ii. September 2017, Bagian 2

3 1 0
                                    

"Emm... maaf pak kayaknya kelewatan," jawabku jujur.

Pak Fadil menggeleng, "kerjain di luar." Lalu dia kembali berjalan menuju papan tulis, untuk memulai materi baru.

Aku menyiapkan buku dan tempat pensilku untuk segera keluar kelas, bertukartatap sekilas dengan Maura dan berkata, "bye," dengan ekspresi sedih.Maura membalasnya dengan berpura-pura mengelap air mata.

Aku duduk di bangku koridor lantai 3, yang terletak di depan kelasku, hanya sendiri. Heran, setahuku tadi Elang diusir dari kelas. Kemana dia? Belum sempat aku memikirkan skenario-skenario tentang keberadaan Elang, tiba-tiba dari arah tangga datang Elang dan Damar dengan tangah penuh jajanan dan sambil tertawa-tawa. Aku melihat mereka kagum.

"Bisa-bisanya jir," kataku, lebih ke memuji.

"Kok lu di luar Rin? Gak ngerjain juga?" tanya Damar.

"Ngerjain. Tapi ada yang kelewatan. Padahal sebelum dia masuk gue udah nyalin punya Maura."

Elang melihatku terkesan, "oh, makanya tadi lu langsung lari ya abis upacara?" tanyanya.

Aku tertawa kecil, "iya, mantep sih, sampe kaki gue mau copot rasanya."

"Sia-sia dong ya? Udah gempor, tetep aja kena hukum." Kata Damar sambil membuka jajanannya.

Aku berpikir sejenak, "lah, iya juga ya." Aku menepuk dahi. Sial.

"Udah gak usah dipusingin, liat nih gue bawa risolnya Mba Ci," Elang mengulurkan plastik berisi risol smoked beef khas Mba Ci, salah satu pedagang di kantin sekolah. "Gretong buat yang udah sia-sia lari dari lapangan ke kelas."

"Asik, ada berkahnya juga ternyata," aku cengengesan. "Makasih nih ya Lang."

Dari ekor mataku, kulihat Damar memerhatikanku makan dan tersenyum, aku langsung melihat ke arahnya dengan tatapan penuh curiga, "ngapain lu?" tanyaku.

Damar tertawa, "itu risol gue sebenernya. Elang cuma megangin doang soalnya tadi gue bawain Pop Ice gue sama dia."

Aku terkaget sementara Elang tertawa ngakak. "Lah lu gimana sih Lang? Gue kira lu beneran baik sama gue!" kataku tak terima.

"Dam, udahlah ikhlasin aja. Kasian anak orang gempor pagi-pagi tapi tetep dihukum," kata Elang.

Damar menghela nafas sambil menggaruk pelipisnya. "Yaa... mau gimana lagi ya, orang udah dimakan juga."

"Ikhlasin ya Dam. Thanks banget, banget, banget!" kataku.

Tiba-tiba pintu kelas terbuka, memperlihatkan Pak Fadil yang sedang menyerngitkan dahi, lalu berkata, "bagus-bagus. Damar, Karin, nanti ke ruang guru ya pas istirahat."

Damar yang berada persis di depan pintu bingung, aku pun juga bingung. Bingung karena kenapa Elang tidak dipanggil juga? Kami berdua menengok ke belakang dan menemui Elang yang sedang berpura-pura mengerjakan PR nya. Hmm, bagus, sangat tidak solid. Dia lalu mendongak dan melihatku, Damar, dan Pak Fadil. "Emang tuh pak, bukannya ngerjain ya pak."

Pak Fadil hanya menatap Elang curiga tetapi langsung menutup pintu kelas kembali. Terjadi cekcok tanpa suara antara aku dan Damar dengan Elang. Manusia paling kurang ajar, sudah membuat risolnya Damar dimakan orang, membuat kami berdua kena hukuman tambahan pula! Mengompori Pak Fadil pula! Di tengah-tengah cekcok tanpa suara, Pak Fadil kembali melongok ke luar kelas. "Elang, kalo udah selesai masuk."

Elang mengangguk lalu ia membawa buku dan alat tulisnya ke dalam kelas. "Duluan guys," katanya sambil cekikikan. Aku dan Damar buru-buru mengerjakan catatannya juga. Maura dengan baik hati mengirimkan catatannya lewat chat, sehingga aku bisa menyelesaikannya dengan cepat. Saat aku dan Damar sudah selesai mengerjakannya, kami berdua mencoba masuk kelas tetapi ditolak oleh Pak Fadil. "Kalian di luar dulu sampe pelajaran selesai. Abis itu ke ruang guru." Sampai pelajaran selesai maksudnya adalah sampai istirahat. Pelajaran matematika di kelasku memang terjadwal di hari Senin setelah upacara sampai sebelum istirahat. Kenyang sekali bukan?

Belenggu WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang