Chapter 3

136 16 4
                                    


Dibawah gemerlapnya bintang sembari ditemani keheningan malam, Levi berjalan. Sendiri, tanpa teman, maupun kekasih. Rasanya malam ini amat sepi. Bahkan purmana pun enggan untuk menampakkan keindahannya. Tanpa disadari ia  melangkah menuju bangunan tempat orang-orang biasa berkumpul bersama malah mungkin juga tempat orang biasa berkencan dengan sang kekasih. 

Samar-samar Levi melihat orang yang amat sangat dikenalinya sedang berada di salah satu meja yang disediakan di sana bersama dengan seorang pria. Dengan amarah yang ditahan, Levi menarik orang yang tengah asik mengobrol tersebut. Seperti seorang kakak yang memergoki adiknya tengah berkencan atau bahkan mungkin seorang pria yang mendapati kekasihnya sedang bersama dengan pria lain.

"Hei, apa maksudmu menarikku keluar?"

"Harusnya aku yang bertanya mata empat bodoh. Apa yang dilakukan seorang gadis sepertimu malam-malam seperti ini dengan seorang pria?"

"Aku hanya ingin meminta solusi. Lagipula, dia adalah Komandan ke-12 Pasukan Penyelidik tidak semestinya kau marah seperti itu." Elak Hanji

"Alasanmu terlalu klise, bodoh. Ikut aku pulang, cepat!" Lagi-lagi Levi menarik Hanji dengan seenak jidat. Sepertinya dia memang suka melalukan hal seperti ini.

"Jika kau memang memaksaku untuk pulang, setidaknya biarkan aku berpamitan terlebih dahulu, shorty."

"Apa itu memang diperlukan?" Tanya Levi

"Tentu saja, tidak  sopan meninggalkan orang lain tanpa pamit." Mendengar perkataan Hanji, Levi terdiam sejenak. Agaknya, dia sedang memikirkan sesuatu.

"Baiklah, lakukan dengan cepat. Selepas itu, kita pulang." Hanji mengangguk tanda mengiyakan. Ia dengan cepat masuk ke dalam gedung tempatnya tadi. Tak lama kemudian, Hanji sudah nampak kembali di tempat Levi menunggunya.

"Ayo kita pulang." Ajak Hanji pada Levi.

"Apa kau tahu alasan mengapa bulan segan untuk menampakkan sinarnya?" Hanji mengadahkan kepalanya ke langit. Levi ikut-ikutan mendongakkan kepalanya ke langit tanpa sepatah kata pun keluar dari bibirnya.

"Hei, jika aku telah mati, apakah aku juga akan menjadi bintang seperti mereka semua yang telah rela mengorbankan nyawanya demi kita?" Tanya Hanji dengan nada girang.

"Tidak."

"Cih, mengapa kau menjawab seperti itu? Apa alasannya?" Hanji menatap ke arah Levi yang masih sibuk memperhatikan bintang di langit.

"Tidak ada alasan apapun."

"Huh, dasar. Kau merusak kesenanganku saja." Ledek Hanji sambil memalingkan wajahnya.

'Tak akan kubiarkan'

"Oh, ya. Aku penasaran, apa yang kau bicarakan dengan ayah Petra?" Tanya Hanji mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.

"Pernikahan." Jawab Levi singkat. Mendengar Levi mengucapkan kata pernikahan, Hanji mendadak murung. Dia tidak rela jika Levi menikah dengan wanita lain. Padahal ia hanya menganggap Levi sebagai seorang kakak, tidak lebih. Apa jangan-jangan ini yang dirasakan seorang adik jika kakak yang disayanginya hendak menikah, pikirnya.

"Mengapa kau diam seperti itu, mata empat."

"Ah, tidak. Aku hanya tak percaya jika kau akan menikah secepat ini. Padahal, aku sama sekali belum mempunyai pasangan." Ucapnya berbohong sambil terkekeh pelan.

"Siapa yang berkata aku akan menikah, bodoh."

"E-eh, maksudmu?" Hanji malah bingung dengan perkataan Levi.

"Aku tidak akan menikah dalam keadaan seperti ini. Kau bicara seenakmu saja."

"Tunggu, bukannya kau sudah berbicara mengenai pernikahan dengan ayah Petra. Itu artinya, kau akan menikah dengan putrinya, bukan?" Hanji semakin tidak paham dengan keadaan ini.

"Dengarkan aku baik-baik, shitty glasses. Aku berbicara tentang pernikahan, itu tak menjamin aku akan menikah." Jelas Levi.

"Jadi, kau menolak pernikahan itu?"

"Bukan menolak, aku hanya bilang jika aku akan memikirkannya terlebih dahulu."

"Kenapa begitu?" Hanji masih belum paham sedikit pun.

Levi menghela napas sejenak. "Aku bahkan tidak tahu apa itu cinta."

"Baiklah, aku mengerti. Lebih baik kita sudahi saja pembicaraan, ini sudah sampai di markas." ucap Hanji sambil berbelok ke arah ruangannya. Tapi sebelum dia melangkah, Levi sudah terlebih dahulu menari rambutnya.

"Kau mau pergi kemana, mata empat. Kamarmu ada di sebelah sana." Uacap Levi sambil menunjuk ke arah yang berbeda.

"Kata siapa aku akan pergi ke kamar? Aku akan pergi mengecek dokumen yang diserahkan padaku. Lalu satu hal lagi, TOLONG LEPASKAN RAMBUTKU, PENDEK!!" Ledek Hanji diakhir kalimat.

"Terserah, tapi ingat jangan memaksakan diri. Aku yang repot jika kau sakit."

"Tak perlu repot-repot. Lagipula, aku tak akan sakit."

"Aku sudah mengingatkan." Sahut Levi sambil berjalan ke arah kamarnya.

>>><<<

Hanji mengucek matanya berkali-kali. Agaknya, lagi-lagi dia tertidur di ruangannya. Ia mencoba bangkit untuk mencari kacamatanya setelah menyadari bawa dirinya belum tuntas mengerjakan tugasnya yang sudah harus diserahkan pagi ini.

"Tidur saja lagi, ini masih pukul empat pagi." Suara seseorang berhasil menyadarkan Hanji bahwa dia tidak sendirian disini.

"Levi? Apa yang kau lakukan disini?"

"Sudah kubilang untuk tidak memaksakan diri, mata empat." Ucap Levi tanpa memedulikan pertanyaan Hanji sembari membelai puncak kepala Hanji.

"Tugas yang diberikan kepadaku belum tuntas.Jadi, jangan salahkan aku." Bantah Hanji. "Tunggu, dimana kacamataku?" Sambungnya.

"Untuk apa?" Levi tidak menjawab dan malah kembali bertanya.

"Menyelesaikan tugas, apalagi?"

"Tak perlu."

"Kenapa?"

"Aku sudah menyelesaikannya barusan. Kau tidur saja lagi." Jelas Levi.

"Benarkah? Syukurlah aku bisa bernapas dengan tenang sekarang." Ucap Hanji sembari bernapas lega.

"Sana, pindah saja ke kamarmu."

"Iya, iya. Dasar bawel." Hanji baru saja ingin beranjak dari ruangannya sebelum  berhasil terhalang oleh Moblit yang data dengan wajah panik.

"Buntaichou! Titan eksperimennya, dua-duanya terbunuh!"

"APA!?"



Good Night, Hanji [LeviHan Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang