Rahasia Allah (4)

2 1 0
                                    

MENUJU HARI H

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam," jawab Nisa dan bunda.

"Itu pasti mereka Nis," ucap bunda semangat.

"Biar bunda yang buka pintunya. Kamu kasih tahu ayah aja!" perintah bunda.

"Iya bunda."

Bunda berjalan menghampiri pintu yang tertutup dan kemudian membukanya. Sepasang suami istri dan Lukman—anak bungsu umi dan abi— berdiri di balik pintu.

"Ya Allah, Aisyah! Akhirnya kita bisa ketemu lagi." Bunda memeluk umi dengan erat menumpahkan kerinduan pada sahabat lamanya.

"Iya, alhamdulillah Vin. Aku bersyukur kita bisa dipertemukan lagi." Umi menjawab dengan senyuman tulusnya. Bunda melepaskan pelukannya.

"Sampai lupa. Silahkan masuk."

"Nisa nya mana Vin?" tanya umi.

"Tadi aku suruh buat panggilin ayahnya. Mungkin sebentar lagi mereka datang."

"Maaf membuat kalian menunggu." Suara bariton itu berjalan mendekat. Disertai langkah kaki perempuan bergamis di belakangnya.

"Oh tidak Pak. Kamu juga baru saja duduk," jawab abi. Ayah tersenyum hangat.

Nisa beralih mencium tangan umi. Umi mengusap kepala Nisa lembut. "Baru beberapa hari nggak ketemu, tapi umi udah kangen sama Nisa." Nisa tersenyum. Nisa duduk di tengah-tengah antara ayah dan bundanya.

"Langsung saja kita mulai ya," ucap abi meminta persetujuan. Semua orang di sana mengangguk.

"Bismillahirrahmanirahim. Saya sekeluarga di sini sebagaimana maksud yang sudah pasti bapak dan ibu ketahui. Kami ingin meminta ananda Nisa untuk bersedia menjadi menantu kami. Apakah permintaan kami di terima?"

"Saya sebagai ayahnya Nisa, ikut saja dengan keputusan yang akan Nisa ambil nantinya. Tapi sebelum itu, saya ingin mengetahui siapa yang akan pak ustadz jodohkan dengan Nisa, apakah yang ini orangnya?" Ayah menunjuk pada Lukman.

"Bukan pak, ini anak bungsu saya, namanya Lukman. Dia masih kelas 3 MTs. Yang akan dijodohkan dengan Nisa adalah putra sulung saya namanya Muhammad Zeyyin."

"Lalu dimana dia sekarang?" tanya ayah.

"Mohon maaf, dia tidak bisa ikut hadir dikarenakan saat ini dia sedang sibuk dengan skripsi kuliahnya di Mesir. Tadinya dia akan ikut, tapi ternyata ada halangan dari sananya," jelas abi. Boro-boro ayah, Nisa aja nggak tahu siapa orangnya.

"Oh, baiklah kalau begitu. Nisa, bagaimana keputusanmu?" tanya ayah sambil menatap wajah sang anak.

Nisa menghela nafas terlebih dahulu sebelum ia memberikan keputusannya.

"Bismillahirrahmanirahim. In syaa Allah Nisa bersedia menerima lamaran ini, menjadi istri dari seorang Muhammad Zeyyin dan menantu bagi umi dan abi." Nisa tersenyum.

"Alhamdulillah," ucap semuanya dengan raut wajah bahagia.

"Ada tambahan," ucap Lukman tiba-tiba. Semua orang menatap padanya.

"Jadi kakak ipar buat Lukman." Semua orang tertawa.

"Nah, sebagai tanda pengikatnya ... Nisa! sini nak," perintah umi. Nisa menghampiri umi dan duduk di sebelahnya.

"Bentar kak, biar aku fotoin." Lukman beranjak dari tempat duduknya dan mengambil jarak yang sesuai untuk memfoto pemasangan cincin.

Cincin indah itu kini sudah bertengger di jari manis Nisa. Nisa mencium tangan umi. "Liat sini kak," pinta Lukman. Nisa melihat ke arah kamera sambil memperlihatkan cincinnya dengan tersenyum manis.

JOHAN | Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang