'Kau datang lalu menghilang, seolah-olah aku hanyalah tempat singgah sementara. '
...
Saat ini aku dan Sasa tengah berada di pantai, sebelumnya kami mampir ke rumahku untuk berganti pakaian dan berpamitan pada mama. Di sini, di pantai, ombak bergulung-gulung seperti biasa, angin sepoi-sepoi dan para burung berterbangan di atas kami. Aku dan Sasa duduk di tempat yang biasa ku singgahi. Siang ini cuaca cukup cerah, senang sekali rasanya.
"Wa, gue mau nanya deh. Lo kalo ditanya suka ketinggian atau kedalaman, lo pilih mana? " tanya Sasa.
"Em, kalo gue lebih suka kedalaman. Kalo lo pasti jelas ketinggian? "
Sasa mengangguk, ya memang benar. Sasa sama sekali tak takut pada ketinggian.
"Padahal keduanya sama-sama bisa bikin mati seketika. " Ucap seseorang di belakangku.
Aku dan Sasa menoleh, dan ternyata itu Tala. Benar-benar deh si Tala ini, dia seperti hantu saja dimana-mana pasti menampakan diri. Dia nyengir kearah kami lalu duduk di samping Sasa. Penampilannya hari ini agak berbeda, lebih terlihat rapi daripada sebelumnya. Ia mengenakan kaus putih dan kemeja bercorak bunga dengan celana pendek selutut berwana peach. Rambutnya dirapikan ke samping, ia juga mengenakan sepatu berwarna putih. Aku mengerutkan kening, tidak biasanya aku melihat Tala dengan gaya seperti ini, biasanya dia hanya memakai kaus oblong yang kusam sekali, lebih terlihat seperti gelandangan.
"Jangan heran kalo gue ganteng banget hari ini. " kata Tala dengan wajah sombong karena melihat aku dan Sasa terus memandang dirinya.
"Ih pede banget lo sumpah. " balas Sasa memutar bola mata malas.
"Astaga, lo kok nggak kek gelandangan lagi? " tanyaku mengejek.
Tala mendelikan mata, "Heh lo kalo ngomong." Raut wajah Tala nampak datar setelah mengatakan itu.
Gawat, apa bicaraku keterlaluan ya? Sasa menyikut ku dan memperlihatkan wajah cemas, tapi aku juga melihat dia seperti menahan tawa. Melihat itu jelas aku jadi cemas juga, ya ampun aku jarang sekali bercanda, tapi sekalinya bercanda sangat keterlaluan. Aku hendak membuka suara hingga Tala tiba-tiba tertawa kencang sambil memegangi perutnya. Aku mengernyit heran.
"Haha! Sumpah komuk lu kocak amat Wa!" Tala terus tertawa, saat tawanya reda dia berkata, "Sorry, haha. Gue emang agak tersinggung sama kata-kata lo, tapi sejenak yah gue pikir nggak perlu diungkit. Mungkin lo belum tau jadi yaudahlah."
"Maaf, gue nggak bermaksud-"
Tala berdecak lalu mengibaskan tanganya, "Udahlah."
"Aduh gue jadi enak." Ucap Sasa kemudian.
"Mestinya lo ya, yang gue musuhin, Sa. " Kata Tala sambil bersedekap.
"Bodo amat." Jawab Sasa.
Setelah percakapan singkat itu kami semua diam. Debur ombak memecahkan keheningan di antara kami. Hingga akhirnya aku bosan hanya berdiam diri memandangi laut. Aku jadi berpikir apa jangan-jangan Sasa dan Tala pernah ada hubungan atau sesuatu yang membuat mereka berdua terlihat agak canggung. Ya, kulihat-lihat memang mereka berdua duduk berjarak dan sama-sama menampakan wajah kikuk.
"Em, gue mau renang aja deh. Mumpung cuacanya cerah. " Ucapku lalu berlari meninggalkan Tala dan Sasa dan langsung menyeburkan diri ke laut.
Sambil berenang, sesekali ku arahkan pandangan ku ke arah Tala dan Sasa. Tapi, ternyata tertutupi oleh batu karang di sekitarku. Lalu ku edarkan pandanganku ke lautan. Matahari yang terik, ombak besar yang sangat mendukung untuk bermain surfing dan tentunya air laut yang dingin.
"Uhh, dingin amat dah airnya. Nggak kaya biasanya." Tak lama kemudian aku baru menyadari kalau aku berenang terlalu jauh menyusuri pantai, saat aku menegakan tubuhku karena capek dan melihat ke sekeliling, semua tampak asing. Tak ada orang, tak ada toko-toko maupun jalan raya yang terlihat.
Aku memutuskan untuk naik dari air ke batu karang di depanku. Batunya sedikit licin dan penuh lumut. Aku duduk di batu itu saat berhasil memanjatnya. Ku lihat ke sekitarku, sepertinya tempat ini jarang disinggahi. Aku melihat arloji di tanganku dan jam menunjukan pukul 14.20. Sebentar lagi sudah waktunya sore, aku harus sesegera mungkin kembali. Aku turun dari batu karang dan mulai berjalan. Semoga saja aku tidak tersesat, eh tidak mungkin tersesat pastinya, aku tinggal menyusuri pantai ini ke arah barat.
"Tolol banget sih gue bisa-bisanya renang nyampe sini. Ini gara-gara keasikan ngeliatin ubur-ubur anjir. "
Aku bedecak kesal. Setelah berenang begitu lama aku harus berjalan kaki. Seharusnya tadi aku tak mengikuti ubur-ubur tadi. Huftt. Saat aku tengah berjalan sambil menguncir rambutku yang kusut, aku tersandung sesuatu hingga terjerembab.
"Shh aduh apaan sih?" Aku melihat kakiku yang tersandung.
Aku mengecek benda apakah yang membuat ku tersandung. Dan betapa terkejutnya aku saat melihat seseorang tergeletak di pasir. Aku berdiri ketakutan. Saat hendak melarikan diri aku ditahan sesuatu, yang kupikir sebuah tangan. Aku menelan ludahku, dan berdoa. Pelan-pelan aku melihat ke arah yang menahan diriku. Seorang laki-laki dengan wajah bingung memandangi diriku. Laki-laki itu lebih tinggi dariku, wajahnya tampan, matanya teduh berwarna biru, rambutnya kecoklatan. Ia mengenakan pakaian yang hampir mirip dengan pakaian Tala sehari-hari, yaitu kaos hitam yang sudah luntur dan celana pendek selutut tanpa mengenakan sandal ataupun alas kaki lainnya. Melihat dirinya aku juga jadi ikut bingung.
"Sedang apa kau di sini? Apa kakimu baik-baik saja?" Laki laki itu bertanya padaku dengan bahasa formal. Melihat dirinya, sepertinya dia hampir seumuran denganku.
Aku tak tahu harus menjawab atau berlari. Tapi akhirnya kujawab juga pertanyaanya.
"Iya, nggak papa. Maaf udah nginjek kaki lo. "
Laki-laki itu mengerutkan dahinya, sepertinya dia heran. "Kau bukan orang sini ya? Kenapa kau bisa ada di sini? "
Aku berpikir sebentar, lagi-lagi aku bingung harus menjawab atau lari saja.
"Iya gue bukan orang sini, hm gue tadi kayaknya berenang terlalu jauh deh. ""Di mana? "
Aku mengernyit, mencoba memahami pertanyaan 'di mana'.
"Kota yang nggak jauh dari sini, mungkin? " Jawabku. Yahh, aku tak yakin betul aku ada di mana sekarang dan dengan siapa aku bicara, kenapa bahasa yang ia gunakan sangat formal.
Laki-laki itu mengangguk. "Baiklah, cepat kembali karena senja akan segera datang. "
Setelah mengatakan itu, ia pergi. Kupikir aneh betul laki-laki itu. Tanpa peduli lagi ke mana laki-laki itu pergi, aku melanjutkan jalanku. Semoga saja aku hanya tersesat tak terlalu jauh. Ku lihat kembali jam di tanganku, sekarang sudah tepat pukul 15.03. Kupercepat jalanku, hingga akhirnya aku melihat gundukan pasir pantai. Gundukan itu selutut ku, aku berpikir pasti ini anak-anak yang membuatnya. Dengan gembira aku berjalan melewati gundukan pasir itu. Tiba-tiba gundukan di belakang ku bergetar, aku terkejut melihat ke belakangku. Gundukan pasir itu hilang. Aku sangat ketakukan karena hal itu dan berlari sekencang-kencangnya. Aku jadi teringat Tala pernah berkata bahwa di laut ini ada monster yang bisa berubah wujud menjadi manusia. Memikirkan itu ketakutanku semakin besar, kubayangkan sesuatu mengejarku. Sesuatu dengan taring yang panjang dan tajam dan mata yang melotot. Uh, seharusnya aku tak membayangkan lebih jauh lagi. Tak lama kemudian aku telah sampai di pantai tempat aku dan Sasa duduk siang tadi.
Aku melihat ke sekitar, rupanya orang-orang sudah akan pergi. Tapi di sana tak ada Sasa ataupun Tala. Mungkin mereka berdua sudah pulang, pikirku.
Saat aku berjalan hendak pulang, Sasa muncul telat di depanku dengan nafas tak teratur."Astaga Nawa, lo kemana aja? Dari tadi gue nyariin lo. "
"Gue berenang terlalu jauh, sampe ke terdampar ke pantai yang sepi di arah sana. " Ucapku sambil menunjuk ke belakang ku.
"Hah?! Gila lo? Lagian kenapa sih nggak ngajak gue? Malah ninggalin gue sama Tala. " Ucap Sasa menekankan kata 'ninggalin gue sama Tala.'
Aku hanya nyengir. Kami berdua memustuskan untuk pulang, aku juga kedinginan karena bajuku yang basah. Di jalan raya tepat di depan rumahku, kami berpisah.
"Ketemu lagi besok! " Kata Sasa dan aku mengangguk sebagai jawaban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ernawa
Teen FictionLaut itu kini berubah menjadi hitam pekat. Aku duduk di kapal dengan mata yang berlinangan air mata. Tak kusangka aku akan berakhir seperti ini hanya untuk laut. Laut bisakah kau berhenti? Aku memang menyukaimu tapi ini hal yang salah. Kau adalah fi...