29. BULAN BIRU

25.7K 3.9K 207
                                    

Percaya atau tidak, sekarang aku sudah dapat menunggang kuda sendiri, Al yang mengajarkanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Percaya atau tidak, sekarang aku sudah dapat menunggang kuda sendiri, Al yang mengajarkanku. Kami menghabiskan waktu dua hari satu malam untuk pergi ke tempat yang akan disinari oleh bulan biru, tepatnya di kaki gunung. Dan tentunya, dengan bermalam di salah satu perkampungan yang kami lewati.

Aku ikut ke mana Al memimpin jalan. Kata Al, tidak jauh lagi kami akan keluar dari hutan dan sampai di kaki gunung.

Matahari sudah terbenam sekitar 2 jam yang lalu.

Aku menatap sekeliling. Hutan ini dipenuhi oleh pohon-pohon raksasa dengan akar-akar yang menggantung di mana mana. Hawa di sini sangat dingin dan diselimuti oleh kabut tebal.

Bagian menyeramkannya, sesekali aku merasa ada sekelibat bayangan yang melintasiku. Aku mulai merinding.

"Hei..." Terdengar bisikan suara wanita yang sangat lembut di telingaku.

Suara apa itu?

Aku menoleh cepat ke kanan dan kiri yang kosong. Dan saat aku kembali menoleh ke depan, seketika hutan ini menjadi gelap.

Terdengar suara kuda meringkik. Kuda yang kutunggangi tiba-tiba berhenti.

"Al?" panggilku. "Kau tadi memanggilku? Aku tidak bisa melihatmu, di sini gelap!" seruku kencang.

Tidak ada yang menyaut.

"Mati... Kau akan mati..."

Deg.

Suara apalagi itu?

"Siapa kau?" Aku berteriak. Tidak munafik, aku merasa takut. Suasana di sini berubah menjadi horor.

Belum sempat mencerna situasi, kuda yang kutunggangi tiba tiba berlari ke sembarang arah, berputar di satu tempat dengan gila. Aku menarik talinya, namun justru menjadi semakin buas.

Di tengah aku yang mabuk mengendalikan kuda, terdengar suara tawa yang sangat melengking. Seperti suara setan di film horor.

Bersamaan dengan itu, kuda yang kutunggangi meringkik kencang. Ia berdiri dengan dua kaki belakang. Peganganku terlepas, tubuhku terdorong ke belakang.

Kukira, aku akan terjatuh membentur tanah. Namun, saat kumembuka mata, ada Al yang sedang menopang tubuhku dari sisi samping. Matanya menatapku lurus.

"Apa yang kau lakukan?"

Sayangnya, suara Al tidak terdengar jelas. Telingaku berdegung.

"Jangan ke sana... kau akan mati!"

Al memegang kedua bahuku, namun tetap saja aku tidak sadar.

Bisikan itu seolah merasuki tubuhku. Dan semakin lama semakin keras.

"Kau pasti mati...."

Aku merasa jari jari tanganku berubah kaku. Dan sekarang leherku seperti dicekik.

AGRHANA [tamat || terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang