Saat aku sampai di rumah aku disambut oleh mamaku yang masih mengenakan celemek berwarna biru. Aku terkejut bukan kepalang."Nah, dari mana aja kamu? " tanya mamaku.
"A-aku hmm... Aku tadi dari pantai ma."
Mamaku mengernyit heran, "Baru aja mama mau nyari kamu, lagipula di pantai tuh ada apa sih? Setiap hari main ke sana, kalo dapet temen gak papa, lah ini ke pantai sendirian! Sudah sana masuk cuci tangan, cuci kaki terus makan. Abangmu juga ada di sini lagi makan. " Oh abangku! Ya, aku memiliki kakak laki-laki, dia bernama Radyan Tirta.Aku mengangguk saja, lalu masuk dan mencuci tanganku. Cuci kaki? Nanti sajalah perutku sudah berbunyi terus sejak berlarian tadi. Kulihat abangku yang tengah makan dengan lahap di meja makan sambil menonton tv dan aku menghampirinya.
"Hai abang ganteng." Sapaku seperti seorang gadis centil yang naksir dengan abangku.
Abang hanya melirik ke arah ku sebentar lalu kembali menonton sambil makan. Aku mendengus, hih kalau orang lain liat pasti aku akan dikira gadis penggoda. Wuhhh! Gila rasanya. Akhirnya aku juga makan sambil menonton tv. Setelah selesai, dengan segera aku mencuci piringku. Aku tak mau jika abangku menitip cucian piring padaku. Itu kan piring dia sendiri. Aku hendak kabur lagi lewat pintu samping, tapi sebelum itu terjadi abang tiba-tiba ada di belakang ku.
" Mau kemaja lagi lo? "
Aku memutar otak memikirkan jawaban.
"Hm, hm, gue cuma mau cuci kaki kok di kebun." Alasan yang aneh, benar memang aneh."Mau ke pantai kan? Gak akan dibolehin mama."
"Iya, eh, bukan kan gue tadi bilang cuma mau cuci kaki. "
"Alesan lo. " Ck, abangnya ini memang menyebalkan, sifatnya terlalu kaku dan dingin. Sangat tidak ramah, tentu saja padaku.
"Please, ya abangku tercinta, jangan bilang mama kalo gue mau ke pantai. Gue takut diomelin lagi. Pusing tau gak? "
"Hm. Yaudah mau gue temenin?"
"Hah? Tumben kali lo, bukannya lo harus balik ke apart lo ya? " Tanyaku. Abangku ini memang tak tinggal serumah denganku, karena jarak kampus yang jauh. Tapi itu bukan masalah karena ia memiliki apartemen sendiri yang tentu saja dekat dengan tempat dia berkuliah.
"Buat hari gue bakal nginep di sini, sekalian gue mau liat-liat tempat ini. "
Wah! Aku senang sekaligus kesal. Senang karena abangku tertarik dengan tempat ini dan kesal karena dia harus meningap. Baiklah, tak apa jika hanya sehari. Lagipula aku jarang sekali menghabiskan waktu berdua sebagai kakak dan adik. Kami jarang sekali berbicara, selain karena abangku yang tinggal terpisah, itu juga karena abangku yang kalau diajak bicara tak mau membalas, benar-benar seperti berbicara batu yang hanya bisa bernafas.
"Tapi mama gimana? " tanyaku khawatir kalau mama tau aku akan pergi ke pantai lagi .
"Ya, gue bilang aja ke mama kalo lo mau nganter gue jalan-jalan." Oh syukurlah! Akupun mengangguk lalu pergi ke halaman depan.
Aku menunggu cukup lama karena abangku mesti berpamitan dulu pada mama. Ya, biarlah aku tunggu saja di sebrang jalan. Tak lama kemudian bang Radyan sudah ada di sampingku. Kami berjalan menelurusi jalan raya yang lumayan besar. Aku berniat mengajaknya ke pusat pasar dulu, dan bang Radyan mengangguk saja. Saat kami sampai, keadaan pasar tak seramai pagi tadi.
"Lo mau beli sesuatu nggak bang? "
"Nggak." Jawab bang Radyan.
Setelah dari pasar aku mengajak bang Radyan melihat Sekolah negeri yang ada di sini, berlanjut ke balai desa yang bedampingan dengan kantor polisi. Lalu yang terakhir adalah pantai. Aku akan menunjukan segala yang kutahu tentang pantai yang baru kukenal satu bulan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ernawa
Teen FictionLaut itu kini berubah menjadi hitam pekat. Aku duduk di kapal dengan mata yang berlinangan air mata. Tak kusangka aku akan berakhir seperti ini hanya untuk laut. Laut bisakah kau berhenti? Aku memang menyukaimu tapi ini hal yang salah. Kau adalah fi...