Mataku tak dapat berhenti melihatnya. Ia adalah orang yang sama sesuai ingatan-ku. Harry. Orang yang telah menabrak-ku. Aku telah bersikap buruk padanya. Tak kusangka ia akan menjadi guru di sini.
"Okay, saya dengar sebentar lagi akan ada pentas seni. Saya akan membantu kalian dalam mempersiapkannya."
Aku masih mematung di kursi-ku. Darah mengalir dari ujung kepala hingga ujung kaki-ku.
"Ken!" Aku terkejut ketika Hailey ternyata telah memanggilku berulang kali.
"Ia cukup tampan dan muda, bukan?" Tanyanya dengan sedikit senyum di sudut bibirnya.
Aku hanya mengangguk kecil. Aku-masih-tidak-percaya.
"Sekarang, mari kita menuju auditorium untuk mempersiapkan segalanya. Waktu kita tidak banyak."
Mendengar ucapan itu, semua anak di kelas seni berhamburan keluar menuju ke auditorium. Mr.Styles menunggu hingga kami semua keluar. Ya, aku memanggilnya Mr.Styles karena ia sekarang adalah guru yang sudah seharusnya aku hormati.
"Ah, Kendall. Senang bisa bertemu lagi. Mau kubantu?" Tiba-tiba Mr.Styles menawarkan bantuan. Hailey yang sedang berada disampingku pun terkejut ketika mendengar ia memanggilku. Hailey mulai memasang tatapan curiga kepadaku.
Mr.Styles lalu membawakan beberapa barang yang sedikit berat untuk dibawa oleh seorang gadis kecil sepertiku ini.
Menyusuri lorong menuju ke auditorium adalah hal yang berat bagiku karena Hailey terus menanyakan hal yang sama.
"Apa Mr.Styles mengenalmu? Dimana kalian berkenalan? Apa terjadi sesuatu diantara kalian?" Segudang pertanyaan diajukan kepadaku. Aku merasa kewalahan dengan hal itu.
"Mungkin dia mengenalku. Tidak ada yang terjadi diantara kita." Kurasa jawabanku cukup untuk menjawab pertanyaan Hailey walaupun ada pertanyaan yang sengaja aku hindari. Aku memutuskan untuk menutup mulut.
~~~
Auditorium telah selesai di dekorasi. Mungkin ada beberapa kekurangan, namun itu hal yang mudah. Mr.Styles menyuruh kami untuk melukis sebagai kegiatan berlatih karena pada Pameran Seni, kami dari kelas seni akan menampilkan demo melukis. Kami semua langsung menuju ruang seni.
Kanvas kosong, palet, dan cat minyak sudah berada di depanku. Tinggal aku menuangkan ide-ku di kanvas kosongku ini. Langit cerah dengan warna biru muda sudah tertuang di kanvas kosong-ku. Kugambar sekumpulan bunga besar hingga bunga tersebut berupa titik-titik kecil. Padang bunga sudah terpampang jelas di kanvasku. Lukisanku pun selesai dalam waktu singkat.
"Kendall, kulihat kau sudah selesai. Tolong temui aku diruanganku." Aku lalu mengekor Mr.Styles hingga sampai ke ruangannya.
"Kau bisa membantuku merapihkan ini semua?"
Ruangan besar dengan berbagai macam kertas berserakan dilantai. Berkaleng-kaleng coke berceceran di meja kerjanya. Tapi, aku harus melakukan tugasku. Bukan karena aku mau, karena aku terpaksa melakukan itu. Aku telah bersikap buruk padanya ketika pertama kali bertemu. Perasaan tak enak mulai menyusuri hatiku semenjak kejadian itu. Aku mulai membersihkan ruangan Mr.Styles dari sudut ruangan. Kaleng-kaleng coke sudah kumasukan kedalam kantong plastik hitam. Kertas-kertas yang sekiranya tidak dibutuhkan aku taruh rapih di sebelah kanan mejanya.
"Biarkan dia yang memilahnya sendiri." Batinku sambil menaruh kertas-kertas yang mungkin dibutuhkan dan mungkin juga tidak itu.
Buku sketsa besar dengan cover berwarna merah terjatuh dengan sendirinya dari rak bukunya. Merasa penasaran, aku membuka buku itu. Halaman pertama terlihat gambar seorang wanita cantik yang sangat dewasa dengan mata biru dan rambut pirang. Ia sangat cantik. Ternyata Mr.Styles sangat suka menggambar sehingga ia rela menyewa model untuk digambarnya. Lalu halaman kedua tampak wanita yang sama, tetapi di gambar dengan sudut berbeda. Halaman demi halaman kubuka dan tetap masih saja wanita itu yang nampak di buku sketsa itu.
"Aku tidak boleh mencampuri urusan Mr.Styles. Ini adalah privasinya."Batinku.
Ketika semua sudah rapih, aku segera keluar dan menuju ruang seni. Masih banyak anak di kelas seni yang sedang mencoba menggambar. Aku tak melihat Mr.Styles diruangan ini.
-Mr.Styles' Pov-
Tak kusangka aku akan bertemunya lagi. Kukira ia sudah kuliah atau bekerja. Ia mematung di tempatnya ketika aku masuk ke kelas seni dan memperkenalkan diri sebagai guru.
Jika aku sedang tidak ada rapat dengan dewan guru mengenai pentas seni, pasti aku sudah merapihkan ruang kerjaku. Aku merasa tak enak jika menyuruhnya seperti itu.
"Terima kasih, dewan guru atas waktunya dalam rapat hari ini. Selamat siang."
Aku mendesah lega ketika kepala sekolah mengucapkan hal itu. Ini adalah kali pertamaku mengikuti sebuah rapat. Kesan pertama dari hal rapat menurutku adalah : membosankan
Aku segera menuju ke ruanganku untuk mengecek Kendall. Aku takut ia akan tersinggung karena aku meninggalkannya terlalu lama dan lagi mungkin ia akan kelelahan.
"Kendall?" Aku memanggil namanya ketika aku hendak memasuki ruang kerjaku. Tak ada respon darinya.
Rupanya ia sudah selesai dengan pekerjaannya. Mungkin ia sudah kembali bersama teman-temannya. Ruanganku sudah bersih dan rapih. Kendall sudah melakukan pekerjaannya dengan baik. Sifatnya sangat dewasa untuk anak seumurannya. Tetapi, ia tidak pernah jatuh cinta. Ia tidak terlalu jelek, bahkan ia bisa dibilang cantik. Sangat sopan, namun ia masih polos.
"Mengapa aku jadi memikirkannya?" Batinku akhirnya angkat suara.
Aroma lavender tercium ketika aku semakin dalam menuju keruanganku. Salah satu buku di rak mencuat keluar. Buku sketsa itu. Rupanya ia sudah mengetahuinya. Apa yang ada di pikirannya tentang buku itu?
TO BE CONTINUED!
VOTE AND COMMENT GUYS!
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm In Love With Mr.Styles
FanfictionSeseorang menabrakku dengan keras sehingga aku pun terjatuh. Semua barang untuk keperluan pentas seni jatuh semua. Seseorang lalu membantuku. Ia adalah orang yang menabrakku. Cukup tampan ternyata. Dengan rambut ikal dan senyum indahnya, ia mengulur...