Prolog

2 1 0
                                    

JALANAN sepi.

Ia berjalan sendiri.

Hujan mulai turun membasahi.

Seperti air matanya yang mulai tak terbendung lagi.

Ia sudah tahu ini pasti kan terjadi. Penghianatan, pembohongan, permainan yang sudah dapat ditebak. Apakah memang seperti ini takdirnya, haruskah semenderita ini, ditinggal oleh semua orang yang dia sayangi, apa harus berakhir dengan bunuh diri. Basi. Lalu bagaimana ia harus menyikapi.

Seperti saat ini ia tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, tidak bisa berkata-kata, tidak bisa melakukan apapun lagi kecuali bisa merasakan sakit hati ini. Perih, marah, kesal, sedih, rindu berkumpul menjadi satu di hatinya sekarang ini.

Satu tujuannya sekarang, keluarga.

Tapi dimana kelurganya, mereka sudah tenang di sana. Ia harus kesana, rindu tak terbendung dengan kesedihan tiba-tiba ini, sangatlah ingin membuatnya bertemu. Mengungkapkan apa yang selama ini terjadi, yang salama ini terjadi dalam hidupnya.

Matanya menatap kosong, mengarah ke gundukan tanah di bawah dengan berlinang air mata. Duduklah ia. Ia ceritakan semua, ungkapkan semua, legalah hati sedih itu.

Satu yang harus ia lakukan selanjutnya menjalani semua ini dengan hati yang tegar.

Ia tak bisa lagi bersedih atas sesuatu yang biasa, berbahagia atas suatu kemenangan, ia hanya bisa merasakan itu tapi tidak dengan perasaan lagi.

Dari situlah, semua yang terjadi adalah jalanan takdir Sang Maha Kuasa. Suka duka, tangis tawa, sedih bahagia, semua yang kita rasakan itu memang takdirnya.

Biarlah semua berlalu, kita hanya perlu jalani, resapi, ambil hikmah dari semua itu.

Sabar, kita diminta bertahan hanya sampai pulang. Hidup adalah jawaban singkat dari sebuah kematian.

Bahkan saat pikiranmu meremehkan dirimu sendiri, Tuhan tetap mendukungmu dengan mengatakan kau ciptaan-Nya yang terbaik.

21/09/19

Tanpa PerpisahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang