Junna yang mulai menyinggung kehidupan sebelumnya tentang hobi miliknya, "Oh tidak terlalu, aku lebih suka super hero." Balas  Dean.

"Aahh..... Kau bukan salah satu dariku rupanya, tak heran kau begitu normal!" Keluh Junna.

.
.
.

Chapter kali ini penuh ocehan..
Ternyata Dean juga seorang time traveler.. apa universe traveler yaa
Ikuti terus cerita Dean!!

Battlefield : Ending  StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang