.
"Btw, kenapa pindah sekolah?, semester 2 gini kan jarang ada anak yang pindah" tanya Evi
Diandra berfikir, haruskah aku bilang kalau aku ingin mencari suasana baru.
TIDAK.
YA BENAR, TIDAK. Akan aku simpan kesedihan ku hanya untuk diriku.
- - -
"Ehh, itu biasalah ada masalah, jadi gue pindah ke sini, ke rumah saudara gue." Jawab datar Diandra yang tidak ingin mengingat momen sedihnya.
Dan dibalas anggukan kedua teman barunya itu.
Tet...tett...tett... (bel istirahat berbunyi)
"Gue pergi duluan ya guys. Tunggu aja di kantin!" kata Evi sambil menenteng tas pesanan olshopnya setelahnya lalu pergi ke luar kelas.
"Diandra ayo, gue antar ke perpustakaan." Kata Nanda, respon berdiri Diandra menandakan ia akan pergi juga.
Sesampainya di perpustakaan.
"Di, tiba-tiba perut kok mules nih. Gara-gara sambel mbak Minah tadi nih. Udah tau jalan balik kan?, gue tinggal dulu ya, sorry daah" ucap Nanda cepat dan juga menghilang dengan cepat.
Diandra masuk ke dalam perpustakaan dan mengurus peminjaman buku sekolahnya.
Tapi yang menjadi masalah adalah buku yang dipinjamkan ternyata tidak sedikit. Bagaimana cara Diandra membawanya nanti ke kelas.
Ruang perpustakaan ada di lantai satu sedangkan kelas Diandra ada di lantai tiga.
Dengan kekuatan yang Diandra punya, ia membawa semua buku itu dengan satu tumpukan sekaligus dalam satu bawaan.
Awalnya saja sudah berat, apalagi sambil menaiki tangga.
Langkah demi langkah, kurang setengah tangga lagi Diandra akan sampai di kelasnya.
Tapi tiba-tiba seperti ada yang menyengolnya. "Shit.."
Dan untung saja Diandra bisa mempertahankan keseimbangan badannya. Jika tidak, bisa-bisa semua bukunya akan jatuh sekaligus dengan orang yang membawanya pula.
"Eh, kalo jalan hati-hati dong. Udah tau bawa bawaan berat, Dasar kutu buku." Marah gadis yang menyenggol Diandra, Amel. Ketua penyemangat anak-anak basket, taulah ekskul apa.
Dengan dandanan tante-tantenya, dia melenggang saja pergi dengan dayang-dayangnya tanpa mengucap maaf ataupun menolong.
Diandra tidak memperdulikan itu, sebab itu tidak ada untungnya. Sesampainya ia di kelas, barulah Nanda datang dengan wajah lesunya.
"Kalo lo ke kantin gausa ajak gue. Perut gue masih sakit." Ucap Nanda
"Kantin sebelah mana? Gue nggak tau nan" jelas Diandra,
Nanda menepuk jidatnya lupa " iya ya, lo kan anak baru. Sorry",
"Lo kelantai bawah dari bawah tangga lurus aja. Nah terus kanan ada belokan kanan sampingnya pohon besar. Di situ tuh kantinnya di," lanjut Nanda yang dibalas anggukan Diandra.
"Mending ke uks kalo masih sakit. Gue ke kantun dulu ya nan laperr." Ucap Diandra sebelum pergi.
Untung saja Diandra anak pintar. Maksudnya anaknya faham gitu, jadi ia bisa tahu dimana kantin.
Dengan sekali lirik saja saat masuk ke kantin Diandra sudah tahu di mana Evi berada.
Jelaslah, Evi anaknya selalu kentara di keramaian. Mencolok, seperti titik cahaya di kegelapan. Maaf bercanda.
Diandra berjalan menuju bangku duduk Evi yang ada di depan warung siomay mang hanif yang ramai.
Dan tidak sengajalah terjadi sesuatu.
Ada anak cowok yang menabrak Diandra hingga minuman anak tersebut mengenai seragam diandra. "Double shit...lagi", Disitulah Evi naik pitam.
"Hehh, lo kalo jalan ati-ati dong. Liat nih!" ucap Evi dengan membantu berdiri Diandra yang terduduk di lantai.
"Yakk, kan gue gak sengaja" balas cowok itu datar.
Iya percaya kok gak sengaja..., ekhemm.
Jan lupa vote and komen
Thank you :)
24/03/2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Perpisahan
القصة القصيرةApakah memang seperti ini takdirnya, haruskah semenderita ini, ditinggal oleh semua orang yang dia sayangi, apa harus berakhir dengan bunuh diri. Basi. Lalu bagaimana ia harus menyikapi. Satu yang harus ia lakukan selanjutnya menjalani semua ini den...