Karena kau tak lihat
Terkadang malaikat
Tak bersayap, tak cemerlang, tak rupawan..
Dee Lestari-Malaikat Juga Tahu***
"Liat sini deh, gue pengen ngomong."
"Apaan sih? Mager ah."
"Yaelah muter doang apa susahnya sih?"
"Ngomong ya ngomong aja, gue nggak harus muter kan?"
"Ish jangan gitu! Gue pengen ngomong serius nih."
Pasrah, ia berbalik. Melihatnya sudah duduk di tepi kasur. Tepat dibelakang meja belajarnya. Posisi mereka sekarang sudah berhadapan.
"Jadi, lo mau ngomongin apa?" Tanya lelaki itu, sambil menyandarkan punggungnya di bangku dan menaikkan kakinya keatas kasur.
"Gue pengen deh, ulang tahun gue yang sekarang dirayain." Ucapnya pelan, sambil sedikit menunduk. "Biar apa, ya? Kekinian? Enggak sih, gue cuma pengen ulang tahun gue, berkesan gitu. Biar yang seneng nggak cuma gue doang, orang lain juga."
Lelaki itu hanya menatapnya, lalu tersenyum, berdiri dari kursi belajarnya, kemudian duduk dikasur, tepat disebelah wanita itu, "Nanti bilang aja ke Ayah sama Bunda. Kalo nggak dibolehin, gue dukung lo deh!" Ucapnya bersemangat sambil merangkul adik kesayangannya itu.
"Beneran? Makasih bang! Gue sayang banget sama lo nggak ngerti lagi, deh!" Serunya, sambil memeluk Abang gantengnya.
***
"Lo nggak ada PR atau apa gitu?" Tanya Iqbaal kepada adiknya, Andrea, yang saat ini sedang rebahan dikasurnya.
"Nggak ada, gue lagi males belajar. Genteng yuk! PR lo udah selesai kan, bang?" Seru Andrea, langsung menarik Abangnya yang baru selesai memasukkan buku PRnya kedalam tas sekolah.
"Ya Ampun, selow aja Deya, Abang juga udah selesai kok." Saut Iqbaal sambil terkekeh pelan, merangkul adiknya dan mengacak-acak rambutnya.
Setelah menaiki genteng dengan hati-hati; agar tidak menimbulkan suara mencurigakan supaya tidak ketahuan Ayah dan Bundanya, Iqbaal dan Andrea langsung merebahkan tubuhnya di genteng. Membiarkan tubuh mereka diterpa angin malam yang sedikit kencang.
"Dek, lo nggak dingin? Mau gue ambilin jaket dulu? Apa mau pake jaket gue aja?" Iqbaal langsung melepas jaket yang ia kenakan, namun ditahan oleh Andrea, "Lo kenapa lebay banget sih, bang? Selow aja, kali. Kayak di sinetron-sinetron aja." Iqbaal tertawa hambar mendengar penjelasan adiknya, dan tetap membuka jaketnya."Loh, kenapa dibuka, bang?" Tanya Andrea. Iqbaal menaruh jaketnya diatasnya dan diatas Andrea, "Biar sama-sama nggak pake jaket aja. Lagian jaket gue kan bisa dipake buat bantal." Andrea tersenyum, kemudian memeluk Abang kesayangannya.
"Sumpah, Bang. Lo so sweet banget. Kayak pacar sendiri tau, nggak? Kenapa lo jadi Abang gue sih bukan pacar gue?" Andrea semakin merapatkan pelukannya dan menyenderkan kepalanya ke bahu Iqbaal, "Lo kenapa nggak pacaran sih, bang? Padahal kan lo ganteng, baik, pinter, terus cewek-cewek disekolah, kan, suka ngeliatin lo." Yang tadinya bersandar di bahu Iqbaal, kali ini kepala Andrea naik dan matanya menatap Iqbaal intens.
"Emang kenapa?" Iqbaal balik bertanya, yang tadinya menghadap kedepan, kali ini sedikit menyerong, menatap mata Andrea.
"Ya, nggak apa-apa. Emang cewek yang lo suka kayak siapa, sih? Perasaan waktu itu ada yang pernah ngedeketin lo namanya...em..sef..si..se...""Steffi." Potong Iqbaal, "Nah iya Steffi! Lo kenapa nggak mau sama Steffi bang? Dia kan ya, cantik iya, baik juga, kenapa lo nggak mau? Sayang banget nolak cewek macem gitu. Jangan-jangan lo lagi nunggu Raisa, ya? Raisa aja belom tentu m..." Agar berhenti berbicara, Iqbaal membekap mulut Andrea dengan tangannya.