Clover terus teringat dengan pertengkarannya bersama Wooyoung kemarin. Padahal seharusnya mereka datang untuk acara pemilihan busana. Dua hari lagi Incelion akan melakukan peresmian Clover sebagai pemimpin yang baru. Dengan mengumpulkan banyak keberanian, Clover mamantapkan langkahnya menuju sebuah pintu dengan ukiran api di sana.
Benar sekali. Kamar Wooyoung.
Biasanya Clover selalu datang tanpa permisi, tanpa ketukan pada pintu. Namun kali ini untuk melakukannya rasanya terlalu takut.
"Apa yang kau lakukan di depan kamarku? Kenapa tidak langsung masuk seperti biasa?" Wooyoung menepis Clover untuk menepi sebab menghalangi jalannya. Dia lekas membuka pintu dan menarik Clover untuk ikut masuk. "Kemarin aku mencarimu. Tapi tidak ada satu orang pun yang tahu keberadaanmu."
Wooyoung berucap demikian sembari sibuk dengan aksesoris bajunya. Jangan lupakan bahwa mereka akan datang ke acara pemilihan busana malam ini.
"Aku pergi ke suatu tempat." Bibir Clover tanpa sadar mencipta sebuah senyum ketika mengingat seorang pria yang datang padanya kemarin. Namun bodohnya, perkenalan mereka tidak berjalan sejauh itu. Masih sama-sama belum mengetahui identitas satu sama lain. Dan kedepannya Clover sangat berputus asa untuk pertemuan mereka selanjutnya.
"Lain kali kau tidak boleh sendiri. Di luar sana sangat berbahaya." Wooyoung memperingati.
Clover mengangguk, menyetujui ucapan Wooyoung sebagai peringatan. "Benar." Otaknya teringat dengan pertarungan itu meski dia tidak menyaksikannya. Suara bising senjata yang saling beradu sudah cukup memperjelas gambaran kejadiannya. "Wooyoung. Apa kau tahu prajurit dengan jubah putih? Maksudku, dari negri mana seorang prajurit menggunakan jubah?"
Wooyoung menatap dengan penuh keheranan. Pertanyaan tak berdasar itu cukup memancing kecurigaannya. "Memangnya kenapa? Setahuku semua prajurit tidak memakai jubah." Kemudian bergabung dengan Clover yang duduk di tepi ranjangnya. "Prajurit macam apa yang menggunakan pakaian seperti itu untuk melakukan pekerjaannya? Mungkin maksudmu kesatria. Tapi hanya kesatria sombong yang menggunakan pakaian begitu mencolok."
Jika dipikir-pikir benar juga. Tapi pria yang Clover temui kemarin memakai jubah putih dengan beberapa noda tanah.
"Mungkin dia sangat ahli. Jadi dia harus memakai jubah yang keren." Sejujurnya Clover hanya sok tahu. Dia tidak benar-benar paham tentang ilmu semacam itu.
Wooyoung menghela nafas. Lelah dengan segala penuturan Clover terhadapnya. "Gila. Memangnya kau tahu dari mana? Kenapa tiba-tiba menanyakan itu?" curiganya kembali. Clover hanya memukul lengannya sebagai jawaban.
"Kalau aku bertanya itu jawab saja, bukan mengembalikan pertanyaan. Cerewet sekali." Clover beranjak. Meninggalkan Wooyoung dengan tatapan kesal.
"Yang cerewet itu kau."
"Kau mau ikut denganku tidak? Acaranya akan segera dimulai!"
🏰
Ada banyak hal menarik di dunia ini termasuk kehidupan Incelion. Beberapa hari sebelum sebuah acara diadakan, para petinggi kerajaan akan membuat acara pemilihan busana. Dimana di sana terdapat beberapa penata busana kerajaan yang masing-masing mendapat satu orang untuk dilayani. Mereka memilih gaun ataupun setelan yang mereka sukai. Memberi masukan dan keinginan untuk pakaian yang lebih cantik.
Satu ruangan yang penuh pakaian itu dibagi menjadi dua sisi, untuk pria dan wanita. Dengan masing-masing sepuluh ruang ganti yang cukup luas. Biasanya, acara diadakan di tempat yang sangat luas. Sengaja dibangun dengan tujuan acara ini.
Clover sedang sibuk memilih pakaiannya. Untuk acara peresmian, dia hanya ingin terlihat cantik dengan sebuah gaun hitam dan penutup wajah. Dia tidak bisa beranggapan bahwa itu sebuah topeng, karena bentuknya menyerupai tirai mutiara. Lalu, mengapa dengan penutup wajah? Sebab Clover mengingat kebohongannya akhir-akhir ini. Karena beranggapan bahwa pria yang tanpa sengaja dia temui itu adalah seorang kesatria. Clover memiliki keyakinan untuk tetap menyembunyikan wajahnya, meski di acara ini hanya dikunjungi oleh petinggi kerajaan dan sahabat Raja. Pria itu pernah mengungkap bahwa dia memiliki urusan di Incelion. Sehingga Clover berpikir dia pasti sedang berkeliaran di sekitar sini. Untuk tetap bertahan pada kebohongannya sebagai penduduk biasa, Clover melakukan dengan cara ini. Khayalannya begitu tinggi.
Sesuai dugaan, bagian pinggang pada gaun-gaun itu terlihat sangat sempit. Tidak sama dengan ukuran tubuhnya. Pada tahap pemakaian gaun, Clover selalu merasa tersiksa.
Sukses dengan pilihannya, Clover beranjak menuju pada barisan pakaian pria. Langkahnya tertuju pada Wooyoung yang pada saat itu tengah bimbang dengan pilihan warna yang ada. "Bukankah ini lebih cocok untukku?" Wooyoung menyambut Clover dengan sebuah pertanyaan. Wooyoung butuh pendapat Clover karena dia bagus dalam urusan pakaian.
Clover menggeleng. "Tidak." kemudian memanggil penata busana untuk membantunya. "Berikan satu yang terbaik untuk Wooyoung. Aku ingin yang hitam." Tuturnya, sudah seperti ahli.
Wooyoung tersenyum puas. Clover bisa diandalkan dalam segala hal termasuk rangkaian acara yang baginya merepotkan. Sebab Wooyoung tak begitu terlatih dalam urusan kerajaan. Sekali lagi, Clover adalah prioritas. Tidak memberi bekal apapun pada Wooyoung tidak akan menjadi masalah besar. Dia hanya sesekali mendapat pelatihan perang dan penggunaan senjata.
Namun karena pengabaian itu, Wooyoung tumbuh menjadi seorang pangeran yang rendah tata krama. Dalam bersikap dia masih sesekali tidak peduli. Pada dasarnya orang-orang di kerajaan melakukan segala pekerjaannya dengan begitu tertata disertai aturan. Tetapi Wooyoung, tumbuh dengan sebuah perbedaan. Dia menjadi adik yang begitu manja untuk Clover. Tingkahnya seringkali masih kekanakan dan ceroboh.
"Wooyoung. Apa kau sudah dengar tentang berita perjodohanku?" Clover sedikit berbisik. Namun pertanyaan itu mendapat reaksi terkejut dari Wooyoung.
"Kau? Perjodohan?" Wooyoung terkejut sekali lagi. "Aku tidak tahu apapun selain acara peresmianmu. Bagaimana bisa?"
Clover menggidikkan bahu. Dengan ekspresi yang menyiratkan bahwa dia juga tidak mengerti mengapa hal itu bisa terjadi. "Entah. Aku mendengarnya dari beberapa pekerja yang membicarakan perjodohanku. Sedangkan aku sendiri tidak tahu apapun tentang hal ini."
"Sebesar itukah orang tua kita mengabaikanku? Mereka tidak membawaku untuk berdiskusi. Sedangkan aku adalah pelaku di sekenario mereka. Jahat sekali." Tambahnya lebih panjang lagi.
Wooyoung tak bergeming setelah penuturan panjang tersebut. Dia lebih banyak diam, berpikir akan sesuatu. "Bukankah kita selalu di bawah kendali mereka?" pandangannya menunduk. Berpura-pura sibuk dengan beberapa pakaian yang ada di sana. Meski Clover memahami bahwa Wooyoung hanya berusaha memaklumi. Bukan benar-benar maklum.
"Putri Clover. Pakaian yang kau inginkan untuk Pangeran Wooyoung sudah kami siapkan." Salah satu penata busana menginterupsi. Mau tak mau Clover segera menarik lengan Wooyoung untuk ikut bersamanya. Setidaknya untuk satu kali Wooyoung harus mencoba pakaiannya sebelum digunakan untuk acara nanti.
Melalui sebuah tirai yang mulai terbuka, Clover mampu melihat Wooyoung yang sudah begitu tampan dengan pakaian pilihannya. Bahkan penata busana dan beberapa yang menyaksikan ikut memuji. Clover tersenyum bangga melihatnya.
"Astaga. Tampan sekali." Seraya datang untuk memeluk Wooyoung. "Kau telah tumbuh begitu banyak, Wooyoungie." Dan melepas pelukan itu untuk sesaat menatap sang adik yang sedang tersenyum malu. "Manis sekali. Kau tumbuh dengan sangat baik. Aku bangga padamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐎𝐕𝐄 𝐂𝐀𝐒𝐓𝐋𝐄
Fanfiction𝑫𝒊 𝒔𝒆𝒃𝒖𝒂𝒉 𝒌𝒂𝒔𝒕𝒊𝒍 𝒕𝒖𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒃𝒂𝒕𝒂𝒔𝒂𝒏 𝒏𝒆𝒈𝒓𝒊, 𝒑𝒆𝒓𝒂𝒔𝒂𝒂𝒏 𝒊𝒕𝒖 𝒕𝒖𝒎𝒃𝒖𝒉. 𝑻𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒃𝒖𝒂𝒉 𝒅𝒆𝒏𝒅𝒂𝒎 𝒅𝒂𝒏 𝒄𝒊𝒏𝒕𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒂𝒃𝒂𝒅𝒊. ©𝐲𝐨𝐮𝐧𝐠𝐦𝐢𝐬𝐦𝐞, 𝟐𝟎𝟐𝟐.