05• Jero dan rasa lelahnya

651 62 4
                                    

JERO

Pagi ini Jero melihat raut wajah sahabatnya, Heru sangat tidak bersahabat. Anak itu seperti sedang kesal dengan sesuatu.

Jero yang merasa penasaran, memberanikan diri untuk bertanya kepadanya. Jero melirik ke arah Heru yang sedang duduk di sampingnya sambil fokus memainkan ponsel.

"Ru?" panggil Jero.

Heru melirik ke arah Jero dan hanya mengangkat dagunya, atas jawabannya.

"Lo kenapa? Lagi nggak baik-baik aja?" tanya Jero.

Heru mencelos fokus pada ponselnya kembali. Tidak ada niat untuk menjawab pertanyaan itu.

"Ru?" panggil Jero kembali, namun anak itu pura-pura tidak mendengar.

"Gara-gara soal semalem?" tanya Jero masih berusaha.

Heru melihat lagi ke arah Jero dengan raut wajah begitu kesal "Ya, lo pikir aja deh!" jawabnya tegas, lalu ia pergi meninggalkan bangkunya itu.

Jero menghembuskan nafas kasarnya. Dia rasa kejadian semalam juga demi kebaikan Heru. Jero hanya tidak ingin Heru memiliki masalah baru hanya karena niatnya. Walaupun itu niat baik.

Jero berkeliling di area sekolah mencari keberadaan Heru. Dia merasa harus menyelesaikan masalahnya dengan Heru secepatnya.

Sudah ke kantin, WC, lapangan bola, halaman belakang sekolah Jero mencari Heru. Namun ia tidak menemukan anak itu di mana-mana. Dan sekarang tujuan terakhirnya adalah ruangan basket.

Dan benar saja Heru ada di sana, sedang memainkan bola basket sendirian. Jero dengan perlahan menghampiri Heru.

"Ru?" panggilnya, membuat Heru berhenti dari kegiatan memainkan bola basketnya. Heru berbalik dan bergeling malas melihat sosok yang ada di hadapannya. Lalu ia menyimpan tangan di kedua pinggangnya

"Gue minta maaf, kalau lo semarah itu sama kejadian semalem. Gue cuman nggak mau lo kena masalah" jelas Jero.

"Ck" Heru berdecak, lalu ia memalingkan wajahnya dari arah Jero.

"Semoga lo ngerti maksud gue. Bukan maksud nggak menghargai kepedulian lo. Gue mau berterimakasih banget buat solidaritas lo. Gue beruntung punya sahabat yang sebegitu pedulinya ke gue. Bahkan gue udah anggap lo saudara gue sendiri. Bukan lagi sahabat apalagi cuman sebatas temen."

"Tapi gue mohon, nggak usah lakuin hal itu. Dan gue bakal baik-baik aja. Lo nggak usah khawatir."

"Mau sampai kapan?" serga Heru dengan nada sedikit tinggi "Mau sampe kapan lo terus bersembunyi di balik kata bakal baik-baik aja!."

"Gue udah muak sama tingkah mereka! Sampai kapan lo cuman diemin mereka!"

"Dari dulu pun gue nggak pernah takut buat ngelawan mereka, sekalipun satu lawan empat. Gue bakal layanin si pengecut-pengecut itu. Tapi lo, selalu aja halangin gue. Di saat gue mau ngebela, di saat gue mau bertindak. Semuanya selalu lo gagalin."

"Sekarang gue udah di ambang batas kesabaran. Gue udah muak ngeliat lo terus di perlakuin buruk. Gue udah menyusun rencana. Dan gue nggak pernah takut, karena lo nggak pernah salah. Tapi dengan entengnya lo minta jangan ngelakuin itu. Lo bilang bakal baik-baik aja. Buktinya mana? Bukti lo bakal baik-baik aja mana!" Heru dengan rasa emosinya terus melontarkan kata-katanya.

J E R O ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang