Denting jam terdengar cukup jelas di telinga Benjamin, tatkala ia tengah melihat-lihat tumpukan berkas yang ia bawa dari kantor tadi.
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi pria itu semakin asik dengan kegiatannya, membaca berkas perkara dan berkas permohonan penanganan kasus yang masuk ke kantor mereka.
Bermacam kasus yang Ben temukan, sehingga ia harus mengelompokkan jenis kasus-kasus tersebut, agar Ben dapat menunjuk pengacara yang tepat untuk menanganinya. Ben hanya memilih beberapa kasus yang menurutnya menarik untuk ditangani sendiri. Termasuk kasus yang saat ini sedang ia baca, kasus tuduhan pencemaran nama baik melalui media sosial yang dilakukan oleh salah satu oknum guru sekolah menengah bernama Husein, terhadap pemilik sekolah tempat ia bekerja. Ben mempelajarinya matang-matang sebelum bertekad bulat untuk membantu guru malang itu membela diri.
Sebelum meraih ponsel untuk melihat jadwal hariannya besok, Ben memakai handsanitezer yang selalu ia sediakan di atas meja kerja apartemennya.
Sepertinya, Ben mempunyai waktu luang setelah makan siang untuk bertemu. Jadi, ia akan meminta sekretarisnya untuk menghubungi guru yang telah meminta bantuan padanya itu, untuk datang ke kantor besok. Sekaligus tanpa ragu Ben ingin menandatangani berkas perkara yang sudah diajukan padanya, sebagai tanda ia setuju untuk membantu tuan Husein.
Pria itu membasahi bibir dan bangkit ingin mengambil pena emas yang lupa ia ambil di kantung jasnya yang sudah ia taruh di keranjang laundry tadi.
Dengan mengenakan sarung tangan, Ben kembali mengecek jas itu, tetapi, ia sama sekali tak menemukan apapun kecuali sapu tangan dan pensteril miliknya.
Karena mungkin saja terjatuh keluar, Ia segera melihat bagian dasar keranjang, tapi hasilnya nihil dan justru membuatnya mengernyit jijik. Sepertinya Ben harus mencuci pakaiannya malam ini, karena ia sudah merasa geli dan risih melihat pakaian kotor itu. Biasanya Ben akan mencucinya pada pagi hari sebelum ia mandi.
Akhirnya Ben sempatkan untuk memasukkan pakaian itu ke dalam mesin cuci sebelum Ben kembali mencari pena emasnya.
Ia mulai menyusuri tempat yang ia lewati ketika pulang bekerja tadi dengan teliti. Tapi sayang, pena emas kesukaannya itu tidak ada di manapun. Ben mulai merasa kesal. Dengan memejamkan mata dan memijat kepalanya perlahan, Ben mencoba mengingat kembali dimana ia menaruh penanya. Karena ia adalah seseorang yang anti pelupa, maka, Ben tidak akan pernah melupakan sesuatu yang ia kerjakan, atau benda yang ia taruh.
Begitu mengingat kejadian siang tadi, Ben langsung membuka matanya. Ia ingat saat seseorang menabraknya dan dengan panik ia meraih pensteril yang harus selalu ia bawa kemanapun di kantungnya.
"Shit," umpat Ben menyadari kemungkinan pena harga ratusan juta itu telah terjatuh di hotel dan kemungkinan sudah ditemukan oleh seseorang.
Pena emas itu adalah benda berharga bagi Ben, karena merupakan hadiah dari sang ayah untuknya yang berhasil lulus dengan predikat terbaik.
Oleh karena itu, apapun caranya, Ben harus menemukan pena itu. Jika perlu, Ben akan membuat sayembara esok hari, untuk siapapun yang bisa menemukan pena emas miliknya, akan Ben beri imbalan yang setimpal.
***
"Minggir."
Elodie menendang pelan sebuah kursi hanya untuk mengagetkan gadis yang sedang duduk di kursi itu.
Sang gadis terkejut dan menengok dengan wajah yang bertanya-tanya.
"Ini tempatku," ucap Elodie.
Si gadis berdecak, seakan tak percaya apa yang Elodie katakan. Bukankah semua orang berhak ingin duduk dimana saja? Karena mereka tengah berada disalah satu studio perusahaan agensi hiburan yang menaungi Elodie dan beberapa artis lain, jadi itu adalah tempat umum milik bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eat You
RomanceWARNING 21+ Benjamin Altarick Revano, seorang pengacara sekaligus CEO dari DMB Law Firm, salah satu firma hukum terkenal di Singapura. Pria perfeksionis yang tidak hanya dianugerahi kecerdasan, tetapi juga didukung oleh wajah tampan, body proposiona...