Part 5 : Deal

2.3K 240 13
                                    

"Katakan kalau begitu."

"Aku menginginkan jasamu, Tuan Benjamin," ucap Elodie tanpa keraguan.

"Kasus apa?" tanya Ben yang langsung mengerti apa yang Elodie maksud.

Gadis itu menelan air liurnya berat, dan menatap ke arah lain seperti menahan kesedihan. "Ceritanya cukup panjang," eluhnya membuat Ben melihat arloji di tangannya untuk memastikan sesuatu.

"Kalau begitu, lain waktu saja, aku sibuk," responnya datar.

"What?"

Elodie tak percaya dengan apa yang baru saja Ben katakan. Pria itu tidakkah memiliki rasa penasaran ataupun berbasa-basi sedikit pada Elodie?

"Lain waktu, buatlah janji dengan sekretarisku."

"Hey, aku ini calon klien-mu yang sangat berharga!" seru Elodie kembali terpancing rasa kesal.

"Lalu, jangan lupa tinggalkan pena itu di meja."

"Apa? Aku sedang bicara sesuatu, lagipula siapa yang akan menyerahkan pena ini padamu?"

"Kau."

Elodie dengan cepat kembali menyimpannya dalam tas.

"Aku sudah menemukannya, berarti ini milikku," ucapnya tersenyum.

Ben terdiam dan memandangi Elodie dengan tatapan yang tidak dapat diartikan.

"A-ada apa? Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya Elodie gugup.

"Nona, aku tidak suka berbasa-basi dan membuang-buang waktu. Katakan secara singkat, padat dan jelas, apa kasusmu sebenarnya."

Dia tampan. Benjamin memiliki mata hitam pekat yang tajam bagai elang dan sangat menawan. Itulah yang Elodie perhatikan saat ini. Gadis itu dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya karena telah salah fokus memikirkan hal yang lain. Pasti ia sudah gila karena seharusnya ia memikirkan kasus Patricia, bukannya terpesona oleh pria kaku di hadapannya itu.

"Baiklah, ini bukan kasusku. Tetapi ini adalah kasus adikku. Aku ingin menjebloskan seorang bajingan ke dalam penjara," terang Elodie.

Dengan penuh amarah terpendam akhirnya Elodie menceritakan kejadian yang menimpa adiknya dari awal hingga akhir dan mengatakan pada Ben siapa pria yang ingin ia tuntut untuk bertanggungjawab atas apa yang sudah pria itu lakukan.

Seperti biasa, Ben dengan jeli mendengarkan cerita Elodie tanpa menyelanya dengan satu kalimat pun. Karena Ben paling menghargai apa yang telah mereka katakan dan ia harus mendengarkan rentetan kasus secara rinci hingga akhir agar dapat memutuskan strategi apa yang akan ia gunakan untuk membela sang klien.

"Apakah pelaku kasus seperti ini bisa dituntut?" tanya Elodie setelah selesai bercerita.

"Apa yang kau inginkan?"

"Aku menginginkan pria itu membusuk di penjara."

"Tidak sampai membusuk, tapi aku bisa pastikan ia akan masuk ke dalam penjara."

"Benarkah?"

"Ya, tapi, ada sesuatu yang harus kau tau."

"Apa itu?"

"Adikmu, juga bisa dipidana, karena melakukan tindakan aborsi. Walaupun dia tidak ingin melakukan, tetapi dia setuju dan telah melakukannya. Mereka berdua sama-sama seorang pembunuh."

Mendengar kalimat kejam Ben, emosi Elodie tersulut. Apa maksudnya pria itu menyebut Patricia pembunuh? Patricia-lah yang paling menderita karena hal ini.

"Apa yang kau katakan?" Elodie menaikkan suaranya.

"Aku hanya mengatakan hal yang tidak kau ketahui," ucap Ben santai.

Eat YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang