HOLAAA! we meet again! Tanpa ba-bi-bu lagi, happy reading semuaa! Sebelumnya mohon maaf karena ini short chapter, karena ngetiknya rada ngebut. Tapi ya okelah, semoga kalian suka yaa <3
Btw, ini aku lumayan cepet kan updatenya yak? Wueheheh *terkekeh unyu* /plag/
***
Setelah selesai dengan mandi dan berganti pakaian, aku merebahkan diri di atas tempat tidurku, rasa lelah membuatku ingin segera menutup mataku rapat-rapat dan menyingkirkan jauh jauh kenyataan bahwa Luke menungguku di bawah sana untuk pelajaran matematikanya yang mematikan— juga Ashton dan Sean yang tidak tahu apa urusannya denganku sehingga aku harus bangkit dari tempat empuk ini.
Aku berpikir untuk turun atau tidak, tapi aku benar-benar malas. Lagipula Mom dan Dad mungkin sebentar lagi pulang dan bisa mengurusi Luke atau Ashton. Jadi aku tidak perlu repot-repot ikut campur.
Jadi demi kesejahteraanku sendiri, aku memilih untuk berguling nyaman sambil menggapai bantal guling untuk kupeluk, dan samar-samar aku mendengar seolah ada sesuatu yang mendekat ke arahku— tapi aku yakin itu hanya khalayanku atau semacamnya.
Merasakan kasurku bergerak-gerak, aku langsung bergeser dan meraih suatu benda yang empuk yang kuyakini adalah bantal gulingku, namun rasanya lebih berat dari biasanya. Tanganku melingkar di bantal itu, rasanya begitu nyaman walaupun ku akui tidak begitu empuk dan agak— berlekuk? Apa mungkin Mom mengganti bantal guling kesayanganku saat aku pergi sekolah?
Ah persetan, yang penting adalah aku bisa tidur dengan mimpi yang indah tanpa gangguan dari siapapun. Mengeratkan pelukanku, aku sadar jika bantal gulingku juga hangat. Merasa lebih nyaman dari sebelumnya, aku membenamkan wajahku ke bantal itu. Harumnya sangat aneh. Namun anehnya juga, aku sangat menyukainya. Dan lebih lengkapnya lagi, aku merasakan udara mint yang segar menyapa dahiku lembut. Astaga, aku tidak pernah senyaman ini memeluk bantal guling.
Dan uniknya lagi, aku merasakan bantalku ini seperti berdetak. Detaknya makin keras dan terdengar seperti irama nada yang indah di telingaku. Ya, aku tidak salah. Bahkan harumnya sangat keren. Mengingatkanku pada cowok-cowok macho seperti Adam Levine, Justin Timberlake, Zack Efron, tokoh Four di film Divergent...
Dan harumnya juga terasa manis yang mana membuatku seperti merasa ingin menjilatnya. Harumnya manis seperti tokoh pria di film The Fault In Our Stars yang aku lupa namanya— intinya dia manis dan tampan, juga seperti membayangkan senyuman menggemaskan tokoh Newt di FilmThe Maze Runner— jika kalian bisa membayangkannya. Dan astaga, aku bisa merasakan seperti ada tonjolan yang menusuk bagian kewanitaanku yang tertutup celana tidur. Dan Yeah, semua perpaduan itu mengingatkanku pada Luke.
Tunggu dulu.
Hangat? Berdetak? Tonjolan?
Aku langsung membelalak dan alangkah kagetnya ketika mendapati wajah Luke hanya beberapa senti di depan wajahku.
“Hey, beautiful Vey.” Ujar Luke setenang air danau yang rasanya mengguyurku, namun menguap menjadi titik-titik air yang membumbung ke awan karena suhu tubuhku yang jauh di atas panas. Entah mengapa tapi aku merasa terbakar.
“Lu-Lu-Lu-... Luke!” Seperti melihat hantu atau bahkan lebih parah dari Iblis dan sejenisnya, aku tergagap dan rasanya jantungku berdetak sangat keras hingga rasanya seperti benda kehidupan itu memaksa naik ke tenggorokanku.
“Jangan berteriak, please.” Katanya lembut. Namun aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak berteriak.
“AAAA—“
Aku membelalakkan mataku lebih lebar dari sebelumnya. Aku langsung bungkam ketika merasakan bibir Luke yang hangat menempel di bibirku. Ia hanya menempelkannya tanpa melumat bibirku sedikitpun. Aku masih shock, dan hanya mengerjapkan mataku ketika perlahan Luke mulai menjilat dan memijit bibirku dengan lidahnya yang ahli. Astaga, rasa apa ini?
“You’re so sexy.” Bisik Luke yang di depan bibirku.
Aku menahan nafasku yang rasanya sudah memburu, merasakan rasa menyenangkan karena ada sesuatu di bawah perutku yang bereaksi. Aku tetap menatap Luke layaknya orang idiot ketika cowok itu bangkit dan menarikku hingga duduk di sisi tempat tidur.
“Kau selalu menatapku seperti itu, bisa kau katakan apa alasannya?” Luke gantian menatapku heran.
Aku mengerjap sekali. “A-apa? Tatapan apa?” efek dari ciuman singkat Luke membuatku gila.
“Tatapan seperti kau memohon kepadaku untuk menyetubuhimu di sini.” ujarnya dengan smirk dan mata birunya yang bersinar-sinar oleh gairah— mungkin?
Aku butuh waktu sekitar lima detik sebelum akhirnya kembali memelototi Luke karena perkataannya. “LUKE SIALAN! KELUAAARRR!!!” Aku melemparinya dengan bantal-bantal di atas tempat tidurku. Dan sialnya Luke malah tertawa-tawa geli seperti anak kecil yang sedang bermain perang bantal.
“Luke idiot! Keluar atau aku akan—“ aku memikirkan ancaman apa yang cukup ampuh untuk mendepak Luke dari kamarku.
“Tapi aku—“ Luke hendak membela diri sebelum aku ingat mengapa ia bisa ada di kamar ini. Bukannya aku sudah mengunci pintunya, ya?
“Bagaimana caranya kau bisa masuk ke kamarku?” aku mendelik ke arahnya.
Luke tertawa kecil. “Pintunya tidak terkunci, Vey.”
Okay, berarti ini kesalahan Victoria Williams yang memang pada dasarnya adalah gadis yang ceroboh. Ha-ha.
“Victoria? Honey?” suara Ibuku memanggil dari balik pintu.
“Yea, mom?” kataku membalas suaranya. Aku enggan bangkit dari tempat tidurku sampai Mom terlihat di bibir pintu ketika ia membukanya.
“Mom beli Pizza untuk makan malam. Tadi Mom sudah meminta Luke untuk mengajakmu makan malam di bawah. Apa dia berhasil?” Mom bertanya padaku seolah tidak ada Luke disini. Oh yea, jadi Ibuku sendiri yang mengirim Luke ke sini? aku ingin merengek kesal jika saja Luke tidak ada disini untuk meledekku.
“Aku hampir berhasil, Mrs. Williams.” Luke menyengir ramah dan terkesan lucu di depan Ibuku. Apa-apaan sih dia?
Ibuku terkekeh, “Oh, Luke, kau bisa memanggilku Mom. Kau tetangga baru disini, dan kau sudah seperti keluarga sendiri.”
Aku mengernyit jijik mendengarnya. Bagaimana bisa Mom menerima orang asing di rumah ini dan menganggapnya keluarga?
“Cepat, Vic, atau Sean, Ashton, dan Ayahmu akan menghabiskan makan malamnya.” Ancam Ibuku, dan sialnya itu berhasil karena sekarang aku sudah berlari menuruni tangga untuk bertemu makanan tercintaku. Tidak biasanya Mom menyediakan Pizza di rumah ini. Karena menurutnya makanan seperti itu kurang sehat untuk pertumbuhanku. Dan sekarang aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas untuk makan Pizza sebanyak perutku bisa menampung.
***
TBC!
a. n : HEYHO! Gimana part ini? gimana? Gimana? Vey dicium Luke asdfghjkl bang cium gue juga bang *coel coel luke* *dibakar readers*
Dan yooww, sampe di part ini menurut kalian Luke punya perasaan (suka, naksir, dan sejenisnya) gak sih sama Victoria? Komen-komenlah yaa! Ditunggu komennya untuk dedikasi:) DAN TJIE SEMANGADH BUAT YG LAGI MENGHADAPI UN! SEMANGAT PARA QAQA-QAQAA! DAN SEMANGAT JUGA BUAT ADEK2 KELAS YG LAGI SEJAHTERA KARENA BANYAK LIBUR (TERMASUK GUE BAHAHAH)
P.S. : Yang vomments dicium Luke :3 semakin banyak vomment (vote-comments) bakal semakin cepet apdetz;3
With love dari author yang gesrek gesrek unyu,
RantiAdr
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Hemmings || AU
Fanfiction"I love you, girl." "Fuck you, Luke." "I do. You're cool. You're my girl." "Shut up, Luke!" "Nah, call me Mr. Hemmings babe. I'm your teacher now." "WHAT?!" by RantiAdr cover made by @putputmeaw