Seperti dua buah garis yang sejajar.
Mereka bisa cukup dekat tapi tidak pernah mencapai titik temu-J.
***
Hujan selalu menawarkan perasaan yang entah mengapa selalu sulit untuk ku jelaskan. Perasaan kesal karena tidak punya payung, perjalanan yang harus terhenti, atau jalanan yang becek mungkin membuat kejengkelan semakin berlipat ganda. Tetapi kala itu, kejengkelan dan kebahagian selalu membias menawarkan perasaan lain yang ku rasakan. Dan apabila tidak terjadi hujan di akhir bulan Juli itu, mungkin aku dan dia tak akan menjadi sedekat sekarang.
Flashback
Aku tidak memperkirakan bahwa walaupun sudah memasuki awal pergantian musim, terkadang hujan masih selalu hadir sebagai musim pancaroba. Kala itu aku terpaksa harus pulang terlambat karena hujan. Sampai suatu ketika, ada sosok pemuda berpayung biru datang dan menyapaku.
"Jieun!"
Aku menoleh ke arah sumber suara, dan hanya tersenyum kecil.
"Kau pasti lupa membawa payung lagi, kan? Mau pulang bersama?"
Tawaran Jungkook sempat membuatku terpana, setelah cukup lama terdampar diteras gedung sekolah akhirnya ada orang yang mau menolongku. Aku pun segera mengiyakan tawaran tersebut.
Jungkook merupakan teman sekolahku, dan, ya.... hanya sebatas itu. Jungkook yang terbiasa dikelilingi banyak teman mungkin cukup santai apabila berpayung berdua dengan perempuan, tapi tidak denganku yang terbiasa melakukan semuanya sendirian, rasa canggung itu benar-benar menyiksaku. Aku berusaha semaksimal mungkin menghilangkan kecanggunganku dengan mencoba senormal mungkin menanyakan beberapa hal kepadanya.
Tak ku sangka keceriaan Jungkook dan keramahtamahannya saat berbicara seolah menyihir pandanganku. Aku menjadi tahu bagaimana seluk beluk tentang Jungkook, cita-citanya, dan obrolan-obrolan ringan lainnya yang kami bicarakan sambil berpayung di kala hujan. Bola mata Jungkook yang kehitaman seolah berbias menjadi warna emas ketika ia mengisahkan cerita hidupnya. Hingga, tak terasa hujan sudah mulai reda dan kami sudah sampai di depan asrama tempatku tinggal. Kami pun berpisah disana.
Sebelumnya, aku hanya memandang Jungkook sebagai teman yang mungkin tidak akan pernah membuat hatiku berdebar. Namun semesta berkata lain. Takdir tak pernah membuat kami berpisah sejak saat itu. Pada hari-hari selanjutnya, begitu juga seterusnya, Jungkook tetap menjadi sang pencerita yang bersinar karena pesonanya dan aku tetap menjadi pendengar setia yang selalu mengagumi kepribadiannya.
Flashback End.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story
أدب الهواةKumpulan singkat, karya fiksi yang ditulis sebagai hiburan semata. Karakter, tempat, bisnis, acara, situasi dan insiden dalam tulisan ini hanyalah hasil imajinasi penulis atau digunakan secara fiktif sebagai pendukung kelengkapan cerita.