Cuaca pagi ini lumayan bagus, langit terlihat biru walau di bagian timur terlihat sedikit mendung. Aku sepagian ini masih saja belum beranjak dari dudukku. Aku harus bisa melindungi alat renang dan buku-buku ku. Bukan apa-apa tapi keduannya memiliki jasa yang besar padaku. Stelah berpikir lama akhirnya aku memutuskan untuk bicara saja terus terang. Baiklah aku siap. Aku keluar kamar lalu berjalan menuju tempat di mana semua orang berkumpul, rupanya mereka sudah rapi. Melihat diriku keluar mama langsung menatap ku dengan tatapan intimidasi, aku berpaling pada papa, terlihat biasa saja. Aku menarik napas. Oke aku pasti bisa!
"Gimana Ernawa kamu udah memutuskan di mana kamu bakal sekolah? " tanya papa sambil tersenyum. Aku mengangguk pelan, "Nawa akan tetap memilih sekolah negeri saja. Persoalnnya gampang, karena Nawa sudah biasa di sekolah negeri, tapi tolong, pa jangan bakar barang-barang Nawa. "
Papa sedikit merasa heran, "Ya nggak akan papa berbuat seperti itu. Kamu mau sekolah di mana aja itu hak mu toh hanya satu tahun lagi, walaupun papa berharap kamu sekolah internasional. "
"Makasih, pa. " Papa tersenyum saja lalu pergi, sedang mama menatapku pasrah.
"Kamu tuh sama aja kaya papamu, sama-sama keras kepala, tapi nggak papa itu berarti kamu bukan anak pungut. " ucap mama sambil tertawa kecil. Aku sedikit terkejut, ya ampun sudah jelas-jelas dia yang melahirkan ku. " Nggak mama cuma bercanda, lagipun bagus kalau kamu punya watak keras kepala, walau kadang merepotkan tapi ada untungnya juga buat pendirian kamu. " Mama tersenyum hangat padaku. Lega juga akhirnya, kupikir aku akan dimarahi habis-habisan.
Setelah itu aku dan mamaku berangkat menuju sekolah baruku. Jantungku berdebar debar, wah sekolah baru, teman baru, lingkungaan baru. Aku berharap bisa menemukan teman yang sepaham denganku, hm bukan, bukan mungkin lebih ke asik? Ah entahlah. Pertama tama aku menemui kepala sekolah, lalu aku diarahkan ke guru yang akan mengajar di kelasku yang baru. Seperti anak baru pada umumnya, aku akan disuruh memperkenalkan diri di depan kelas. Ku edarkan pandanganku ke seluruh siswa di kelas ini, semuanya terlihat ramah menatapku, menunggu aku memperkenalkan diri. Dan akupun memperkenalkan diri, setelah itu aku duduk bersama seorang gadis berambut panjang dan berponi.
Dia tersenyum padaku menyodorkan tangannya, "Gue Sasa, Sasa Dirgantara. Semoga kita bisa jadi temn baik, ya. "Aku membalas senyuman dan uluran tangannya, " Nawa, iya. "
Kelas hari ini berjalan dengan lancar, walau ada beberapa materi pelajaran yang kurang kumengerti. Bel berbunyi begitu nyaring, kupikir ini waktunya jam istirahat. Benarlah, Sasa yang ada di sampingku berdiri lalu merapikan poninya yang berantakan. Tak lama dia menoleh padaku sambil tersenyum, "Lo mau ikut ke kantin? "
Kantin! Aku sebenarnya ingin sekali ikut, tapi tak enak rasanya jika harus mengekor Sasa, padahal kami baru saja berkenalan. Ya, memang aku harus segera mendapat teman agar aku tak mengalami kesulitan, tapi percayalah aku sungguh tidak ingin merepotkan Sasa, bukan apa-apa, yang pasti Sasa sudah memiliki teman sendiri, apa iya aku harus mengganggu dia dan teman-temannya. Namun, di samping itu aku merasa lapar. Baiklah, aku ikut saja dengannya hanya untuk mengetahui di mana letak kantin.
"Hm iya makasih. "Kami berdua berjalan melewati kelas-kelas, mungkin sekitar lima kelas yang kami lewati. Aku menatap Sasa, tingginya hampir sama denganku, hanya sedikit lebih pendek, setelah kulihat-lihat rambutnya ternyata berwarna kecoklatan, cocok sekali dengan wajah asianya yang kental. Saat di ujung lorong, barulah kami sampai di kantin. Kulihat kantin yang begitu ramai dengan siswa-siswi yang kelaparan. Setelah itu, aku melihat Sasa melambaikan tangannya pada sekelompok siswi yang tengah mengobrol. Rupanya itulah teman Sasa, Sasa pergi menuju teman-temannya duduk tanpa aku. Iya tanpaku, sepertinya dia lupa kalau aku datang bersamanya. Ya sudahlah tak apa, lagipula aku tak mau mengganggu mereka, lebih baik aku langsung saja membeli makanan. Aku duduk di meja yang letaknya bera di tengah kantin yang tertutup oleh tembok pengumuman, di situ tak ada yang menempati. Aku tak tahu kenapa ada tembok pengumuman di tengah tengah kantin. Tanpa disadari olehku Sasa mencari diriku, rupanya dia baru ingat bahwa dia datang bersamaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ernawa
Teen FictionLaut itu kini berubah menjadi hitam pekat. Aku duduk di kapal dengan mata yang berlinangan air mata. Tak kusangka aku akan berakhir seperti ini hanya untuk laut. Laut bisakah kau berhenti? Aku memang menyukaimu tapi ini hal yang salah. Kau adalah fi...