"Halo dek, udah selesai."
"Iya gue didepan lobby ini. Gak kemana mana."
"Hm..yauda hati hati bawa mobilnya."
Tut!
Janardana Nathan Randika, atau yang sering disapa Janar atau Nathan oleh orang yang baru mengenalnya, dan Nana oleh keluarga maupun orang yang benar benar sudah dekat denganya. Anak kelima dari tujuh bersaudara, lebih tepatnya bungsu diantara empat kembar.
Tak banyak yang menarik tentang dirinya, hanya seorang Pemuda berusia dua puluh tahun yang saat ini tengah menjadi mahasiswa semester pertama jurusan psikolog. Ah, sebenarnya ia tertinggal diantara para kembaranya, dimana mereka sudah lebih dulu masuk kedunia perkuliahan dua tahun diatasnya. Saat ini mereka semester tiga dengan jurusan berbeda namun difakultas yang sama.
Sedangkan yang tadi berbicara denganya lewat telepon adalah adik bungsunya, Jarvis Rainer Randika yang sudah menduduki kelas dua SMA, tapi sudah diberi izin mengendarai mobil bahkan memiliknya sendiri. Membuat iri saja. Padahal dulu Nathan juga memiliki mobil sendiri, bahkan dari ia kelas satu SMA. Hadiah dari eyang.
Ya, kembali lagi kepada Nathan yang kini sedang menggerutu sebal teehadap adik bungsunya, karena tadi yang katanya otw namun tidak terdengar suara mobilnya sama sekali. Heran deh Nathan! Suka sekali adiknya ngaret padahal langit sudah mulai mendung dan ditutup awan hitam. Dan ia berani bertaruh bahwa nanti atau malam pasti akan turun hujan.
Sekitar lima belas menit menunggu akhirnya muncullah sang adik dihadapanya dengan senyum watadosnya. Bahkan ia memberhentikan mobilnya tepat berada didepan Nathan yang mana langsung terparkir didepan lobby kampusnya yang masih ramai karena lalu lalang orang orang.
Huh ia hanya mampu tersenyum memaksa dan sedikit menunduk untuk menghalau pandangan orang orang yang sudah menatapnya dan adiknya dengan pandangan yang berbeda beda. Langsung ia membuka pintu disamping pengemudi. Meninggalkan sang adik yang masih cengar cengir kepada sebagian orang yang masih menatapnya, setelah itu baru ia masuk dan langsung mengendarai mobilnya meninggalkan kawasan kampus kakak nya tersebut.
Diperjalanan pulang keadaan mobil terasa hening itu karena sang pengemudi yang tengah fokus mengendarai mobil dan memperhatikan jalan sedang si kakak tengah memejam kan matanya bermaksud mengistirahtakan sebentar badanya yang terasa lumayan pegal sebelum sampai pada rumah, padahal hari ini ia tidak terlalu banyak kegiatan yang menguras banyak tenaga. Jarak dari kampus dan rumahnya lumayan cukup jauh ditempuh tiga puluh menit perjalanan menggunakan mobil.
Sang adik yang tak terbiasa dengan suasana hening pun sekilas menoleh kearah sang kakak yang sejak tadi tak ada bersuara. Pikirnya Kak Na marah karena ia telat menjemput, dan membuat sang kakak menunggu cukup lama.
"Kak Na."
"Hm..." hanya sahutan yang didapatnya.
"Sorry ya, lama jemput tadi. Soalnya isi bensin dulu, macet juga."
Nathan membuka kedua matanya ketika tahu bahwa sang adik merasa diamnya karena marah telat menjemput. Padahal sama sekali bukan ia diam karena sedang tidak terlalu mood untuk berbicara apalagi membuka sesi curhat dengan sang adik, melainkan untuk menggunakan waktunya untuk istirahat sebelum sampai dirumah. Tapi sepertinya sang adik merasa bersalah.
"Gue gak marah kok karena lo telat jemput. Gue juga tau lo gak bisa stand bay dua puluh empat jam sama gue, karena lo juga punya kesibukkan pribadi lo sendiri. Gue ngerti, lo gak usah ngerasa bersalah gitu ah!" Ucap Nathan mencoba menenangkan, setelah itu kembali menyamankan posisinya untuk menutup mata kembali.
"Lo pusing kak? Atau gak enak badan? Cerita dong jangan diem aja!"
"Apaan sih lo! Gue gak papa juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Right Family
Fanfiction"Keluarga. Apakah benar benar menyayangi atau hanya sekedar menjaga karena takut kehilangan Lagi?" Janardana Nathan Randika Selamat datang dikisah keseharian Randika bersaudara, dengan satu anggota keluarga yang dijaga layaknya sebuah permata berha...