Jefan merotasikan bola matanya jengah dan tentunya sama sekali tak ada niatan untuk membalas pesan singkat dari kak Jenna.
Sekilas saja soal kak Jenna, dia itu kaya tujuh turunan, saking kayanya dia dan Jefan yang hanya berjarak tiga puluh kaki saja—lebih kurang, lebih memilih untuk memulai obrolan dengan berkirim pesan.
Buang-buang kuota saja kalau boleh dibilang.
Lelaki itu pun melanjutkan kegiatannya, meratapi nasib.
Tak sampai sesekon saja dering singkat kembali menginterupsi, berhasil meloloskan helaan nafas malas dari Jefan. Ia mengambil peranti ceper itu keluar dari sakunya.
Si cantik yang suka buang-buang kuota lagi.
Kak Jenna | Butuh duit?
“Bakssss” Jefan tergelak kencang dari sofanya.
Butuh duit? Sejak kapan seorang Jefan freakin’ Melviano butuh duit? Mama Jefan kaya, papa kak Jenna alias ayah tiri Jefan super kaya.
Boom!
Sudahlah Jefan jadi ikutan kaya raya. Udah kaya, makin kaya.
Tapi akhirnya Jefan tak tahan untuk tidak berkeluh pada kakaknya itu, barangkali saja dia bisa membantu.
Jefan Bosen kak, jenuh, gak ada kerjaan |
Kak Jenna | Mau kerja?
Jefan Ada? |
Kak Jennie | Ada. Mau?
Jefan anti sekali buang-buang kuota, meski tergolong keluarga konglomerat. Masih banyak hal-hal yang bisa dibeli selain kuota—contohnya perempuan, ah tidak! Hanya bercanda.
Lelaki itu pun melangkah kaki ketempat kakaknya diseberang. Kan benar! Setelah Jefan hitung setiap pijakannya, jarak keduanya hanya tiga puluh kaki.
“Mau kerja, Kak. Daripada gabut, ada beneran?” Tanya Jefan memelas ketika mereka sudah dekat.
“Ada Je, di resort office kakak mau?”
“Ewh gak deh”
“Dih, kenapa dah ewh ewh, kerjaan di resort bukan kerjaan rendahan ya, apa lagi kamu kerjanya di properti kakak, belum tau kemewah-”
“Iya iya tau yang kaya tujuh turunan” Jefan mencebik, kata “ewh” tadi tak sengaja keluar dari mulutnya, ia tau kerja ditempat kak Jenna tak bisa diremehkan.
“Tapi Kak Jenn-”
“Halo?”
Sial! Dikacangin, tega banget sama adiknya, belum juga selesai ngobrol udah ditinggal nelfon.
